Jangan Sampai RUU Pengawasan Obat dan Makanan tak Jelas Nasibnya

Selasa, 16 April 2019 – 00:05 WIB
Kepala BPOM Penny Lukito. Foto: Diah Saraswati/Bali Express

jpnn.com, JAKARTA - Muncul desakan agar DPR RI bisa menuntaskan pembahasan rancangan undang-undang (RUU) tentang Pengawasan Obat dan Makanan serta Pemanfaatan Obat Asli Indonesia, sebelum masa jabatan berakhir. RUU ini sudah masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas). Aturan ini gadang-gadang bisa memberikan taji bagi Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Permasalahan obat palsu, makanan kadaluarsa, atau produk pangan tanpa ijin edar menjadi masalah yang kerap ditemui. Meski BPOM rutin melakukan penggeledahan, seolah obat dan makanan ilegal dan tak layak itu masih saja ada.

BACA JUGA: YAICI Minta BPOM Tingkatkan Pengawasan Susu Kental Manis

”Adanya RUU pengawasan obat dan makanan nantinya memberikan perlindungan kepada masyarakat,” tutur Kepala BPOM Penny Lukito.

Keberadan UU Pengawasan Obat dan Makanan itu nantinya ditujukan untuk menjamin standar dan persyaratan obat dan makanan yang beredar. Sehingga melindungi masyarakat dari penggunaan obat dan makanan yang tidak memenuhi standar dan persyaratan. Harapannya tidak ada penyalahgunaan obat dan makanan serta memberikan kepastian hukum.

BACA JUGA: Lewat Gadget, Konsumen Bisa Awasi Obat dan Makanan Ilegal

BPOM sudah memiliki penyidik pegawai negeri sipil (PPNS). Namun kewenangannya masih belum jelas. ”Jika difinalkan maka PPNS penindakan BPOM memiliki wewenang,” kata Penny.

Dia menyatakan bahwa pengawasan obat dan makanan merupakan tanggung jawab bersama yang bersifat strategis. Dampak dari adanya penagwasan ini langsung berpengaruh pada ketahanan nasional.

BACA JUGA: Kepala BPOM Beber Pencapaian Kinerja 2018

”Hal ini menunjukkan bahwa pengawasan obat dan makanan merupakan hal yang multisektor dan multilevel pemerintahan,” ujarnya.

Urgensi RUU Pengawasan Obat dan Makanan ini dibagi menjadi tiga. Pertama pengembangan pembinaan dan fasilitasi industri obat dan makanan dalam rangka peningkatan daya saing. Kedua, peningkatan efektivitas dan penguatan pengawasan obat dan makanan melalui penguatan kewenangan BPOM dalam pengawasan obat dan makanan yang full spectrum.

BACA JUGA: Yandri: Tak Ada yang Salah dengan Ustaz Abdul Somad, Sana Lebih Parah

Sedangkan yang ketiga adalah perkuatan fungsi penegakan hukum untuk kejahatan di bidang obat dan makanan.

RUU ini juga akan memperkuat UU Pangan nomo 18/2012 tentang makanan olahan. Makanan yang beredar di pasar dapat terjamin keamanan, mutu, dan gizinya.

Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi juga mendesak agar RUU Pengawasan Obat dan Makanan serta Pemanfaatan Obat Asli Indonesia disahkan tahun ini. Jika tidak maka pengesahan bisa lebih lama lagi. Bahkan RUU usulan DPR RI ini bisa hilang dari pembahasan jika sudah ganti anggota legislatif.

”Sekarang lemah pengawasannya. Tidak optimal,” ujarnya. Hal itu dikarenakan ada kendala institusional yang dialami BPOM. Tulus menilai bahwa BPOM tidak memiliki banyak kewenangan dalam pengawasan obat dan makanan. ”Lewat RUU itu aka nada penguatan peran BPOM,” imbuhnya. (lyn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kepala BPOM: Hanya 7 Negara OKI Mampu Produksi Vaksin


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler