JAKARTA - Puluhan masyarakat Kaimana, Papua Barat, menuntut Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengubah penetapan pembagian jatah kursi untuk Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) kabupaten Kaimana.
Karena menurut perwakilan masyarakat, Yehadi Alhamid, pembagian yang diberlakukan sangat merugikan keterwakilan masyarakat penduduk asli.
"Seperti contoh untuk daerah pemilihan Distrik Arguni Atas, Arguni Bawah dan Kambarauw, dulunya 5 kursi, tapi sekarang hanya dijatah 3 kursi," ujar Yehadi Alhamid saat ditemui di Gedung KPU, Jakarta, Kamis (18/4).
Selain itu untuk satu dapil lain yang terdiri dari Distrik Yamor, Teluk Etna, dan Buruway kini hanya dijatah 4 kursi dari sebelumnya 5 kursi. Sementara untuk dapil Kota Kaimana, bertambah dari yang sebelumnya 10 menjadi 13 kursi.
Menurut Yehadi, berkurangnya keterwakilan penduduk lokal karena masyarakat di kota mayoritas warga pendatang. "Menurut Undang-Undang Nomor 8 tahun 2012, pembagian dapil itu harus melalui uji publik. Tapi ini tidak ada, langsung diputuskan begitu saja dan tidak memertimbangkan kultur budaya," katanya.
Karena itu atas kondisi ini, masyarakat Kaimana menurut Yehadi, menuntut KPU segera mengubah penetapan secepatnya, mengingat masa pendaftaran Bakal Calon Legislatif (Bacaleg) telah dimulai sejak 9 hingga 22 April 2013.
Mereka menuntut KPU menambah alokasi kursi di kedua dapil tersebut minimal masing-masing 4 kursi atau kembali ke pembagian seperti pemilu yang sebelumnya.
"Kami sadar dalam hal ini yang paling bertanggungjawab KPU Kaimana. Karena mereka yang paling mengetahui kondisi disana dibanding KPU Pusat. Karena itu kami menuntut agar mereka diberhentikan. karena kuat dugaan telah melakukan pelanggaran kode etik atas penetapan dapil, demi kepentingan politik tertentu," katanya.
Selain mendatangi KPU pusat, Yehadi memastikan perwakilan masyarakat Kaimana juga telah melayangkan surat permohonan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).(gir/jpnn)
Karena menurut perwakilan masyarakat, Yehadi Alhamid, pembagian yang diberlakukan sangat merugikan keterwakilan masyarakat penduduk asli.
"Seperti contoh untuk daerah pemilihan Distrik Arguni Atas, Arguni Bawah dan Kambarauw, dulunya 5 kursi, tapi sekarang hanya dijatah 3 kursi," ujar Yehadi Alhamid saat ditemui di Gedung KPU, Jakarta, Kamis (18/4).
Selain itu untuk satu dapil lain yang terdiri dari Distrik Yamor, Teluk Etna, dan Buruway kini hanya dijatah 4 kursi dari sebelumnya 5 kursi. Sementara untuk dapil Kota Kaimana, bertambah dari yang sebelumnya 10 menjadi 13 kursi.
Menurut Yehadi, berkurangnya keterwakilan penduduk lokal karena masyarakat di kota mayoritas warga pendatang. "Menurut Undang-Undang Nomor 8 tahun 2012, pembagian dapil itu harus melalui uji publik. Tapi ini tidak ada, langsung diputuskan begitu saja dan tidak memertimbangkan kultur budaya," katanya.
Karena itu atas kondisi ini, masyarakat Kaimana menurut Yehadi, menuntut KPU segera mengubah penetapan secepatnya, mengingat masa pendaftaran Bakal Calon Legislatif (Bacaleg) telah dimulai sejak 9 hingga 22 April 2013.
Mereka menuntut KPU menambah alokasi kursi di kedua dapil tersebut minimal masing-masing 4 kursi atau kembali ke pembagian seperti pemilu yang sebelumnya.
"Kami sadar dalam hal ini yang paling bertanggungjawab KPU Kaimana. Karena mereka yang paling mengetahui kondisi disana dibanding KPU Pusat. Karena itu kami menuntut agar mereka diberhentikan. karena kuat dugaan telah melakukan pelanggaran kode etik atas penetapan dapil, demi kepentingan politik tertentu," katanya.
Selain mendatangi KPU pusat, Yehadi memastikan perwakilan masyarakat Kaimana juga telah melayangkan surat permohonan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).(gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Yusril Nilai Pilkada Kota Gorontalo Cacat Hukum
Redaktur : Tim Redaksi