jpnn.com, JAKARTA - Penanggulangan penyakit tuberculosis atau TB atau TBC harus berjalan di tengah sibuknya penanganan Covid-19 di Indonesia.
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan (Dirjen P2P Kemenkes) dr. Achmad Yurianto mengatakan jumlah kasus TBC di Indonesia pada 2018 ialah 846 ribu dengan peringkat ketiga tertinggi di dunia setelah Tiongkok dan India.
BACA JUGA: Jawa Tengah Kapan PSBB? Ini Jawaban Pak Ganjar
“Ditambah lagi dengan beban kasus TB Resisten Obat (TBRO) dan TB HIV dan TB anak,” kata Yuri saat rapat kerja secara virtual dengan Komisi IX DPR, Selasa (14/4).
Dia menjelaskan ada sembilan provinsi yang capaian cakupan penemuan kasus TBC di atas rata nasional atau di atas 65 persen yakni Jawa Barat, Gorontalo, DKI Jakarta, Banten, Sulawesi Tenggara, Maluku, Maluku Utara, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Papua.
BACA JUGA: Sedihnya, Keluarga Cleaning Service Rumah Sakit ini Dikucilkan Warga
Yuri menyebut ada 17 provinsi yang memiliki capaian cakupan keberhasilan pengobatan di atas angka nasional atau di atas 87 persen. Yakni, Lampung, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Timur, Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Sulawesi Tengah, Banten, Sulawesi Barat, Jawa Timur, Jambi, Bali, Bangka Belitung, Aceh, Sumatera Barat, Kepulauan Riau, Sulawesi Selatan dan Riau.
“Secara keseluruhan provinsi, kabupaten, kota, harus melakukan upaya-upaya untuk pemenuhan target, baik untuk penemuan maupun keberhasilan pengobatan TBC ini,” jelas Yuri.
Dia menjelaskan upaya penanggulangan TB di Indonesia telah mendapat komitmen politis dari Presiden Jokowi, yang diserukan saat Gerakan Bersama Penanggulangan TBC 29 Januari 2020. Yuri menambahkan saat ini juga tengah disusun peraturan presiden dalam upaya percepatan eliminasi TBC di Inodnesia.
Dia mengatakan dalam mengakselerasi penanggulangan TBC diperlukan kajian multisektoral yang bertujuan me-monitoring dan evaluasi pencapaian dan tantangan.
Hal ini agar segera terwujud langkah kunci memperepat pencapaian. “Masalah TB sampai eliminasinya akan tercapai bila semua sektor berkomitmen dan berperan akif,” kata dia.
Menurut Yuri, protokol layanan TBC pada masa pandemi saat ini sudah disampaikan kepada kepala dinas kesehata di seluruh daerah untuk menjadi panduan dalam melaksanakannya. Pertama, kata Yuri, layanan TBC tidak boleh dihentikan.
“Jika putus obat akan terjadi resisten dan akan menjali penularan,” tegasnya.
Kedua, rencana obat TB dan logistik lainnya termasuk masker dengan berbagai pertimbangan kondisi yang terjadi.
Ketiga, mapping dan penunjukan fasilitas pelayanan kesehatan rujukan TBRO sementara terpisah dengan fasyankes Covid-19 yang ditandatangani kepala dinas kesehatan setempat.
Keempat, mapping dan penunjukan faskes lain untuk layanan laboratorium dalam rangka diagnosis TB yang ditandatangani oleh kadiskes setempat apabila jejaring yang lama perlu dilakukan penyesuaian akibat penanganan Covid-19 di wilayah tersebut.
Kelima, rencana untuk memantau pengawasan minum obat pasien TB menggunakan teknologi digital atau nomor WA, hotline sesuai kemampuan setempat. Keenam, mapping dalam pelibatan komunitas setempat untuk pendampingan pasien.
“Layanan TBC tidak boleh dihentikan. Untuk itu dinas kesehatan kabupaten/kota mengatur dan memantau pemindahan lokasi ke faskes lain yang ditunjuk menjadi jejaring diagnosis dan pengobatan,” katanya. (boy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Boy