Jangan Sampai Ridwan Kamil Bernasib seperti Dede Yusuf

Minggu, 19 Maret 2017 – 17:23 WIB
Ridwan Kamil. Foto dok JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Deklarasi dukungan Partai Nasdem kepada Wali Kota Bandung, Ridwan Kamil (RK) maju sebagai calon gubernur Jawa Barat, Minggu (19/3), berpotensi blunder politik bagi masa depan karier politiknya.

Langkah terlalu dini menerima pinangan untuk dicalonkan sebagai calon pada pemilihan gubernur 2018 mendatang menjadi potensi masalah yang tidak sedikit.

BACA JUGA: Dedi Mulyadi Tak Mau Jadi Saingan Ridwan Kamil

Ketua Pusat Studi Politik dan Keamanan (PSPK) Universitas Padjadjaran Muradi mengatakan, ada lima alasan mengapa potensi RK melakukan blunder politik.

Pertama, deklarasi tersebut membuat warga Kota Bandung merasa ditinggalkan. Dengan sisa waktu kurang dari dua tahun, kehadiran RK pada deklarasi tersebut juga mensiratkan ambisi politiknya yang menggebu.

BACA JUGA: Sori Ya, Ridwan Kamil Ogah Jadi Wayang Partai Politik

Secara etika politik, baik bagi RK untuk tetap fokus menuntaskan program kerjanya di Bandung. Meski tetap harus membangun komunikasi dengan partai-partai politik dan relawan dalam kerangka pilgub Jabar 2018.

"Sebab, pascadeklarasi ini juga akan membawa konsekuensi mengganggu konsentrasi RK dalam menjalankan peran dan fungsinya sebagai kepala daerah di Kota Bandung," kata Muradi kepada JPNN.com, Minggu (19/3).

BACA JUGA: Inilah Skenario PDIP untuk Pilkada Jabar

Kedua, lanjut Muradi, deklarasi itu juga secara eksplisit menutup ruang koalisi bersama dalam pengajuan RK sebagai bakal cagub Jabar 2018. Dengan hanya kima kursi di DPRD Jabar, keberadaan Nasdem tentu tidak akan bisa mengajukan sendiri dalam mengusung RK.

"Perlu dukungan dari partai lain," tegasnya.

Dia menambahkan, langkah Nasdem dengan mengambil momentum tersebut akan menbuat partai-partai lain berpikir dua kali untuk ikut dalam gerbong dukungan ke RK. Sementara partai politik lain yang sejak awal ingin mengusung RK juga akan mengambil sikap yang sama. "Situasi ini tentu akan menyandera RK dalam situasi politik yang tidak cukup nyaman," ujar Muradi.

Ketiga, Muradi menambahkan, RK juga berpotensi tersandera oleh politik kepentingan dari Partai Nasdem.

Meski Nasdem menegaskan tetap membuka ruang bagi dukungan bersama untuk RK, tapi sebagai yang pertama kali mengusung dan mendeklarasikan sebagai bakal cagub, partai besutan Surya Paloh itu memilih untuk membangun daya tawar politik kepada partai-partai politik lainnya.

Keempat, pascadeklarasi itu, akan mengubah peta politik di Jabar. Partai politik yang sejak awal menunggu waktu yang tepat kemudian melihat situasi tersebut bukan tidak mungkin akan membangun barisan yang lebih kokoh namun pragmatis.

Misalnya, Partai Golkar dan PDI Perjuangan yang kecil kemungkinannya melakukan koalisi dengan Partai Keadilan Sejahtera, maka hal tersebut dimungkinkan untuk mengusung calon yang dianggap bisa mematahkan posisi politik RK di Jabar.

"Kelima, karena peta berubah maka potensi hasil survei akan mengubah hasil dari yang selama ini beredar dari hasil sejumlah survei di Jabar," jelas dia.

Artinya, dia menambahkan, jika sinisme menguat karena deklarasi yang terlalu dini untuk maju di Jabar, maka posisi RK berpotensi secara bertahap akan goyah juga dan tergeser dari puncak.

Jika situasi ini tidak dikelola dengan baik, maka nasib RK akan sama dengan seperti Dede Yusuf pada pilgub 2013, yang mana secara sistematis tergeser terjun bebas, dan kalah.

"Padahal Dede yusuf sejak awal selalu memuncaki hasil survei," kata dia. (boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... NasDem Sudah Pasti Dukung Emil, PDIP Masih Jual Mahal


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler