Angka penularan virus corona di Indonesia, termasuk di ibukota Jakarta terus meningkat yang membuat pemerintah kembali membatasi aktivitas warganya.

Sementara di Melbourne, Australia, Pemerintah Victoria mengatakan jika 'lockdown' yang lebih ketat sejak awal Agustus lalu telah menekan angka penularan.

BACA JUGA: Digitalisasi Kampus di Masa Pandemi, APTSI Gandeng InfraDigital Nusantara

Berikut rangkuman laporan pandemi COVID-19, termasuk dari India dengan penularan virus corona kedua tertinggi di dunia setelah Amerika Serikat, serta Jerman, negara paling aman dari pandemi COVID-19 menurut sebuah lembaga riset sains dan teknologi. 'Lockdown' Melbourne diakui menekan penularan Photo: Pembatasan aktivitas warga tahap keempat di Melbourne sudah berlaku sejak awal Agustus 2020. (ABC News: Dylan Andreson)

 

BACA JUGA: Kendali di Masa Pandemi Harusnya Dipegang Pakar Kesehatan, Bukan Ekonom

Negara bagian Victoria, dengan ibukota Melbourne, menjadi satu-satunya wilayah di Australia yang memberlakukan 'lockdown' paling ketat saat ini.

Seharusnya pembatasan sosial tahap empat terkait pandemi COVID-19, mencakup jam malam yang diberlakukan, berakhir akhir pekan besok.

BACA JUGA: Pernah Bermasalah di Bali, Tigerair Australia Kini Telah Berhenti Terbang Selamanya

Namun 'lockdown' kembali diperpanjang meski sejumlah aturan telah dilonggarkan, seperti waktu berolahraga yang ditambah menjadi dua jam.

Dalam dua minggu terakhir, angka penularan virus corona di kawasan metropolitan Melbourne telah menunjukkan adanya penurunan. External Link: Twitter Casey

 

Pimpinan negara bagian Victoria, Premier Daniel Andrews mengatakan strategi pemerintahannya dengan pembatasan aktivitas warga yang ketat telah menurunkan penularan.

"Secara umum kita melihat penurunan dan strategi ini berjalan," ujar Daniel.

"Dan ini berkat warga Victoria yang telah memberikan kontribusi yang kuat. Tapi kita harus terus berada di jalur ini," tambahnya.

Hingga Jumat siang negara bagian Victoria mencatat 43 kasus baru dan sembilan kematian di tengah pandemi COVID-19. Jakarta menarik 'rem darurat' Photo: Ibukota Jakarta akan kembali memberlakukan PSBB mulai 14 September mendatang. (Antara Foto/Arif Firmansyah via Reuters)

 

Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan telah mengatakan "tak ada pilihan lain selain menarik rem darurat" melihat kondisi pandemi COVID-19 saat ini.

Ibukota akan kembali menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) mulai 14 September.

Sejumlah kegiatan sosial, termasuk di rumah ibadah tidak boleh dibuka, transportasi umum dibatasi, kapasitas mobil pribadi diturunkan hingga 50 persen, seperti yang dijelaskan Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan COVID-19, Wiku Adisasmito dalam konferensi pers virtual, Kamis kemarin.

Setidaknya tiga menteri terkait bidang ekonomi di kabinet pemerintahan Joko Widodo telah menyoroti keputusan Anies untuk memberlakukan kembali PSBB, seperti yang dilaporkan Kompas.com. Baca juga: Kondisi petugas dan lahan pemakaman di Jakarta di tengah pandemi COVID-19 Kasus penularan klaster keluarga di Indonesia naik, isolasi mandiri dianggap problematis Indonesia berada di peringkat ke-79 negara teraman dari pandemi COVID-19 Soal vaksin di Indonesia: Apakah kita bisa benar-benar besar dari pandemi?

 

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartanto mengatakan menarik "rem darurat" akan berpengaruh pada perekonomian, sementara Menteri Perindustrian Agung Gumiwang Kartasasmita mengkhawatirkan keputusan tersebut akan menekan industri manufaktur yang menjadi penyumbang terbesar terhadap perekonomian.

"Tapi yang perlu disampaikan bahwa pemerintah menilai kesehatan masyarakat suatu hal yang tidak bisa ditawar," ujar Agus dalam sebuah konferensi pers.

Sulfikar Amir dari Nanyang Technological University (NTU) mengatakan rumah sakit di Jakarta akan melampaui kapasitasnya bulan ini dan kematian bisa mencapai 3.000 hingga bulan Oktober, jika pemerintah tak mengambil sikap.

"Semakin lama kita tak melakukan apa-apa, semakin sulit untuk memerangi pandemi ini, semakin banyak berjatuhan korban," ujar Sulfikar. Jerman: 'Lebih takut Trump' Photo: Menurut survei, salah satu ketakutan terbesar warga Jerman di tengah pandemi adalah kemungkinan Donald Trump jadi presiden lagi. (Reuters)

 

Secara keseluruhan, warga Jerman mendukung kebijakan pemerintahannya dalam menangani pandemi virus corona.

Walaupun sedang menghadapi krisis, survei terbaru di Jerman menemukan jika warga Jerman saat ini tidak setakut biasanya, seperti yang dikutip dari kantor berita Deutsche Welle.

Survei tahunan yang sudah dilakukan dalam 28 tahun terakhir oleh perusahaan asuransi terbesar di Jerman, yakni R+V, meneliti apa saja yang menajdi ketakutan warga yang tinggal di Jerman.

Hasil survei terbaru menunjukkan warga Jerman justru lebih takut terhadap kemungkinan Presiden Donald Trump menjadi presiden Amerika Serikat untuk yang kedua kalinya. Baca juga: Jerman menduduki peringkat satu negara paling aman dari pandemi, Indonesia di posisi ke-79

Partisipan survei tersebut antara lain 2.400 pria dan perempuan di Jerman berusia 14 tahun ke atas.

Mulai dari awal Juni 2019 hingga akhir Juli 2020, peneliti menanyakan warga tentang ketakutan terbesar mereka dalam bidang politik, ekonomi, pribadi, dan lingkungan.

"Warga Jerman tidak bereaksi panik terhadap pandemi," ungkap Brigitte Römstedt, kepala pusat informasi R+V.

Tapi ketakutan tentang Donald Trump menempati posisi teratas dari daftar hal yang paling ditakuti warga Jerman menurut temuan survei tersebut. Tingkat penularan di India belum tunjukkan penurunan Photo: A health worker screens people for COVID-19 symptoms at Dharavi, one of Asia's biggest slums, in Mumbai, India, Monday, July 6, 2020. India has overtaken Russia to become the third worst-affected nation by the coronavirus pandemic. (AP Photo: Rafiq Maqbool)

 

Dengan lebih dari 90.000 kasus COVID-19 harian dalam sepekan, India belum menunjukkan tanda-tanda penularan akan berkurang.

Selama ini, Pemerintah India selalu mengatakan tingkat kematian di negaranya masih jauh lebih rendah dari Brazil, Amerika Serikat, dan negara-negara di Eropa.

Namun, awal pekan ini, tingkat kematian negara tersebut telah mengalahkan Brazil.

Penularan gelombang kedua COVID-19 sudah mulai berlangsung di Delhi, sementara negara bagian Maharasthra masih kesulitan menekan jumlah penularan.

Rekor jumlah harian kasus di India disebabkan oleh meningkatnya jumlah testing, yaitu jutaan orang per hari.

Epidemiolog Tanmay Mahapatra mengatakan proyeksi saat ini menunjukkan tambahan jumlah kasus harian India akan mencapai puncaknya di antara angka 100.000 dan 150.000.

"Kemungkinan akan terjadi di akhir Oktober atau awal November," kata Dr Mahapatra.

Namun, para ahli berpendapat bahwa jumlah angka penularan virus corona di negara tersebut masih lebih tinggi dari yang kasus terkonfirmasi yang terekam, yaitu sebanyak 4,3 juta.

Artikel ini diproduksi oleh Erwin Renaldi dan Natasya Salim

Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?

BACA ARTIKEL LAINNYA... Terungkap, Donald Trump Menyadari Bahaya Virus Corona tetapi Sengaja Mengabaikannya

Berita Terkait