Jaksa Tuntut Empat Dosen UGM Tiga Tahun Penjara

Sabtu, 25 April 2015 – 19:19 WIB

jpnn.com - JOGJA – Empat dosen Universitas Gajah Mada (UGM) Jogja dituntut tiga tahun penjara. Tuntutan itu disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Nurul Damayanti SH dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jogja, Jumat (24/4).

Ke-4 dosen tersebut, yakni Susamto, Ken Suratiyah, Toekidjo, dan Triyanto kini berstatus terdakwa dugaan korupsi penjualan aset UGM berupa tanah juga dituntut JPU berupa denda Rp 150 juta subsider empat bulan kurungan.

BACA JUGA: Sekilas tentang Tanjungbalai dan Perdagangan Pakaian Bekas

Dalam berkas tuntutan sebanyak 215 halaman itu, ke-4 terdakwa yang tercatat sebagai dosen Fakultas Pertanian sekaligus pengurus Yayasan Pertanian UGM dinilai sengaja menjual aset UGM berupa bidang tanah yang ada di Dusun Wonocatur seluas 29.875 meter persegi, tanah di Dusun Plumbon seluas 957 meter persegi, dan 422 meter persegi.

Sebelum menjual, para terdakwa memalsukan sejumlah dokumen untuk memuluskan aksinya. Akibat perbuatan tersebut, para terdakwa melanggar pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor, juncto UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP juncto pasal 65 ayat 1 KUHP.

BACA JUGA: Ini Salah Satu Tol Laut Swasta dari Batam ke Wilayah Barat

“Menuntut masing-masing terdakwa selama tiga tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsider empat kurungan,” kata Nurul seperti dilansir Radar Jogja (Grup JPNN.com), Sabtu (25/4).

Nurul menguraikan, berdasarkan fakta persidangan pada 1963, UGM membeli tanah di Desa Banguntapan dari seorang warga. Pembelian tanah tersebut tercatat dalam buku papriksan yang ada di desa setempat.

BACA JUGA: Merak-Bakauheni 2 Jam Setop Beroperasi Akibat Cuaca Buruk

Selanjutnya, saat terdakwa Susamto menjabat sebagai Dekan Fakultas Pertanian UGM sekaligus Ketua Yayasan Fakultas Pertanian UGM (Fapertagama) membentuk tim penjualan tanah. Anggota tim yaitu Ken Suratiyah, Toekidjo, dan Triyanto.

Saat itulah, Yayasan Fapert-gama mengklaim tanah tersebut milik yayasan. Padahal, Yayasan Fapertagama berdiri pada 1969. Sebelum menjual, terdakwa Triyanto mengajukan surat permohonan ke Desa Banguntapan agar menambahkan kalimat yayasan dalam buku leter C. Selain itu, para terdakwa me-malsukan sejumlah dokumen sebelum akhirnya dilepas ke pembeli.

“Dalam sidang, para terdakwa tidak dapat menujukkan asal-usul perolehan tanah atas nama yayasan tersebut,” tambah Nurul.

Nurul menambahkan, tanah yang dijual berada di Dusun Plumbon seluas 957 meter persegi dan 422 meter persegi. Tanah tersebut dijual ke pihak ketiga pada 2003 sebesar Rp 510 juta.

Selain itu, para terdakwa melakukan pelepasan hak atas tanah di Dusun Plumbon seluas 1.534 meter persegi dan 2.539 meter persegi yang kemudian dijual ke pihak ketiga pada 2005 sebesar Rp 2.087 miliar.

Sedangkan pelepasan hak atas tanah di Dusun Wonocatur seluas 455 meter persegi dijual ke pihak ketiga Rp 136,5 juta. Sehingga, jumlah uang yang diterima yayasan atas penjualan tanah tersebut sebesar Rp 2,734 miliar.

Tanah milik UGM yang diklaim milik Yayasan Pembina Fakultas Pertanian UGM seluas 29.875 meter persegi dalam perhitungan NJOP 2013 sebesar Rp 8,514 miliar. Dengan demikian, total kerugian atas penjualan aset sebesar Rp 11,248 miliar.

Uang Rp 2,7 miliar hasil penjualan aset tidak disetorkan kepada UGM. Sebagian dana  masuk ke rekening pribadi pengurus yayasan, biaya advokasi penanganan perkara, pengembangan usaha milik yayasan, kesejahteraan dosen, dan membeli tanah di Desa Wukirsari atas nama terdakwa Triyanto.

Penasehat hukum ke-4 terdakwa, Agustinus Hutajulu SH menilai, jaksa tidak berani mengungkap seluruh fakta persidangan.  Dia meningatkan, Fakultas Pertanian UGM bukan lah subjek hukum sehingga tidak boleh memiliki hak atas tanah.

“Kami akan ajukan pembelaan pada sidang Selasa (5/5) nanti,” kata Hutajulu. (mar/laz/ong/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Terima Fee Proyek Rp 360 Juta, Dikembalikan Setelah Dipanggil Jaksa


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler