jpnn.com - Merasa kecanduan media sosial—terus memantaunya setiap waktu. Misalnya, saat makan, kerja, bahkan saat bersama orang lain? Apalagi sampai memengaruhi kesehatan mental?
Itu salah satu tanda Anda mesti detoks media sosial.
BACA JUGA: Hati-Hati Terjebak Kosmetik Ilegal di Media Sosial
Di tengah perkembangan teknologi yang pesat dan dinamis, pola komunikasi masyarakat pun ikut berubah. Media sosial telah menjadi salah satu bagian besar dalam perubahan tersebut.
Kini, mencari tahu kabar rekan atau sahabat lama tak lagi sulit—cukup lihat akun media sosialnya dan seketika Anda tahu kegiatannya.
BACA JUGA: Begini Cara Deteksi Legalitas Kosmetik di Media Sosial
Lebih jauh lagi, media sosial bertransformasi menjadi peluang bisnis, tempat mencari pekerjaan, hiburan, bahkan tempat seseorang mengaktualisasi diri.
Fungsi-fungsi media sosial yang disebutkan tadi membuat banyak orang sulit untuk tidak mengecek notifikasi media sosial yang masuk. Bahkan, tak sadar telah kecanduan.
BACA JUGA: Benarkah Media Sosial Lebih Menyakiti Anak Perempuan?
Kecanduan di sini meliputi terus-terusan memantau media sosial; terus mengeceknya saat sedang bersama teman, pasangan, atau orang lain; hal pertama yang dicek setelah bangun tidur; atau sampai menganggap medial sosial lebih “nyata” dari kehidupan nyata.
Bila Anda mengalami tanda-tanda di atas, pertimbangkan untuk melakukan social media detox.
Detoks Media Sosial, Kapan Diperlukan?
Detoks media sosial adalah sebuah upaya secara sadar untuk membatasi penggunaan media sosial selama periode waktu tertentu. Mengapa langkah ini perlu dipertimbangkan?
Pertama, detoks media sosial bisa membantu menjaga kesehatan mental. Hubungan antara sosial media dengan kesehatan mental seseorang telah menjadi hal yang menarik untuk diteliti dan banyak ahli sudah melakukannya.
Hasilnya menunjukkan, pengguna aktif media sosial rentan mengalami gangguan kesehatan jiwa. Misalnya, cemas, kesepian, depresi, hingga gangguan fokus dan konsentrasi.
Lebih banyak akun dan jenis media sosial yang dimiliki, lebih tinggi pula risiko mengalami gangguan psikis di atas.
Hal ini diyakini terjadi karena berjejaring di dunia maya dapat menumbuhkan perasaan harus available dalam 24 jam sehari. Ini untuk merespons pesan, memberi komentar, atau sekadar mengunggah konten di media sosial.
Perasaan tersebut lama-lama akan menjadi pemicu stres dan berpengaruh pada kondisi emosi dan mental seseorang.
Kedua, detoks media sosial bisa meningkatkan kualitas tidur. Berapa banyak di antara Anda yang cek media sosial sebelum tidur?
Begadang karena kelamaan menjelajah akun media sosial gosip atau selebgram favorit?
Ya, salah satu dampak buruk penggunaan media sosial adalah gangguan tidur. Banyak orang yang mengorbankan waktu tidurnya hanya untuk bermain media sosial. Padahal, tidur adalah kebutuhan tubuh dasar manusia.
Kurang tidur dapat menyebabkan berbagai penyakit di kemudian hari. Penelitian menunjukkan, gangguan tidur dapat meningkatkan risiko penyakit jantung, obesitas (kegemukan), dan penyakit metabolik lainnya.
Satu lagi yang juga penting, detoks media sosial bisa mengoptimalkan produktivitas. Sebuah penelitian menunjukkan, rata-rata 60 menit per hari dihabiskan untuk bermain media sosial.
Waktu sebanyak itu sebetulnya bisa dialokasikan untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan.(Klikdokter)
Redaktur & Reporter : Yessy