Jangan Tambah Lagi! Cukup 12 Nyawa Bocah Melayang

Sabtu, 28 November 2015 – 08:19 WIB
Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim melakukan aksi, Jumat (27/11). Foto: Kaltim Pos/JPG

jpnn.com - SAMARINDA – Lubang-lubang menganga bekas tambang batu bara di Samarinda telah merenggut 12 nyawa bocah. Anehnya, meski sudah belasan nyawa jadi korban, pemerintah tak kunjung bergerak menutup lubang maut di sekitar Kota Tepian itu.

Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim melakukan aksi, Jumat (27/11). Dalam aksinya, puluhan orang melakukan long march dari depan Universitas Mulawarman (Unmul) menuju Balai Kota Samarinda. Tak sekadar berjalan kaki. Mereka juga memanggul 12 keranda sebagai simbol jumlah nyawa yang melayang di lubang tambang.

BACA JUGA: Kerahkan 1.000 Warga Desa Adat untuk Mencari si Ujang

Mereka juga meminta sumbangan dari masyarakat yang uangnya akan digunakan menutup lubang tambang. Ironisnya, pada aksi kemarin, tak ada pejabat di balai kota yang menemui peserta aksi.

Dinamisator Jatam Kaltim Merah Johansyah mengatakan, aksi seribu rupiah dari masyarakat ini hanya sindiran kepada pemerintah yang selama ini selalu mengeluh.

BACA JUGA: Pohon Tumbang, Dinas Terkait Lambat Bergerak

“Mereka selama ini mengeluh uang jaminan reklamasi sebesar Rp 60 miliar yang disebut wali kota Samarinda sebelumnya tak cukup,” ungkapnya usai aksi. Merah menyebut, seberapa pun dana yang ada tidak bakal cukup untuk mengembalikan lahan ke kondisi semula. Sebab ini menyangkut ekosistem.

Menurut Jatam, alasan dana tak cukup hanya omong kosong. Paling tidak, jika Rp 60 miliar tak cukup untuk menutup semua lubang, bisa dipakai untuk menutup separuh. “Paling tidak ada tindakan dari pemerintah untuk mencegah nyawa ke-13 melayang,” tuturnya. Paling tidak, ujarnya lagi, lubang yang jaraknya hanya 500 meter dari permukiman diprioritaskan ditutup. 

BACA JUGA: Seleksi Pemilihan Putri Indonesia di NTB tak Ada yang Daftar

Jatam menduga ada aroma korupsi dalam masalah ini. “Enggak pernah dibeber, Rp 60 miliar itu dari perusahaan mana? Disimpan di mana?  Bunganya  sekarang berapa?” kata Merah. Pemerintah terkesan enggan menggunakan uang tersebut.

Merah melanjutkan, itu jadi pertanyaan besar. Menurut Merah, hal ini jadi pekerjaan sederhana untuk penjabat (Pj) wali kota Samarinda Meliana. Bahas masalah ini, kemudian koordinasi dengan pihak terkait menurut Merah cukup sederhana. “Kami harap ini aksi kami yang terakhir, jangan sampai ada aksi pada lain waktu kami membawa keranda ke-13,” jelasnya.

Sementara itu, Ketua Komnas HAM Nur Kholis yang bertandang ke Samarinda sehari sebelumnya mengaku prihatin dengan banyaknya korban tewas akibat lubang tambang. Bahkan, dengan lantang dia menyebut Kota Tepian sebagai kota jahat karena membiarkan lubang tambang terbuka sehingga membuat terus menerus jatuh korban. “Jahat sekali pemerintah jika terus membiarkan peristiwa seperti ini berulang kali terjadi,” tegas Kholis.

Ia datang bersama tim dari Komnas HAM untuk melakukan Rencana Aksi Nasional (RAN) Bisnis dan HAM di Kaltim. Namun, di tengah diskusi, 12 keluarga korban lubang tambang dan sejumlah korban pelanggaran HAM di Kaltim angkat bicara soal minimnya keseriusan aparat penegak hukum, perusahaan pertambangan, dan pemerintah dalam meneggakkan keadilan. Termasuk mereklamasi lubang tambang yang hingga saat ini masih menganga dan mengancam korban-korban selanjutnya.

“Sudah jadi rahasia umum negara ini kalah kuasa dibanding korporasi, apalagi dalam penentuan kebijakan,” ujar alumnus Universitas Brawijaya Malang itu.

Dia mengaku Komnas HAM memiliki kewenangan terbatas. Hanya sekadar memberikan rekomendasi kepada pemerintah dan aparat penegak hukum. “Kewenangan penindakan ada di kepolisian, pengawasan ada di DPRD. Mestinya mereka semua duduk satu meja untuk menyelesaikan masalah ini, termasuk memastikan jaminan reklamasi segera digunakan untuk menutup lubang tambang,” ujarnya.  (*/fch*/him/far/sam/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Waduh! Ribuan Buruh Maspion Bakal Dipensiunkan Dini


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler