jpnn.com, BREBES - Keterbatasan ekonomi lazimnya selalu menjadi persoalan dalam memenuhi hajat hidup. Namun, hal itu seolah tak terjadi pada sosok Ramina, janda tua yang selalu bersemangat dalam menjalani hidupnya.
Perempuan 65 tahun yang akrab disapa dengan panggilan Nyi Ram itu merupakan warga Dukuh Karangasem di Desa Kuwut, Kecamatan Bulakamba, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah. Dia sudah 25 tahun menjanda sejak suaminya meninggal dunia.
BACA JUGA: Sentuhan Maritim, Aspam KSAL Resmikan Musala dan Rumah
Tapi, Nyi Ram harus menghidupi enam anaknya dengan hanya dengan berjualan kluban semanggen (makanan tradisional mirip rujak) berbahan dasar daun semanggi. Dengan berjualan rujak semanggen, Ramina pun kesulitan membiayai pendidikan anak-anaknya sehingga sebagian tak lulus sekolah dasar.
Namun, ada salah seorang anak Nyi Ram yang bisa bersekolah hingga sekolah menengah atas. Ada anaknya yang bersekolah hingga sekolah menengah kejuruan.
BACA JUGA: Adik Jupe: Biar Kami yang Tuntaskan
Nyi Ram memang tak pernah mengeluhkan kehidupanya yang begitu papa. Dia juga tak pernah sedikit pun berpikir untuk meminta-minta saat kondisi perekonomiannya memprihatinkan.
Rumah peninggalan warisan dari ibunya pun begitu sempit. Hanya ada dua kamar dan sebagian ruang tamunya menjadi dapur.
BACA JUGA: Ruben Pengin Bangun Musala Jupe
"Setelah suami meninggal, saya berjualan rujak semanggen buat menghidupi anak-anak saya. Anak saya ada tujuh, namun 15 tahun yang lalu anak saya yang pertama meninggal kecelakaan terkena kipas kapal saat melaut,” tuturnya.
Putra Nyi Ram yang bernama Sajum merupakan tulang punggung keluarga. Tapi, Sajum meninggal sehingga Nyi Ram pun harus banting tulang menghidupi keenam anaknya.
“Padahal dia jadi tulang punggung kami. Setelah itu saya berusaha menghidupi anak-anak saya dengan berjualan rujak semanggen ini," tutur Nyi Ram.
Karena itu, Nyi Ram kerap pergi ke sawah untuk mencari daun semanggi. Dia pergi ke sawah orang lain pada pagi hari untuk memunguti daun semanggen yang tumbuh liar dan tidak dimanfaatkan petani.
Selanjutnya, daun itu diolah menjadi rujak. Pada sore hari, Nyi Ram berkeliling desa untuk menjajakan rujak semanggen buatannya.
"Sekarang alhmdulillah anak-anak sudah berumah tangga, tinggal satu si bungsu yang belum menikah," katanya.
Padahal, Nyi Ram sebenarnya bisa enak dengan tanah warisan keluarganya. Namun, tanah keluarga itu sudah diwakafkan untuk musala.
Nyi Ram pun tak menyesalinya. Meski kini hidup dalam kekurangan, Nyi Ram tetap selalu berupaya ikhlas.
Dengan kondisi ekonomi yang selalu pas-pasan, Nyi Ram tak pernah mengeluh. Dia beserta anak-anaknya menjalani hidupnya tanpa bergantung kepada orang lain. Tetangganya pun turut prihatin dengan kondisi perekonomian Nyi Ram yang menurutnya sangat memprihatinkan.
Keprihatinan ini diungkapkan Thobari, ketua RT di tempat Nyi ram tinggal. Selain kondisi perekonomian yang di bawah rata-rata, Nyi Ram memiliki ibu tunanetra.
"Dulu ibunya Nyi Ram itu buta sejak lahir. Namanya Nyai Carsih itu juga Janda. Setelah ditinggal suaminya dia hanya menempati rumah kecil yang sekarang dihuni Nyi Ram. Walaupun buta tapi banyak orang tua di sini yang dulu belajar salat dan ibadah sama dia," katanya.
Thobari melanjutkan, ada satu kehebatan dari orang tua Nyi Ram. Selain religius, ia merelakan tanahnya untuk diwakafkan. Sementara nasib dirinya hingga turun kepada Nyi Ram sangat memprihatinkan.
"Dan hebatnya lagi, walaupun rumahnya kecil dia sempat mewakafkan sebagian tanahnya untuk mushala. Itulah cikal bakal masyarakat Dukuh Karangasem mempunyai musala," pungkasnya.(fid/ism/zul)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Musala Mirip Arsitektur Masjid Laksamana Cheng Ho yang Kini Ramai Dikunjungi
Redaktur & Reporter : Antoni