KENDARI - Aneh. Penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sultra tiba-tba menyerah mengusut tuntas kasus dugaan perjalanan fiktif di Sekretariat DPRD Sultra serta empat SKPD lainnya. Padahal, dalam proses penyelidikan, kejaksaan begitu percaya diri akan membongkar kasus tersebut. Bahkan Kajati Sultra, Bambang Setyo Wahyudi, SH dengan tegas pernah mengungkapkan, penyelidikan dugaan SPPD fiktik Setwan Sultra tidak akan dihentikan.
Faktanya, kejaksaan akhirnya "buang handuk" dalam mengusut kasus tersebut. Proses penyelidikan dihentikan dengan alasan tidak ada bukti kuat yang bisa dijadikan landasan dalam mengusut dugaan SPPD fiktif itu. Padahal, kasus dugaan SPPD fiktif Sekretariat DPRD Sultra tersebut cukup lama "digantung" hingga harus memeriksa 46 saksi yang terkait kasus tersebut.
Tak hanya itu, Pls Kasi Humas dan Penkum Kejati Sultra, Baharuddin, SH juga pernah menegaskan, kasus dugaan perjalanan fiktif itu masih menjadi prioritas untuk dituntaskan. Tim yang dibentuk masih terus mengumpulkan bukti-bukti terkait persoalan tersebut. Namun, akhirnya kasus tersebut dihentikan penyelidikannya.
"Hasil gelar perkara dari tim penyidik menyatakan bahwa kasus tersebut dihentikan penyelidikannya. Ini adalah hasil ekspos dari tim sehingga ditetapkan pemberhentian penyelidikan dugaan SPPD fiktif di Sekretariat DPRD Sultra itu," ungkap Baharuddin, akhir pekan lalu. Alasan mendasar pemberhentian penyelidikan itu menjelaskan, pengusutan kasus SPPD fiktif yang ditengarai melibatkan empat SKPD lainnya berawal dari laporan temuan hasil audit reguler BPK RI. Hasil audit reguler tersebut dibawa ke Kejati oleh kelompok pemerhati hukum untuk ditindaklanjuti.
"Dulu kan hasil audit reguler BPK bisa diunduh oleh siapa saja. Dalam audit tersebut, ditemukan adanya penyimpangan yang tidak sesuai dengan laporan keuangan. Data itulah yang dibawa kepada kami untuk ditindaklanjuti," ungkap mantan Kasi Pidsus Kejari Kendari itu. Setelah dilakukan permintaan keterangan dari semua elemen terkait, ternyata BPK RI memberikan rekomendasi kepada lima SKPD tersebut agar mengembalikan dugaan penyimpangan dan perbaikan laporan keuangan. Dalam jangka waktu yang ditetapkan oleh BPK RI, lima SKPD tersebut menyanggupi rekomendasi.
"Kalau kami memaksakan melakukan penyelidikan, penyidikan hingga proses penuntutan, itu bisa menjadi sia-sia. Soalnya, tidak ada kerugian negara dalam perkara tersebut. Rekomendasi yang diberikan BPK RI kepada lima SKPD tersebut sudah dipenuhi," kilahnya. Sebelumnya, Kejati Sultra telah memeriksa 46 orang terkait dugaan perjalanan fiktif di Sekretariat DPRD Sultra. Saksi-saksi tersebut terdiri dari staf maupun anggota DPRD Sultra periode tahun 2004/2009, termasuk di dalamnya Sekretaris DPRD Sultra, Iskandar.
Bahkan santer disebut kan ada yang berpotensi menjadi tersangka. Jaksa sempat menemukan banyak kejanggalan dalam kasus tersebut, di antaranya ada SPPD yang tercantum nama anggota dewan saat itu namun dalam manifest penerbangan justru orang lain yang berangkat. Temuan lainnya adalah dalam SPPD-nya tercantum lima hari, namun yang dijalani hanya dua atau tiga hari, padahal pembayaran perjalanan dinasnya full lima hari.
Indikasi kerugian negara juga sempat terpublis mencapai Rp 5 miliar lebih. Perjalanan dinas yang dilakukan selama satu tahun anggaran berdasarkan perjalananan dinas di luar Sultra. Tak hanya Sekretariat DPRD, masih ada empat SKPD lainnya yang diduga terjadi dugaan perjalanan fiktif, yakni Disbudpar Provinsi, Biro Umum, Bappeda dan Dispenda. Hanya saja, keempat instansi lingkup provinsi tersebut belum menjadi prioritas penyelidikan. Dugaan kerugian negara di empat instansi tersebut, masing-masing adalah Bappeda Rp 400 juta, Disbudpar Rp 300 juta, Biro Umum Rp 150 juta lebih.
Namun, semua dugaan awal tim penyidik akhirnya gugur setelah Kejati Sultra menetapkan pengusutan kasus dugaan perjalanan fiktif lima SKPD Pemprov Sultra tersebut dihentikan penyelidikannya. (aka/cok)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tiga Drum Bensin Disita
Redaktur : Tim Redaksi