Apalagi, jika hal itu dilakukan hanya karena mengikuti rumor tentang cucu Wapres Boediono yang keberatan membawa banyak buku. Atau karena pendapat-pendapat Boediono mengenai kurikulum yang disampaikan di media massa.
"Saya melihat dalam rencana prubahan kurikulum ini intervensi politik sangat kental. Ini akan mengulangi keputusan UN. Saat ini akan diintervensi lagi terkait kurikulum. Ini berdasarkan intuisi Boediono saja. Intervensi politiknya sangat tinggi. Intervensi wapres," kata Bambang di kantor ICW, Jakarta, Rabu (5/12).
Dugaan adanya politisasi kurikulum ini, tutur Bambang, terlihat dari kedekatan pihak-pihak yang dilibatkan dalam perubahan kurikulum, dengan Boediono. Tak hanya itu, Kepala Pusat Kurikulum dan Perbukuan Balitbang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mendadak dicopot menjelang rencana perubahan kurikulum.
Pencopotan Kapuskurbuk tersebut dinilai Bambang aneh, karena saat itu Kementerian Pendidikan juga tengah melakukan uji publik soal perlu atau tidaknya perubahan kurikulum.
"Saya sangat menyayangkan pendidikan jadi ajang intervensi politik. Jangan sampai jadi kurikulum celaka 13. Belum dijalankan KTSP sudah mau diganti. Ini pemborosan besar-besaran," pungkasnya.
Seperti diketahui awal ide perubahan kurikulum besar-besar ini diduga berawal dari rumor yang menyebut Wapres Boediono mengeluh dalam tulisannya di sebuah surat kabar nasional bahwa tas cucunya berat karena harus membawa banyak buku saat pergi ke sekolah.
Oleh karena itu, Boediono berharap kurikulum baru dapat menimalkan hal tersebut. Terutama untuk sekolah dasar. Hal ini pun langsung mendapat sorotan publik dan pemerhati pendidikan Indonesia. (flo/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sebelum Ditutup Paksa, PTN Diminta Bubarkan Kelas Jauh Sendiri
Redaktur : Tim Redaksi