jpnn.com, JAKARTA - Kebijakan Otonomi Khusus (Otsus) Papua merupakan salah satu upaya untuk menjaga perdamaian dan membangun kesejahteraan di Bumi Cenderawasih.
Kebijakan Otsus Papua masih diterapkan sesuai UU Nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua.
BACA JUGA: Otsus Papua: Ada Kepala Daerah Kendalikan Pemerintahan dari Jakarta
Sejauh ini, sejak dilaksanakan selama 20 tahun besaran dana Otsus untuk Papua mencapai Rp126,9 triliun.
Dari dana tersebut, 30 persen untuk sektor Pendidikan dan 15 persen untuk sektor Kesehatan dan Gizi.
BACA JUGA: Jelang HUT RI, TNI-Polri Perketat Pengamanan di Puncak Jaya Papua
Dengan besaran dana Otsus tersebut menunjukkan komitmen Pemerintah RI untuk pembangunan Papua.
Berdasar kebijakan otsus juga, ketentuan “Orang Asli Papua” menjadi syarat sebagai kepala daerah.
BACA JUGA: Kasum TNI Periksa Kesiapan Operasi Satgas Pamrahwan Papua
Hal tersebut diatur di pasal 12 pada UU 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, bahwa Gubernur dan Wakil Gubernur wajib orang asli Papua (OAP).
Ketua DPRD Kabupaten Maybrat Ferdinando Solossa menjelaskan, kehadiran otsus Papua dari awal sejak 2001 merupakan kehendak orang Papua karena merasa tertinggal dari berbagai aspek.
“Manfaat Otsus sangat besar bagi Papua, bahkan dari sisi anggaran setiap tahun terus meningkat," katanya saat diskusi “Otonomi Khusus Papua dan Kesejahteraan Orang Asli Papua, Kamis (13/8) malam.
Dia menjelaskan, anggaran otsus yang dikucurkan pemerintah pusat dari 2000 hingga 2020 sekarang di mana dari sisi besaran dana terus meningkat, juga diprioritaskan untuk empat program prioritas.
Seperti, aspek pendidikan, kesehatan, infrastruktur, hingga pemberdayaan ekonomi masyarakat. Hal itu, menjadi bukti, bahwa perhatian pemerintah pusat ke Papua begitu besar.
Dia berharap, dalam implementasi ke depan, pemerintah daerah diberikan ruang sebesar-besarnya dari sisi kewenangan agar otsus makin memberi manfaat optimal.
Juga, agar implementasi otsus itu terakomodasi secara baik sehingga anggaran yang begitu besar bisa direalisasikan sesuai dengan peruntukannya.
“Dengan begitu, dari sisi manfaatnya bisa lebih dirasakan oleh masyarakat," tuturnya.
Dekan Fakultas Hukum Universitas Cendrawasih Hendrik Krisifu mengingatkan, masyarakat Papua jangan keliru memaknai otsus. Menurutnya, otsus itu tidak akan berakhir pada tahun depan.
Dia menjelaskan, Undang-Undang Otsus itu sebanyak 78 pasal, tidak ada satu pasal pun yang menyatakan akan berakhir tahun 2021. Yang jelas, di pasal 34 ayat 6, disebut bahwa yang berakhir pada tahun 2021 adalah dana otonomi khusus.
Jadi, kata Hendrik, harus ada satu pemahaman di masyarakat, bukan Otsus yang akan berakhir. Namun, dana Otsusnya yang akan berakhir. Papua akan tetap mendapat keistimewaan.
“Jangan bikin kebingungan kepada masyarakat bahwa otsus itu akan berakhir. Itu keliru, yang berakhir itu dana otonomi khusus, pada pasal 34 ayat 6. Dana otonomi khusus berakhir tahun depan sedangkan otonomi khususnya terus berlanjut," jelasnya.
Dia menilai sejauh ini pelaksanaan otsus memang ada yang menggembirakan. Namun tentu saja masih ada yang harus diperbaiki. Jika pun ada yang kurang, semua pihak mestinya bersama-sama memperbaiki.
Dia mencontohkan pelaksanaan otonomi khusus dalam hal pembentukan partai politik. Di mana dalam hal itu, agak berbeda dengan Aceh.
Hal lain, yang perlu diperbaiki, soal evaluasi otsus yang perlu diperbaki agar hasilnya bisa lebih dilihat masyarakat . Masyarakat juga harus bisa berkontribusi memberi masukan. Harapannya, dengan lebih terbuka, bisa mendapat gambaran utuh tentang otonomi khusus di Papua.
Meski demikian, dia mengakui bahwa otsus juga membuahkan hasil positif. Misal, terjadi daerah pemekaran, distribusi kewenangan di daerah, distribusi ekonomi dan potensi did daerah lebih optimal dengan adanya pemerakan.
“Karena otonomi khusus itu jadi ada pemekaran-pemekaran di Papua, ini contoh yang berhasil menggembirakan,” ucapnya.
Staf khusus Presiden Joko Widodo, Billy Mambrasar menjelaskan, dari survei dengan sampel 500 orang milenial Papua, pandangan mereka sejalan bahwa otsus merupakan proses dan perlu perbaikan yang terus menerus.
Misal penggunaan anggaran yang harus diperbaiki. Ia menyebut Otsus merupakan proses membangun jiwa raga. Karena itu, hal baik yang sudah didapat dari Otsus, seperti di sektor pendidikan yang merupakan investasi sumber daya manusia, harus terus ditingkatkan.
Di sisi lain, dia sepakat bahwa perlu mendengar aspirasi dari masyarakat asli Papua agar Otsus bisa berjalan lebih baik. (esy/jpnn)
Simak! Video Pilihan Redaksi:
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad