jpnn.com, SURAKARTA - Demokrasi dan kesejahteraan rakyat seperti dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Keduanya berjalan dengan saling melengkapi dan memperkuat.
Oleh karena itu, agar demokrasi memberi manfaat bagi kesejahteraan rakyat, maka Indonesia harus terus memperkuat demokrasi yang substantif, setelah melaksanakan dengan baik demokrasi prosedural.
BACA JUGA: Jan Prince Permata Minta GMNI Terus Berperan Dalam Transformasi Bangsa
Demikian disampaikan Sekretaris Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Jan Prince Permata saat menjadi narasumber dalam Kajian Hukum Badan Pengawas Pemilihan Umum Kota Surakarta bertema “Demokrasi, Kesejahteraan Rakyat dan Partisipasi Generasi Muda dalam Pemilihan Umum” di Surakarta, Rabu (22/5/2024).
“Demokrasi elektoral, baik pilpres, pemilihan anggota DPR RI dan DPRD Provinsi maupun DPRD Kabupaten/Kota serta pemilihan kepala daerah, baik gubernur, bupati dan wali kota harus menjadi arena kompetisi dalam rangka memilih seseorang yang berkualitas dan mampu menjadi pemimpin dan wakil rakyat dalam mewujudkan kesejahteraan dan keadilan,” kata Jan.
BACA JUGA: Harga Beras Naik Lagi, Jan Prince Permata: Perlu Memperkuat Kebijakan Pangan yang Prorakyat
Sekretaris Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Jan Prince Permata (kanan depan) saat menjadi narasumber dalam Kajian Hukum Badan Pengawas Pemilihan Umum Kota Surakarta bertema “Demokrasi, Kesejahteraan Rakyat dan Partisipasi Generasi Muda dalam Pemilihan Umum” di Surakarta, Rabu (22/5/2024). Foto: Bawaslu Kota Surakarta
BACA JUGA: Tak Ada Jokowi di Rakernas PDIP, Hasto: Kami Hanya Mengundang Penegak Demokrasi Hukum
Menurut Jan, demokrasi electoral harus makin memberi sumbangsih nyata bagi perbaikan bangsa dan kehidupan masyarakat.
“Oleh karena itu, penyelengara pemilu, utamanya Bawaslu harus diperkuat agar bisa bekerja lebih efektif dalam proses politik elektoral yang bersih dan berkualitas,” ujar Jan.
Jan juga menjelaskan pemilih muda yang kini mayoritas di Indonesia yang mencapai 56 persen dari pemilih atau 114 juta, menjadi kekuatan terbesar dalam mewujudkan demokrasi yang substantif dan berintegritas.
Dia menyebut pemilih muda dalam konteks pemilu dan pilkada ada dalam dua situasi. Di satu sisi antusias ingin berpartisipasi untuk negeri maupun daerah yang lebih baik, tetapi di sisi lain juga pesimistis dan apatis karena maraknya isu politik uang dan oligarki.
“Apatisme pemilih muda ini harus diubah dengan menciptakan ekosistem pemilu dan pilkada yang demokratis, substantif dan memenuhi asas-asas keadilan,” ujarnya.
Jan juga menyoroti pendapatan perkapita masyarakat Indonesia yang kini mencapai 4580 dolar Amerika Serikat per kapita per tahun.
“Riset di berbagai negara menyebutkan demokrasi akan semakin kuat dan bertahan serta memberi manfaat luas bagi masyarakat dengan politik uang yang mendekati zero pada pendapatan perkapita 10.000 dolar Amerika Serikat. Kita optimistis Indonesia menuju hal itu dan mudah-mudahan bisa terwujud dalam 100 tahun Indonesia Merdeka,” ujar Jan.
Jan juga optimistis demokrasi di Indonesia akan semakin baik termasuk pelaksanaan pilkada pada 27 November 2024 mendatang.
“Peningkatan GNP perkapita kita berlahan terus membaik. Indeks pembangunan manusia juga terus membaik, begitu juga dengan indeks demokrasi kita. Kita sudah 6 kali melakukan pemilihan langsung pasca reformasi dengan berbagai dinamikanya dan bisa dilewati dengan baik. Ini menunjukkan kita on the track di jalur demokrasi,” ujarnya.
Diskusi dan kajian hukum ini dihadiri tiga anggota Bawaslu Kota Surakarta, yaitu Agus Sulistyo, Poppy Kusuma Natalia Wijaya, dan Fifta Angga Hidayat beserta staf Bawaslu Kota Surakarta.
Turut hadir sejumlah pegiat pemilu dan demokrasi serta mahasiswa dari Surakarta seperti Ketua GMNI Kota Surakarta dan Ketua HMI Kota Surakarta.(fri/jpnn)
Redaktur & Reporter : Friederich Batari