jpnn.com - JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Agung menuntut mantan Direktur PT Timah Mochtar Riza Pahlevi Tabrani pidana penjara selama 12 tahun dalam perkara korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah 2015—2022.
JPU Kejagung Ardito Muwardi menilai Mochtar telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama.
BACA JUGA: Sidang Korupsi Timah, Ahli Nyatakan Mustahil Reklamasi Pertambangan Sama Seperti Semula
"Mochtar melanggar Pasal 2 Ayat 1 Juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP, sebagaimana dalam dakwaan primer penuntut umum," kata JPU dalam sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (5/12).
Selain itu, JPU juga menuntut Mochtar dengan pidana denda Rp 1 miliar dengan ketentuan apabila tidak dibayar diganti (subsider) kurungan selama satu tahun. Mochtar turut dituntut pidana tambahan berupa uang pengganti Rp 493,39 miliar dengan memperhitungkan barang bukti aset milik terdakwa yang telah dilakukan penyitaan.
BACA JUGA: Buntut Kasus Korupsi Timah, Ekonomi Babel Hancur Lebur dan PHK Ribuan Pekerja
Apabila Mochtar tidak dapat membayar uang pengganti tersebut selama satu bulan setelah putusan mempunyai kekuatan hukum tetap, kata JPU, maka harta bendanya dapat disita dan dilelang untuk menutup uang pengganti.
"Dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka diganti dengan pidana penjara selama enam tahun," ujar JPU.
BACA JUGA: Kejagung Tangkap Hendry Lie Tersangka Korupsi Timah, Begini Perannya
Dalam persidangan yang sama, terdapat pula Direktur Keuangan PT Timah periode 2016-2020 Emil Ermindra yang mendengarkan pembacaan tuntutan.
Emil juga dituntut dengan pidana yang sama dengan Mochtar, yakni penjara 12 tahun, denda Rp 1 miliar, serta uang pengganti Rp 493,39 miliar, dengan masing-masing ketentuan yang sama serta dinilai melanggar pasal yang sama pula.
Sebelumnya, Mochtar didakwa telah mengakomodasi kegiatan penambangan timah ilegal di wilayah Izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah yang merugikan negara senilai Rp 300 triliun.
Kegiatan penambangan ilegal dimaksud dilakukan oleh lima smelter swasta, yakni PT Refined Bangka Tin (RBT), CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Inter Nusa.
Perbuatan Mochtar mengakibatkan terjadinya kerusakan lingkungan, baik di kawasan hutan maupun di luar kawasan hutan dalam wilayah IUP PT Timah, berupa kerugian ekologi, kerugian ekonomi lingkungan, dan pemulihan lingkungan.
Mochtar diduga mengakomodasi kegiatan penambangan ilegal bersama-sama dengan Emil serta Direktur Operasi dan Produksi PT Timah periode 2017-2020 Alwin Albar.
Dalam dakwaan, perbuatan Mochtar dan Emil diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 Juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP. (antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Kusdharmadi