Jangan Sampai Investor Melirik Negara Lain

Minggu, 04 Oktober 2020 – 18:54 WIB
Azis Syamsuddin. Foto: Humas DPR

jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin mengatakan bahwa polemik dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker) khususnya klaster ketenagakerjaan merupakan hal yang biasa di antara Fraksi di DPR.

Ia mengatakan, perbedaan dan perdebatan dalam penyampaian substansi pembahasan RUU merupakan dinamika dari sebuah demokrasi.

BACA JUGA: Wakil Ketua MPR Tolak RUU Cipta Kerja Karena Tak Berpihak pada Rakyat

Menurutnya, perbedaan persepsi antarfraksi, maupun DPR dan pemerintah tidak hanya terjadi di RUU Cipta Kerja saja, tetapi juga pada pembahasan RUU lain di parlemen.

"Perbedaan persepsi dan perdebatan adalah dinamika dari negara demokrasi. Yang terpenting adalah bagaimana dapat memajukan dan menyelesaikan permasalahan bangsa ini," kata Azis, Minggu (4/10).

BACA JUGA: Kapolsek Dramaga Bogor Mendengar Ada yang Teriak Minta Tolong, Riuh, Lihat Fotonya

Azis menjelaskan perubahan pesangon dalam klaster ketenagakerjaan dilandasi dengan kenyataan yang ada di masa pandemi Covid-19 ini.

Menurutnya, para pelaku usaha cukup terpuruk karena adanya Covid-19 yang terjadi di belahan dunia. Banyak pelaku usaha yang menjerit bahkan sampai ada gulung tikar atau bangkrut.

BACA JUGA: Kakek RSJ Berada di Hotel, Korbannya Gadis 13 dan 14 Tahun

Menurutnya, perubahan skala pesangon 19 kali gaji ditambah jaminan kehilangan pekerjaan enam kali yang dilakukan pengelolaannya oleh pemerintah melalui BPJS Ketenagakerjaan, tentu dengan perhitungan dan melihat kondisi pandemi saat ini.

"Tentunya harus melihat dari berbagai sudut pandang yang ada," tegasnya.

Karena itu, politikus Partai Golkar ini berharap para buruh dapat mengerti dan memahami kondisi saat ini. "Jangan sampai pelaku usaha dan investor justru pergi meninggalkan Indonesia dan melirik negara lain," katanya.

Lebih lanjut dia menjelaskan, klaster ketenagakerjaan RUU Ciptaker juga memiliki kemajuan, di mana upah minimun kota atau kabupaten bisa lebih besar dari provinsi yang disesuaikan dengan pertumbuhan ekonomi, inflasi dan koefisiensi produktivitas.

"Kalau pengusaha pergi dan dipersulit di masa pandemi saat ini, maka mereka akan berdampak cukup siginifikan dan berimbas pada minimnya lapangan pekerjaan nantinya," tuntas mantan ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR itu. (boy/jpnn)

Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler