Jangan Tertipu Iming-Iming Kampus Asing

Kemendikbud Tertibkan Kampus dengan Nama Asing

Selasa, 19 Februari 2013 – 06:43 WIB
JAKARTA - Pengesahan Undang-Undang 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi (Dikti) menjadi tanda dibukanya keran ekspansi kampus asing ke Indonesia.

Sampai saat ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) belum pernah mengeluarkan izin pendirikan kampus asing. Masyarakat diminta tidak tertipu iming-iming kampus asing.

Keberadaan kampus asing diatur dalam pasal 90 UU Dikti. Dalam aturan tersebut, kampus asing disebut dengan istilah penyelenggaraan pendidikan tinggi oleh lembaga negara lain.

Dalam aturan tersebut, kampus asing yang ingin membuka kelas di Indonesia wajib memenuhi persyaratan tertentu. Diantaranya adalah, sudah terakreditasi atau diakui di negara asalnya dan mengutamakan dosen serta tenaga kependidikan warga negara Indonesia.

Direktur Kelembagaan dan Kerja Sama Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) Kemendikbud Achmad Jazidie kemarin mengatakan, pihaknya sama sekali belum pernah mengeluarkan rekomendasi atau izin operasional kampus asing di Indonesia.

"Undang-undangnya baru disahkan, petunjuk teknis dalam bentuk PP (peraturan pemerintah, red) atau peraturan menteri juga belum ada," kata guru besar ITS Surabaya itu.

Jazidie menghimbau masyarakat tidak terpancing atau tertipu iming-iming kuliah di kampus asing yang telah membuka cabang di Indonesia. Dia memastikan iming-iming itu adalah masuk kategori penipuan.

Kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Jogjakarta, dan Surabaya menjadi sasaran empuk promosi keberadaan kampus asing. Dia meminta masyarakat melaporkan ke Kemendikbud jika di lapangan sudah ada promosi kampus asing yang menjalankan program pendidikan di Indonesia.

Menurut Jazidie, persyarakat atau kewajiban yang harus dipenuhi perguruan tinggi asing untuk mendirikan kampus di Indonesia tidak gampang. "Diantaranya yang utama adalah tidak boleh berdiri sendiri. Harus bekerja sama dengan PTN atau PTS Indonesia," kata dia. Itu pun bentuk kerja samanya juga harus mendapatkan izin dari pemerintah.

Jazidie menegaskan jika pendirikan kampus asing di Indonesia tidak boleh didasari muatan bisnis. Untuk itu, pemerintah memiliki usulan supaya biaya operasional kampus asing bisa ditekan. Yakni mengutamakan mempekerjakan dosen dan karyawan warga negara Indonesia. Menurut Jazidie, saat ini belum ada permohonan izin perguruan tinggi asing yang masuk ke pihaknya.

Jazidie juga mengatakan, saat ini banyak PTS lokal yang menggunakan nama dengan bahasa asing sehingga seolah-olah itu adalah kampus luar negeri. "Jika mereka berizin, saya pastikan itu adalah kampus swasta lokal," kata dia. Jazidie mengatakan pihaknya akan menertibkan kampus-kampus yang menggunakan istilah asing. Tujuannya supaya masyarakat umum tidak tertipu.

Terbukanya peluang eksodus kampus-kampus asing di Indonesia ini juga menuai respon dari Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi). Sekretaris Aptisi Suyatno menuturkan, pihaknya mendukung kebijakan pemerintah yang mewajibkan ketentuan commercial presence atau kehadiran fisik untuk kampus asing.

"Keberadaan kampus asing ini jangan sampai meminggirkan PTS lokal. Kami para PTS lokal harus senantiasa meningkatkan kualitas," ujar rektor Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (Uhamka) itu.

Suyatno berharap kontrol pemerintah terhadap pendirikan kampus asing ini tidak kendur. Selain itu dia juga meminta Kemendikbud tidak royal dalam mengeluarkan izin operasional kampus asing.

"Penetapan daerah operasional, jenis perguruan tinggi dan program studinya harus dipertimbangkan dengan matang," tandasnya. Contohnya di DKI Jakarta dan sekitarnya sudah sesak dengan keberadaan kampus, sehingga lebih baik di luar DKI Jakarta. (wan)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Klaim Kurikulum 2013 Sudah Sesuai Logika

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler