jpnn.com, JAKARTA - Jaksa Agung ST Burhanuddin menjadi keynote speaker dalam webinar nasional membedah rancangan undang-undang (RUU) Kejaksaan yang bertempat di Hotel Salak Heritage, Bogor, Selasa (27/10).
Dalam webinar itu, Jaksa Agung memberikan pandangannya secara virtual melalui kantor sementara di Badan Diklat Kejaksaan.
BACA JUGA: 5 Berita Terpopuler: NIP PPPK Masih Misterius, Edy Rahmayadi Beraksi, Ada 21 Aplikasi Jahat
“Saya menyambut baik dan mengapresiasi kegiatan webinar ini karena dapat menjadi sebuah sumbangsih nyata dari kalangan akademisi dan praktisi hukum dalam pembahasan RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia,” ujar Jaksa Agung.
Jaksa Agung menambahkan, sejak awal RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia adalah inisiatif dari usulan Badan Legislasi DPR.
BACA JUGA: Hasil Survei: Kinerja Jaksa Agung Memuaskan
“Beberapa kalangan yang masih menyebutkan jika RUU ini adalah inisiatif dari Kejaksaan adalah sangat tidak tepat. Kejaksaan yang saat ini masih menjadi bagian dari lembaga eksekutif tentunya apabila hendak mengusulkan suatu undang-undang, maka jalur pengusulannya haruslah melewati pemerintah,” tambah dia.
Oleh karena itu, dengan adanya RUU tentang Perubahan Undang-Undang Kejaksaan yang telah diusulkan oleh DPR ini, bisa dimaknai jika DPR memandang perlu segera adanya perbaikan kualitas sistem hukum yang lebih baik di Indonesia yang lebih modern dan lebih bisa mewujudkan rasa keadilan masyarakat.
BACA JUGA: Jokowi Diminta Copot Jaksa Agung agar Kasus Pinangki Terang Benderang
“Kejaksaan mendukung inisiatif dan usulan itu dan berharap RUU Perubahan ini akan dapat mengembalikan dan menyelaraskan segenap norma hukum terkait Kejaksaan yang tersebar di berbagai macam ketentuan, sesuai dengan sistematika hukum dan asas-asas hukum yang berlaku,” terang Jaksa Agung.
Dia menerangkan, dalam membedah RUU Kejaksaan, harus dilihat secara utuh, holistik, dan komprehensif terhadap tugas dan wewenang jaksa yang tidak sekadar tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) saja.
“Melainkan juga yang tercantum di berbagai macam aturan hukum dan asas-asas hukum yang lain, baik yang berlaku secara nasional maupun internasional. KUHAP hanyalah sebagian kecil dari sejumlah kewenangan yang dimiliki oleh jaksa,” lanjut Jaksa Agung.
Menurut dia, terlalu sempit pandangan jika melihat RUU Perubahan ini hanya dari sudut pandang KUHAP.
Dinamika hukum dan masyarakat serta perkembangan teknologi juga turut andil melatarbelakangi urgensi perlunya dilakukan perubahan atas UU Kejaksaan.
Tercatat, beberapa judicial review diajukan ke Mahkamah Konstitusi untuk menguji validitas UU Kejaksaan terhadap UUD 1945. Berbagai dinamika tersebut sudah seharusnya diakomodasi dan ditindaklanjuti dalam perubahan UU Kejaksaan.
Setidaknya terdapat enam urgensi diperlukannya perubahan UU Kejaksaan yakni dinamika yang berkembang di masyarakat dan kebutuhan hukum di masyarakat. Lalu adanya beberapa judicial review ke Mahkamah Konstitusi atas UU Kejaksaan.
Ketiga, perkembangan hukum dalam hukum nasional, hukum internasional, dan doktrin terbaru. Keempat penerapan asas-asas hukum dan filosofis hukum. Kelima konvensi yang berlaku dan diakui secara universal dan terakhir perkembangan teknologi dan informasi.
“Setidaknya terdapat empat kesimpulan di dalam naskah akademi yang dapat kita pelajari dan pahami bersama atas penyusunan RUU tentang Perubahan UU Kejaksaan,” sambung dia.
Pertama, RUU tentang Perubahan UU Kejaksaan tidak kembali ke HIR. RUU Perubahan ini justru cerminan hukum yang progesif karena telah mengakomodir beberapa ketentuan yang berlaku dan diakui secara universal dan internasional saat ini.
Kedua, RUU tentang Perubahan UU Kejaksaan telah sesuai dengan asas-asas hukum yang berlaku. Asas ini menjadi landas pijak Kejaksaan dalam menyelenggarakan kekuasaan negara di bidang penuntutan dan fungsi penegakan hukum.
Ketiga, RUU tentang Perubahan UU Kejaksaan tidak menambah wewenang maupun mengambil kewenangan instansi lain. RUU Perubahan ini hanya mengkompilasi ketentuan hukum dan asas-asas hukum yang sudah ada dan memberikan nomenklatur yang bukan hanya Nasional namun ekskalasi Internasional.
Keempat, RUU tentang Perubahan UU Kejaksaan akan lebih menciptakan check and balance dalam sistem peradilan pidana.
Jaksa Agung menerangkan, perlu dipahami bersama jika penyidik dan penuntut umum adalah satu kesatuan napas dalam proses penuntutan yang tidak dapat dipisahkan.
“Penyidikan dan penuntut bukanlah suatu proses check and balance. Hal ini dikarenakan segala hasil pekerjaan dari penyidik, baik-buruknya, benar-salahnya, bahkan jujur-bohongnya pekerjaan penyidik dalam melakukan proses penyidikan, seluruhnya akan menjadi tanggung jawab penuh dari jaksa di persidangan,” tandas dia. (cuy/jpnn)
Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?
Redaktur & Reporter : Elfany Kurniawan