Jaksa Agung ST Burhanuddin Dorong Jajarannya Jadikan Hukum Panglima di Indonesia

Rabu, 10 Januari 2024 – 13:54 WIB
Jaksa Agung ST Burhanuddin. ANTARA/HO-Puspenkum Kejaksaan Agung

jpnn.com, JAKARTA - Jaksa Agung ST Burhanuddin mengajak seluruh jajarannya untuk menegakkan hukum di Indonesia dengan sebaik-baiknya.

ST Burhanuddin menitikberatkan pelaksanaan program-program penyelamatan keuangan negara pada 2024.

BACA JUGA: Jaksa Agung ST Burhanuddin: Jangan jadi Kacang yang Lupa Kulitnya, Apalagi Musuh dalam Selimut

Namun, tidak hanya mengedepankan penindakan, tetapi juga pendampingan, pengawalan, dan pengamanan.

ST Burhanuddin menjelaskan dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Kejaksaan 2024 tantangan penegakan hukum ke depan akan makin berat dan kompleks.
Oleh karena itu, ST Burhanuddin mendorong jajarannya bisa menjaga insan yang mengarusutamakan hukum sebagai panglima di negeri ini.

BACA JUGA: Jaksa Agung Tumpuan Harapan Penegakan Hukum di Tahun Politik

"Kita semua harus mampu ada di dalamnya dengan menyiapkan insan Adhyaksa yang mendorong hukum sebagai panglima di negeri ini," kata ST Burhanuddin, di Jakarta, Rabu (10/1).

Jaksa Agung menambahkan optimalisasi peranan Intelijen sebagai penopang dan pendukung penegakan hukum sangat penting.

Sebab, dapat menciptakan informasi dini kepada pimpinan dalam rangka pengambilan kebijakan.

Demikian pula dengan Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara, harus bisa berdampak positif dalam melakukan berbagai negosiasi yang melibatkan negara atau pemerintah di dunia internasional karena mewakili negara dalam sidang-sidang arbitrase internasional.

Jaksa Agung berharap Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara dilibatkan dalam pengambilan keputusan terkait kebijakan strategis negara yang berdampak hukum internasional.

Jaksa Agung pun memberikan pengarahan tentang pentingnya memulai proses perencanaan 20 tahun ke depan atau jangka panjang menuju Indonesia Emas 2045 sejak dini. Untuk mencapai itu, setidaknya ada 4 syarat utama.

"Pertama, institusi yang andal dan agail, yakni secara kelembagaan memiliki kewenangan yang penuh atas penanganan suatu perkara dan institusi dapat beradaptasi secara cepat, tepat, dan bermanfaat dengan kebutuhan hukum masyarakat," ucapnya.

Kedua, sumber daya manusia (SDM) yang profesional dan berintegritas sebagai solusi atas berbagai persoalan hukum dan mampu menjaga muruah institusi.

Ketiga, memiliki sarana dan prasarana (sapras) yang memadai serta mempunyai sarana digitalisasi yang memudahkan proses pembuktian dan menjamin kesejahteraan aparaturnya.

"Keempat, yang tidak kalah pentingnya adalah memberikan akses informasi yang mudah, cepat, transparan, serta bermanfaat bagi masyarakat dan kepentingan penegakan hukum," sambungnya.

Jaksa Agung pun menyinggung penegakan hukum yang tidak menghindari perpaduan era transformasi digital dan transnasional.

"Suka tidak suka, Indonesia harus mampu menjadi komunitas multinasional dan dunia dalam sistem komunitas hukum global," ujar ST Burhanuddin.

Apalagi, dalam sistem hukum yang berbeda, akan memberikan pandangan yang berbeda pula dalam suatu tindak pidana.

"Sebagai contoh, tindak pidana korupsi di Indonesia dalam Pasal Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi bisa berbeda dengan negara-negara di belahan dunia. Untuk itu, perlu dilakukan berbagai kesepakatan bilateral dan multinasional terkait dengan suatu proses hukum dan pandangan hukum dalam suatu perkara," jelasnya.

Para narasumber dalam Rakernas Kejaksaan, seperti Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa; Wakil Menteri Keuangan, Suahasil Nazara; juru bicara BSSN, Ariyandi Putra; dan ahli hukum luar negeri, Prof. Hikmanto Juwana; mendukung langkah Jaksa Agung melakukan penguatan institusi secara kelembagaan, sapras, dan SDM.

Mereka berpandangan, sebagai pengendali perkara (dominus litis), kejaksaan harus kuat mengingat kejahatan internasional dari tahun ke tahun mengalami perkembangan. Salah satunya adalah kejahatan judi online (judol) hingga kejahatan di bidang perekonomian dan keuangan lainnya yang mengancam melumpuhkan perekonomian negara.

Kejahatan dunia siber juga kian mengkhawatirkan, seperti pembobolan data pribadi, kejahatan phising, stalking, bullying, sampai pada peretasan institusi negara dan lembaga keuangan.

Untuk menangani ini, perlu dilakukan mitigasi risiko sehingga bisa dilakukan antisipasi dan SDM yang tidak hanya paham hukum, tetapi belajar mengenai teknologi informasi yang pesat perkembangannya.(mcr10/jpnn)


Redaktur & Reporter : Elvi Robiatul

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler