jpnn.com, JAKARTA - Jaksa Agung RI ST Burhanuddin mengukuhkan 58 orang Pengurus Pusat Persatuan Jaksa Indonesia (PJI) Periode 2022-2024 secara virtual, Rabu (5/1).
Pengukuhan ini merupakan eksekusi keputusan Musyawarah Nasional (Munas) PJI Tahun 2021 yang diselenggarakan pada 16 Desember 2021 lalu.
BACA JUGA: Jaksa Agung Sampaikan Permintaan, Kejaksaan Seluruh Indonesia Wajib Tahu
Dalam munas tersebut Amir Yanto terpilih sebagai ketua umum Pengurus Pusat PJI Periode 2022 – 2024.
“Setiap pergantian kepengurusan PJI tersebut tentunya merupakan sebuah dinamika yang selalu terjadi dalam perputaran organisasi. Namun dari setiap kepengurusan tersebut, tetap memiliki satu tujuan yang sama, yaitu mewujudkan PJI sebagai organisasi profesi Jaksa yang lebih baik lagi dari waktu ke waktu,” ujar Jaksa Agung.
BACA JUGA: Erick Thohir Mendapat Pujian dari Jaksa Agung, Pakar Hukum Merespons, Simak
Jaksa Agung menyampaikan bahwa selaku pelindung PJI dirinya menilai perubahan kepengurusan ini dilakukan secara objektif dan profesional sesuai kebutuhan organisasi.
Karena itu, pada 3 Januari 2022, dia mengeluarkan Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2022 tentang Pengukuhan Pengurus Pusat Persatuan Jaksa Indonesia Periode 2022 – 2024.
BACA JUGA: Jaksa Agung Apresiasi Keberhasilan Datun Pulihkan Keuangan Negara Rp 3,5 T
Khusus kepada Ketua Umum Pengurus Pusat PJI yang baru, Jaksa Agung meminta untuk jaga amanah dan kepercayaan yang telah diberikan. Segera susun berbagai macam program kerja yang berkualitas dan jangan lupa untuk segera menuntaskan program kerja yang belum sempat diselesaikan oleh kepengurusan sebelumnya.
“Tunjukkanlah kerja dan karya nyata saudara kepada institusi dan masyarakat, serta curahkanlah segala kemampuan manajerial dan pengetahuan yang saudara miliki. Saya yakin dengan kapabilitas dan kecakapan yang saudara miliki akan memberikan dedikasi dan prestasi terbaik dalam menghadirkan Kejaksaan dan PJI yang semakin berintegritas, profesional, modern, dan berhati nurani,” ujar Jaksa Agung.
Dalam kesempatan ini, Jaksa Agung menyampaikan beberapa pokok isu yang dapat menjadi perhatian oleh Pengurus PJI yang baru.
Pertama, perlunya diadakan Forum Group Discussion (FGD) atau seminar internal guna membahas lebih dalam dan menyamakan pandangan para Jaksa atas norma-norma yang terkandung dalam UU Kejaksaan yang baru saja mengalami revisi.
“Di samping itu, kita dihadapkan pada pembahasan Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset dan Rancangan KUHAP yang mana kita harus all out untuk mengawalnya. Kiranya melalui forum PJI ini dapat memfasilitasi rangkaian pelaksanaan FGD atau seminar internal tersebut,” ujar Jaksa Agung.
Kedua, isu terhadap amandeman Undang-Undang Dasar Tahun 1945 masih terus bergulir. Penguatan kejaksaan secara kelembagaan dalam sistem ketatanegaraan harus terus diperjuangkan.
Jaksa Agung menginginkan PJI mengambil peran untuk dapat menempatkan institusi kejaksaan dalam konstitusi.
Ketiga, Jaksa Agung mencermati perlunya perubahan AD/ART PJI agar selaras dengan regulasi dan perkembangan zaman.
“Perubahan ini khususnya terkait adanya perubahan Undang-Undang Kejaksaan, masuknya Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Militer dalam struktur organisasi, dan penegasan akan kewenangan Ketua Umum Pengurus Pusat PJI untuk mewakili PJI beracara di Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung untuk mengajukan permohonan uji materiil,” ujar Jaksa Agung.
Keempat, PJI diminta aktif mengkaji dan cermati setiap regulasi yang bertentangan dan kontraproduktif dengan pembangunan sistem hukum di Indonesia, terutama yang dapat melemahkan kewenangan institusi.
Jika diperlukan, PJI dapat segara lakukan permohonan uji materiil, baik ke Mahkamah Agung maupun ke Mahkamah Konstitusi.
Kelima, Jaksa Agung meminta untuk terus tingkatkan rasa kepedulian Jaksa terhadap masyarakat yang sedang mendapatkan musibah bencana alam dan bencana nonalam. Kepekaan sosial dan rasa kemanusiaan seorang Jaksa akan membuat profesi ini lebih dicintai oleh masyarakat.
Keenam, para oditur yang nantinya ditugaskan di instansi Kejaksaan perlu disusulkan menjadi Anggota Kehormatan PJI. Hal ini mengingat Jaksa Agung Muda Pidana Militer telah resmi berstatus anggota kehormatan PJI.
Ketujuh, kaji dan pelajari lebih dalam urgensi untuk penggantian nama Persatuan Jaksa Indonesia (PJI) kembali menjadi Persatuan Jaksa Republik Indonesia (PERSAJA) dengan melihat catatan sejarah, kejayaan, dan capain-capain yang telah ditorehkan organisasi tersebut.
Jaksa Agung menyampaikan jika memang dalam catatan sejarah perjalanan PERSAJA ternyata cukup mahsyur dan telah mengharumkan nama institusi Kejaksaan, maka sangar disayangkan jika nama tersebut menjadi hilang.
Kedelapan, perlu ada buku sejarah perjalanan PERSAJA dan PJI agar karya-karya yang ditorehkan oleh organisasi ini dapat tercatat dan terdokumentasikan dengan baik, serta tidak hilang tertelan zaman.
Jaksa Agung berpandangan bahwa sejarah tidak boleh dilupakan agar dapat menjadi bekal pengetahuan dan inspirasi untuk dapat terus belajar, bekerja, dan berkarya lebih baik dari era sebelumnya.
Kesembilan, Jaksa Agung sangat berharap PJI mampu menjadi akselerator dan fasilitator para Jaksa untuk berlomba berinovasi dalam memberikan pelayanan penegakan hukum yang prima, serta peningkatan kapabilitas.
Pada kesempatan ini, Jaksa Agung menekankan kembali akan pentingnya integritas. Modal utama dan terdasar dalam menjaga suatu kehormatan profesi dan institusi adalah dengan memiliki integritas yang tinggi.
“Saat ini tren kepercayaan masyarakat terhadap Kejaksaan cukup baik. Hal ini jangan lantas membuat kita mudah berpuas diri, melainkan justru menjadi pelecut semangat kita untuk terus meningkatkan kinerja dan menghasilkan banyak torehan prestasi,” ujar Jaksa Agung.
Jaksa Agung menyampaikan, di samping itu kebutuhan hukum masyarakat dan dinamika perkembangan tujuan hukum juga telah mengalami pergeseran dari keadilan retributif menjadi keadilan restoratif.
Aturan hukum merupakan sesuatu yang rigid, namun dalam penegakannya memerlukan kepekaan hati nurani untuk mencapai keadilan restoratif dan memiliki nilai kemanfaatan.
“Baik-buruknya penegakan hukum juga sangat bergantung pada aparatur penegaknya. Suatu aturan hukum akan dapat diterapkan dengan baik ketika berada di tangan aparat penegak hukum yang baik," ujar Jaksa Agung.
"Sebaliknya, hukum yang baik sekalipun akan rusak dan membawa petaka bila berada di tangan aparat penegak hukum yang buruk. Oleh karena itu, untuk dapat menjadi aparatur yang baik, jagalah hati nurani, jagalah integritas, dan jagalah profesionalitas saudara dalam setiap pelaksanaan tugas,” tutup dia. (dil/jpnn)
Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:
Redaktur & Reporter : Adil