JAKARTA - Kepala Sub Direktorat Ormas Ditjen Kesbangpol Kemendagri, Bahtiar, mengingatkan jangan sampai paham demokrasi dikultuskan. Diingatkan juga, jangan sampai masyarakat Indonesia lebih bangga menyebut kata 'demokrasi', dibanding kata 'Pancasila".
Dia mengatakan hal tersebut, karena menilai ada kecenderungan demokrasi lebih sering dikutip di berbagai makalah, media, dan seminar, dibanding Pancasila.
"Orang yang paling sering mengutip kata demokrasi seakan-akan lebih reformis, dan yang sering mengutip Pancasila seakan-akan agak konservatif. Sehingga terdapat kecenderungan lebih kuat secara sistemik penanamannya di masyarakat nilai demokrasi ketimbang nilai Pancasila," ujar Bahtiar kepada wartawan di Jakarta, Minggu (2/6).
Birokrat bergelar doktor itu mengatakan, selama ini ada pandangan yang menyatakan bahwa Pancasila tidak boleh dikultuskan apalagi jadikan “agama”.
Terkait hal itu, dia mengingatkan jangan sampai “demokrasi” juga dikultuskan dan seakan-akan menjadi agama baru bagi masyarakat Indonesia. "Demokrasi pun perlu kita kritisi," cetusnya.
Misalnya “kebebasan” sebagai nilai demokrasi tentunya berbeda dengan “kebebasan” sebagai nilai Pancasila, bahwa kebebasan bukanlah berarti bebas-sebebasnya. “Persamaan” dalam nilai demokrasi bisa berbeda maknanya “persamaan” sebagai nilai Pancasila.
“Keterbukaan” sebagai nilai Pancasila, lanjutnya, bukan berarti kita boleh secara terbuka menghina orang lain sesuka hati kita di ruang publik.
Dia memberi contoh Peraturan Daerah, walau mendapat legitimasi dari rakyat daerah setempat, tetapi tidak boleh mengancam Persatuan Indonesia, sebagai nilai penting sila ketiga Pancasila.
"Dengan demikian, nilai-nilai demokrasi harus disaring untuk selanjutnya diambil saripatinya yang cocok bagi masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia," pesan dia.
Ditegaskan, sebagai bagian dari masyarakat Indonesia, setiap warga negara mestinya bangga memiliki Pancasila.
"Pancasila semestinya menjadi pedoman kita dalam mengelola negara. Pancasila sebagai falsafah, jiwa, nafas dan semangat bernegara dalam setiap membentuk Undang-Undang, termasuk RUU Ormas. Pembentukan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan dan diilhami oleh nilai-nilai Pancasila, bukanlah asal mengadopsi nilai demokrasi semata," ujar pria yang terlibat aktif dalam pembahasan RUU Ormas itu.
Pancasila, lanjutnya, merupakan alat ukur dan pedoman yang memberi arah pembangunan demokrasi Indonesia, bukan sebaliknya. "Demokrasi yang hendak kita bangun adalah demokrasi berdasarkan kelima sila di Pancasila," pungkasnya. (sam/jpnn)
Dia mengatakan hal tersebut, karena menilai ada kecenderungan demokrasi lebih sering dikutip di berbagai makalah, media, dan seminar, dibanding Pancasila.
"Orang yang paling sering mengutip kata demokrasi seakan-akan lebih reformis, dan yang sering mengutip Pancasila seakan-akan agak konservatif. Sehingga terdapat kecenderungan lebih kuat secara sistemik penanamannya di masyarakat nilai demokrasi ketimbang nilai Pancasila," ujar Bahtiar kepada wartawan di Jakarta, Minggu (2/6).
Birokrat bergelar doktor itu mengatakan, selama ini ada pandangan yang menyatakan bahwa Pancasila tidak boleh dikultuskan apalagi jadikan “agama”.
Terkait hal itu, dia mengingatkan jangan sampai “demokrasi” juga dikultuskan dan seakan-akan menjadi agama baru bagi masyarakat Indonesia. "Demokrasi pun perlu kita kritisi," cetusnya.
Misalnya “kebebasan” sebagai nilai demokrasi tentunya berbeda dengan “kebebasan” sebagai nilai Pancasila, bahwa kebebasan bukanlah berarti bebas-sebebasnya. “Persamaan” dalam nilai demokrasi bisa berbeda maknanya “persamaan” sebagai nilai Pancasila.
“Keterbukaan” sebagai nilai Pancasila, lanjutnya, bukan berarti kita boleh secara terbuka menghina orang lain sesuka hati kita di ruang publik.
Dia memberi contoh Peraturan Daerah, walau mendapat legitimasi dari rakyat daerah setempat, tetapi tidak boleh mengancam Persatuan Indonesia, sebagai nilai penting sila ketiga Pancasila.
"Dengan demikian, nilai-nilai demokrasi harus disaring untuk selanjutnya diambil saripatinya yang cocok bagi masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia," pesan dia.
Ditegaskan, sebagai bagian dari masyarakat Indonesia, setiap warga negara mestinya bangga memiliki Pancasila.
"Pancasila semestinya menjadi pedoman kita dalam mengelola negara. Pancasila sebagai falsafah, jiwa, nafas dan semangat bernegara dalam setiap membentuk Undang-Undang, termasuk RUU Ormas. Pembentukan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan dan diilhami oleh nilai-nilai Pancasila, bukanlah asal mengadopsi nilai demokrasi semata," ujar pria yang terlibat aktif dalam pembahasan RUU Ormas itu.
Pancasila, lanjutnya, merupakan alat ukur dan pedoman yang memberi arah pembangunan demokrasi Indonesia, bukan sebaliknya. "Demokrasi yang hendak kita bangun adalah demokrasi berdasarkan kelima sila di Pancasila," pungkasnya. (sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kewalahan, LPSK Minta Bantuan KY
Redaktur : Tim Redaksi