Jangan Jerumuskan TNI-Polri Dalam Politik Praktis di Pilpres 2024

Jumat, 17 November 2023 – 02:55 WIB
Guru Besar Politik, Ketahanan, dan Keamanan Universitas Padjadjaran (UNPAD) Muradi menilai netralitas TNI dan Polri harus dijaga. Ilustrasi Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Guru Besar Politik, Ketahanan, dan Keamanan Universitas Padjadjaran (UNPAD) Muradi menilai netralitas TNI dan Polri harus dijaga karena berkenaan dengan citra lembaga negara di hadapan publik.

“ASN, TNI, Polri, kemudian BIN itu harus berada dalam posisi yang menjaga jarak. Dalam konteks TNI/Polri, mereka kan punya kultur komando, jiwa korsa yang pada akhirnya itu akan membuat tidak objektif di mata publik,” tegas Muradi di Jakarta, Kamis (16/11/2023).

BACA JUGA: Formasi Lengkap Timnas Amin Segera Diumumkan, Banyak Purnawirawan TNI-Polri Masuk

Terkait pelibatan TNI-Polri dalam pemenangan salah satu paslon, Muradi menyampaikan bahwa para personel TNI-Polri pun menginginkan agar mereka bisa bekerja profesional.

“Itu kemudian yang menjadi diskursus di internal TNI/Polri. Mereka menginginkan tentara yang profesional. Jadi, kalau kita diskusi, tidak ingin mereka ditarik ke sana-sini,” ujar Muradi yang juga mengajar di banyak lembaga pendidikan polisi dan tentara itu.

BACA JUGA: Satu dari 4 Pamen Awak Pesawat TNI AU Jatuh Itu Baru Pulang dari Misi ke Palestina

Muradi meneguhkan semangat internal TNI/Polri yang hanya ingin profesional. "Posisi mereka selalu mengatakan bahwa tentara profesional atau polisi profesional adalah tentara/polisi yang bisa menjalankan fungsi dan tugasnya secara objektif dan profesional," ujar Muradi.

Menurut Muradi, sikap profesional itu membuat lembaga mereka dapat berdiri tegak di kancah nasional maupun internasional.

BACA JUGA: DPR Akan Soroti Netralitas TNI Kepada Jenderal Agus Subiyanto

"Sebab, dengan sikap profesional itu mereka bisa lebih berdaya dan punya wibawa di mata publik dan internasional," ungkapnya.

Muradi menerangkan telah ada pernyataan terbuka dari petinggi TNI/Polri bahwa mereka netral dalam pemilu.

Hal itu patut menjadi panduan bagi seluruh aparat. Kalaupun ada instruksi tertutup, Muradi menganggap hal itu sama dengan memundurkan lembaga negara itu.

"Apakah itu memang menjadi bagian dari strategi yang bersifat tertutup atau terbuka. Kalau tertutup, ya saya merasa tentara dan polisi kembali ke jaman purba. Jaman ketika mereka tidak lagi profesional," tegasnnya.

Potensi Perluasan Militer

Pengamat Militer dari ISESS Khairul Fahmi mengatakan kekhawatiran bahwa calon presiden tertentu akan kembali memberikan peran sangat besar pada militer agak berlebihan.

“Saya kira kurang tepat jika kemudian kekhawatiran itu hanya dilekatkan pada Prabowo. Merujuk pada Presiden Jokowi hari ini yang notabene merupakan sosok sipil. Namun, dinilai banyak pihak telah membuka jalan untuk perluasan peran militer,” kata Fahmi, Kamis (16/11).

Hal itu tertuang dalam UU Aparatur Sipil Negara (ASN), bahwa Jabatan ASN tertentu dapat diisi dari prajurit TNI dan anggota Polri.

Kemudian dalam kaitannya dengan Pilpres 2024, saat ini ada sejumlah purnawirawan yang bergabung dalam tim pemenangan semua Capres-Cawapres.

“Saya kira tidak ada garansi bahwa kandidat-kandidat lain tidak akan memberi peran besar pada militer. Faktanya, untuk pemenangan saja semua tim paslon diwarnai kehadiran tokoh-tokoh pensiunan jenderal TNI,” kata Fahmi.

Menurut dia, kekhawatiran soal militer keluar dari barak itu ibarat lagu lama yang diputar berulang kali.

Sejak Pemilu Presiden pertama kali digelar pada 2004, isu ini selalu dilekatkan pada kandidat yang berlatar belakang militer.

Nyatanya, saat ini masih berlaku UU TNI yang membatasi kiprah dan pelibatan TNI di luar tugas pokoknya.

“Kalaupun ada perubahan di masa depan, saya kira itu hanya akan menyangkut akomodasi kementerian dan lembaga pemerintah yang karena urusan dan kewenangannya, membutuhkan prajurit TNI aktif. Namun, belum diatur oleh UU yang berlaku saat ini,” ujar Fahmi.

Lalu bicara tentang status keprajuritan, kita harus bisa membedakan aktivitas kelembagaan TNI beserta para prajurit aktifnya dengan kiprah politik purnawirawan.

“Para purnawirawan itu kan sebenarnya warga sipil. Begitu pensiun dari dinas militer, hak mereka untuk memilih dan dipilih telah dipulihkan,” tandasnya.

Berdasarkan catatan, di Tim Kampanye Nasional Prabowo-Gibran, ada 27 Purnawirawan TNI/Polri. Ganjar-Mahfud ada 5 Purnawirawan, dan Timnas Anies satu Purnawirawan sebagai ketua pemenangan.(fri/jpnn)

Yuk, Simak Juga Video ini!


Redaktur & Reporter : Friederich Batari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler