Jalan Menuju Perubahan Masih Berliku

Minggu, 12 Februari 2012 – 11:44 WIB

REFORMASI Myanmar membuka jalan bagi Aung San Suu Kyi, 66, untuk kembali ke dunia politik. Sebagai kepala pemerintahan yang baru, Presiden Thein Sein pun terkesan seolah memberikan jalan bagi awal pulihnya demokrasi di Myanmar melalui tokoh oposisi yang sebelumnya lama menjadi tahanan rumah itu.

Mulai membebaskan Suu Kyi pada 13 November 2010, memberi berbagai kelonggaran politik pada oposisi dan para mantan tahanan politik (tapol) sampai menjadwalkan pemilu sela parlemen pada 1 April mendatang.

Suu Kyi tak menyia-nyiakan peluangnya untuk kembali ke panggung politik Myanmar. Pada 18 Januari lalu, ibu dua anak itu memutuskan terlibat aktif dalam pemilu sela. Penerima penghargaan Nobel Perdamaian 1991 tersebut mendaftar sebagai calon anggota legislatif (caleg) dari Kota Kawhmu.

Sebagai langkah pemanasan jelang dimulainya kampanye pemilu, dia pun melakukan lawatan politik ke berbagai wilayah di Myanmar. Terutama, di kota-kota yang menjadi lumbung suara Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), partai oposisi yang didirikannya.

Tetapi, Jubir NLD Nyan Win tidak menyebut rangkaian lawatan politik Suu Kyi sejak akhir bulan lalu itu sebagai kampanye. Alasannya, pemerintah belum menabuh gong kampanye. Komisi Pemilihan Myanmar memang terkesan agak terlambat menerbitkan aturan baku soal kampanye. Karena itulah, dalam sebuah wawancara dengan Associated Press, dia lebih memilih menggunakan istilah pertemuan politik untuk agenda perjalanan Suu Kyi tersebut.

"Perjalanan Suu Kyi ke beberapa wilayah bukan dalam rangka kampanye. Beliau menyapa para pendukungnya, yakni anggota dan simpatisan NLD. Beliau juga melakukan pertemuan dengan beberapa organisasi politik di daerah tersebut," ujarnya seperti dilansir Wall Street Journal Rabu lalu (8/2). Karena alasan itu, Win mengatakan bahwa NLD tidak perlu meminta izin kepada komisi pemilihan atau pemerintah terkait lawatan politik Suu Kyi tersebut.

Sesuai aturan pemerintah mengenai pemilu pada 2010, kandidat atau partai politik (parpol) yang hendak menghelat kampanye harus minta izin minimal sepekan sebelumnya. Selain itu, massa yang terlibat tidak boleh mengusung bendera atau meneriakkan slogan partai selama kampanye berlangsung. Pemerintah juga melarang kandidat atau caleg berpidato soal berbagai hal yang membahayakan keamanan atau mencoreng citra junta militer.

Win berharap pemerintah mengubah berbagai aturan bias soal kampanye itu. Dengan demikian, NLD tak perlu terlibat ketegangan dengan pemerintah seperti tahun lalu atau bahkan pendukungnya terseret dalam bentrok dengan massa pro-pemerintah seperti pada 2003. Akibat bentrok ketika itu, sejumlah anggota dan simpatisan NLD tewas.

"Kita harus akhiri konflik etnis yang selama ini terjadi dan memperbaiki sistem penegakan hukum," seru Suu Kyi saat melawat ke Kota Pathein (Bassein), sekitar 190 kilometer sebelah barat Yangon, Rabu lalu.

Selain mengunjungi kota yang terletak di pinggir Delta Sungai Irrawaddy tersebut, ikon demokrasi Myanmar itu juga melawat ke beberapa wilayah lainnya. Salah satunya adalah Kota Dawei yang terletak di pesisir sebelah selatan Myanmar. Kendati masa kejayaan NLD dan Suu Kyi telah berlalu selama sekitar 22 tahun, magnet putri pahlawan nasional Myanmar, mendiang Jenderal Aung San, itu masih sangat kuat. Buktinya, kehadiran Suu Kyi di berbagai kota selalu menyedot ribuan bahkan belasan ribu massa.

Tetapi, analis politik Jan Zalewski menilai, magnet kuat dari doktor lulusan University of London itu malah bisa menjadi bumerang bagi NLD dan dirinya sendiri. Pasalnya, aktivitas politik Suu Kyi yang menyedot banyak massa berpotensi menyulut kerusuhan.

"Pemerintah sepertinya juga sengaja memberikan berbagai kelonggaran pada Suu Kyi dan partainya demi meredam kritik Barat. Tentu selalu ada batas untuk segala toleransi," tutur pengamat politik dari HIS Global Insight tersebut. Dia terus mewanti-wanti atau mengimbau agar Suu Kyi dan NLD waspada.

Sebagai politikus senior, Suu Kyi tentu menyadari hal tersebut. Bahkan, dia sepertinya paham bahwa pemilu sela pada 1 April juga tak akan banyak membawa perubahan di Myanmar. Pemilu sela itu hanya akan memperebutkan 48 kursi parlemen yang kosong sejak 2010. Padahal, total anggota parlemen Myanmar berjumlah 664 orang. Apabila NLD menang dalam pemilu sela nanti pun, jumlah mereka tak akan mampu menyaingi dominasi petinggi militer dan politikus pro-junta yang duduk di parlemen.

Namun, Suu Kyi bukanlah tokoh yang mudah menyerah. Meskipun jalan menuju perubahan politik atau kekuasaan sangat berliku dan panjang, dia sudah punya gambaran soal Myanmar baru yang terbalut demokrasi. "Serikat buruh harus bertanggung jawab dan memperjuangkan hak para anggotanya. Organisasi-organisasi seperti itu tak sepatutnya menjadi alat dan bemper dari parpol," tegasnya seperti dikutip blog milik AFL-CIO Solidarity Center.

Suu Kyi juga melarang keras NLD untuk memanfaatkan banyak serikat buruh yang terbentuk di Myanmar. Serikat buruh, ungkap dia, tidak boleh memaksakan keberpihakan politiknya pada seluruh anggota. Sebaliknya, serikat buruh atau organisasi yang berpotensi menjadi cikal bakal parpol harus bisa menampung seluruh aspirasi anggotanya.

Terkait masalah perekonomian, Suu Kyi juga bertekad untuk menjadikan Myanmar lebih dari sekadar negara yang dikenal dengan industri garmennya. Sebab, masih sangat banyak potensi ekonomi Myanmar yang bisa digali. Tetapi, memang tak mudah bagi negeri itu untuk berkembang di tengah kungkungan sanksi dan embargo Barat.

"Selalu ada cara untuk berubah. Yakni, melalui jalur yang benar atau justru mengupayakannya lewat jalan yang salah," kata dia. (wsj/afl-cio/hep/dwi)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pangeran Harry Penembak Terbaik


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler