jpnn.com, JAKARTA - Penyerapan stimulus yang cepat menjadi kunci bagi Indonesia keluar dari kondisi ekonomi yang berat. Percepatan penyerapan stimulus ini sekaligus akan memicu pertumbuhan ekonomi.
Pengamat ekonomi Universitas Airlangga (Unair) Gigih Prihantono menilai, pertumbuhan ekonomi nasional yang minus 5,32 persen adalah hal yang wajar dan bukan sesuatu yang buruk.
BACA JUGA: Menko Airlangga Optimistis Perekonomian Akan Bangkit di Kuartal Ketiga
Menurutnya, hal ini sudah bisa diprediksi sebelumnya karena keadaan pandemi Covid-19 yang menyebabkan perekonomian menurun.
"Kalau bicara pertumbuhan ekonomi nasional minus 5,32 persen itu masih baik. Kenapa saya bilang baik karena nilai ekspor Indonesia masih baik di angka 12,3 miliar USD," katanya.
BACA JUGA: 5 Berita Terpopuler: Kabar Gembira dari Bu Sri Mulyani, Anies Baswedan Gagal, Pray for Lebanon
Gigih juga menjelaskan, meski pertumbuhan Indonesia minus, tapi tidak ada inflasi karena pemerintah langsung bergerak cepat memberikan berbagai bantuan sosial yang membuat daya beli masyarakat tetap terjaga.
Gigih pun optimis di kuartal selanjutnya, pertumbuhan ekonomi akan tumbuh positif.
BACA JUGA: Ada Bangkai Babi Terapung saat Ganjar Datang
"Saya optimistis di kuartal berikutnya akan tumbuh positif sekitar 1 - 2 persen tapi hal itu tergantung dari pergerakan pemerintah dalam penyerapan stimulus ekonomi kepada pengusaha, terutama stimulus kepada pengusaha mikro (UMKM) yang akan menghidupkan perekonomian masyarakat. Oleh karena itu, pemberian kredit harus dilakukan dengan cepat dan tidak boleh dipersulit," ujarnya.
Senada dengan Gigih, Pakar ekonomi dari Universitas Sumatera Utara (USU) Syafrizal Helmy menilai ketepatan dan kecepatan bansos dan stimulus ekonomi menjadi kunci pemulihan ekonomi nasional.
"Namun yang jelas pemerintah tidak boleh berpikir ke sektor ekonominya saja tapi bagaimana bisa memproduksi vaksin agar masyarakat terbebas dari ancaman Covid-19," imbuhnya
Dia juga menilai perekonomian nasional yang tumbuh minus di tengah pandemi bukan sesuatu yang buruk. Menurutnya, ada yang menjadi indikator bahwa perekonomian Indonesia masih dipercaya pasar.
"Kalau kita lihat IHSG saat ini masih stabil artinya pasar masih percaya kepada perekonomian kita dan mereka juga percaya akan bangkit ekonomi Indonesia secara keseluruhan," katanya.
Sementara itu, peneliti INDEF Berli Martawardaya juga menilai perekonomian yang menurun bukan berarti kehancuran atau kebangkrutan seperti yang terjadi di Yunani beberapa tahun lalu.
Menurutnya, masyarakat tidak perlu panik dengan segala kemungkinan yang terjadi, termasuk resesi. Berli pun optimistis perekonomian Indonesia bisa bangkit jika pemerintah melakukan langkah yang cepat dan tepat.
"Yang perlu dilakukan saat ini adalah pemberian bantuan yang tepat sasaran. Kalau bisa tambah nominal bantuan untuk masyarakat agar daya beli terjaga," ucapnya.
Berli juga meminta pemerintah tidak berpikir untuk sesegera mungkin mengembalikan pertumbuhan ekonomi. Menurutnya yang perlu dilakukan saat ini adalah memberikan perlindungan sosial bagi masyarakat dan menjamin kesehatan mereka.
"Perlindungan sosial artinya memberikan bantuan yang tepat sasaran dan menjamin kesehatan masyarakat yang paling penting karena jangan sampai perekonomian naik tapi jumlah orang yang terpapar Covid-19 makin tinggi. Kalau begitu nantinya turun lagi perekonomian kita," pungkasnya. (flo/jpnn)
Redaktur & Reporter : Natalia