jpnn.com, JAKARTA - Pengamat perkotaan Yayat Supriatna menyebut pengelolaan parkir di DKI Jakarta akan mengalami kemunduran jika tidak ditangani secara profesional. Menurutnya, pengelolaan jasa parkir secara konvensional dengan menggunakan karcis justru berpotensi menimbulkan kebocoran pemasukan bagi Pemerintah Provinsi DKI.
“Di kota besar di Amerika Serikat saja sudah mengunakan parkir meter kok. Saya lebih memilih parkir meter karena kan Jakarta adalah kota metropolitan, kota besar pengelolaan parking on the street-nya harus bagus,” kata Yayat kepada wartawan di Jakarta, Senin (11/12).
BACA JUGA: Pemprov DKI Non-Aktifkan Puluhan Parkir Meter
Pemerhati kebijakan publik dari Universitas Trisakti itu menambahkan, penggunaan parkir meter di kota metropolitan seperti DKI Jakarta jauh lebih baik ketimbang cara konvensional. Sebab, pendapatan asli daerah (PAD) untuk DKI dari sektor perparkiran tak akan optimal jika menggunakan model karcis.
“Karcis lebih banyak celah kebocoran karena kan tidak diketahui secara pasti berapa yang dicetak, berapa yang keluar di lapangan. Malah dibeberapa kasus satu karcis bisa dipakai untuk lima orang. Ini kan bahaya, kebocoran parkir itu banyak disitu,” ungkapnya.
BACA JUGA: Please, Jangan Kembalikan Jasa Parkir DKI ke Zaman Batu
Selain itu, Yayat juga melihat pemerintah pusat sudah memulai penggunaan uang elektronik atau e-money untuk berbagai keperluan demi menekan kebocoran. Mestinya, kata Yayat, Pemprov DKI juga menerapkan kebijakan itu.
“Kita harus dorong ke arah sana, kan pemerintah sudah memulainya,” ujarnya.
BACA JUGA: Mobil Diparkir Kelupaan, Baru Ditemukan 20 Tahun Kemudian
Yayat menambahkan, parkir meter yang ada di tiga lokasi di DKI saat ini perlu diperluas. “Saya dengar mau dikembangkan di beberapa tempat, saya rasa itu bagus,” ucapnya.
Sementara terkait pola pembagian hasil dari jasa parkir dengan komposisi 30 persen untuk Pemprof DKI dan 30 persen untuk pengelola sudah cukup fair. Sebab, pengelola parkir yang menjadi rekanan Pemprov DKI juga harus berinvestasi.
“Angka 30 persen Pemprov DKI dan 70 persen pengelola saya rasa sudah cukup lah, kan biaya investasi alat, juru parkir dan lainnya pengelola yang handle. Bagi Pemprov yang penting aman udah beres itu,” jelasnya.
Sebelumnya Pemprov DKI telah memutus kontrak kerja sama dengan PT Mata Biru selaku operator penggunaan parkir meter di tiga lokasi Terminal Parkir Elektronik (TPE). Ketiga lokasi TPE adalah Jalan Sabang di Jakarta Pusat, Jalan Falatehan di Jakarta Selatan dan Jalan Kelapa Gading di Jakarta Utara.
Penggunaan TPE sejak 2015 itu juga menjadi proyek percontohan. Menurut Vice CEO PT Mata Biru Kemas Ilham Akbar, penggunaan TPE justru mampu menekan kebocoran dari sektor parkir.
Dengan meningkatnya pendapatan parkir untuk Pemprov DKI dari Rp 500 ribu per hari ke Rp 12 juta per hari, artinya tingkat kebocoran sudah diminimalisasi. Pendapatan Pemprov DKI dari perparkiran cukup besar dibandingkan menggunakan cara konvensional melalui karcis,” kata Kemas di Jakarta pekan lalu.(bay/JPK)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Stadion GBK Rawan Pungli, Polda Metro Turunkan Anak Buah
Redaktur & Reporter : Antoni