jpnn.com - LAUNCHING Semarang Great Sale dan Night Carnival 2016 di Balairung, Gedung Sapta Pesona itu juga disampaikan keseriusan untuk percepatan Badan Otorita Pariwisata (BOP) Borobudur. Menpar Arief Yahya ingin memberikan pemahaman yang sama kepada seluruh insan di Jawa Tengah, soal gambar besar destinasi kelas dunia, Borobudur itu.
Ini sekaligus merespons keseriusan Gubernur Ganjar Pranowo, yang makin rajin mendorong events internasional yang dilangsungkan di heritage UNESCO yang pernah tercatat sebagai warisan sejarah dan satu dari tujuh keajaiban dunia itu. “Benchmarkingnya dengan Angkorwat Kamboja, yang setiap tahun dikunjungi 2.350.000 wisatawan mancanegara. Borobudur hanya 254.082 wisman. Kita kalah dari Angkorwat,” jelas Arief Yahya.
BACA JUGA: Kalau Mau Maju, Gubernur Ganteng Harus Ingat Pesan Menpar Ini
Padahal, dilihat dari sudut manapun, Borobudur lebih unggul. Lebih tua, lebih besar, lebih sulit cara membuatnya, lebih dihormati sebagai heritage site. Sama-sama sudah tercatat di UNESCO –Badan PBB yang menangani soal pendidikan dan kebudayaan-- sebagai kompleks candi yang menyimpan banyak cerita sejarah.
“Mereka single manajemen, oleh APSARA National Authority. Sedangkan Borobudur ditangani oleh banyak CEO, ada Dikbud di Zone 1, ada BUMN dan PT Taman Candi di Zone 2, dan Pemkab di Zone 3,” kata dia.
BACA JUGA: Restorasi Kota Tua Semarang, Gandeng Group Paradores Spanyol
Bisa dibayangkan, sebuah perusahaan dipimpin oleh 4 CEO, yang satu dengan lainnya tidak connect. Ada batas wilayah pengelolaan yang membuat manajemen tidak bisa lincah.
“Malaysia juga punya Heritage Site di Kompleks Georgetown (Penang), ada gereja yang dibangun abad 19, candi dan masjid, juga masih kalah. Mereka sudah dikunjungi 720.000 wisman. Mereka dikelola dengan single management, yakni State Government. Intinya, kalau materi objek wisatanya lebih bagus, sedang pengunjungnya lebih sedikit, maka pasti ada yang salah secara fundamental di pengelolaan internal kita,” jelasnya.
BACA JUGA: Shopping-Kuliner, Capai 45 Persen dari Cultural Tourism
Badan Otorita akan membuat semua zone terintegrasi dengan baik. Memang, setelah dicek dan cari lagi, tidak menemukan lahan 5000 hektar yang direncanakan sebagai pengungkit amenitas Borobudur. Maka Menpar Arief pun menemukan solusi baru, bahwa KEK Pariwisata Borobudur bisa single management, multi cluster. Berada di banyak tempat yang berbeda, tidak menyatu, tetapi kesemua cluster itu tetap dimasukkan dalam satu masterplan KEK.
Cluster itu terdiri dari banyak tempat, dan banyak tema. Ada China Town, dan ada banyak cluster yang lain, yang bisa menutup kekurangan amenitas yang dibutuhkan sebuah kawasan pariwisata.
“Mereka juga akan mendapatkan insentif yang sama dengan fasilitas KEK, seperti keringanan pajak. Selama proses konstruksi tidak dikenai pajak. Lalu boleh menjual property kepada orang asing. Infrastruktur masuk menuju ke kawasan cluster tersebut. Akan ada banyak kemudahan untuk mendorong industri bergerak lebih cepat, lebih lincah, dan syarat 3A dalam pengembangan destinasi itu berjalan dengan baik,” ungkapnya.
Ada yang membuat “terbelalak” Gubernur Ganjar Pranowo dan Walikota Hendi Hendrar Prihadi, saat Menpar Arief Yahya menawarkan paket kredit “super ringan” kepemilikan homestay dan kredit kepemilikan toilet bersih. Terutama di destinasi wisata, atau akses menuju ke kawasan wisata yang selama sulit mendapati tempat buang air. “Hampir semua toilet yang dikelola Pemda, hampir pasti bau tidak sedap, jorok, dan mushalanya apek,” kata Arief Yahya.
Ada formulasi yang bagus untuk dikembangkan di Jawa Tengah. Menpar memberi opsi jatah 5.000 homestay dan 5.000 toilet bersih di Jawa Tengah. “Syarat homestay sangat mudah, total kredit Rp 150 juta, uang muka 1 persen atau Rp 1,5 juta, cicilan selama 20 tahun fix (tidak berubah-ubah), bunga 5 persen atau nilai cicilan tidak lebih dari Rp 800 ribu. Arsitektur-nya menggunakan gaya arsitektur nusantara, disesuaikan dengan desain rumah adat masing-masing,” ungkap dia, yang hampir pasti diserbu masyarakat.
Hal yang sama juga untuk usaha toilet bersih. Toilet yang standar, yang dikelola oleh UMKM, yang berada di kawasan pariwisata. Fasilitas toiletnya harus standar, bersih, tidak jorok dan wangi. “Saya sudah menghitung, jika sekali orang masuk Rp 2.000, maka satu tahun saja sudah bisa nutup. Ini menguntungkan masyarakat, menguntungkan UMKM, menguntung pariwisata, menguntungkan costumer atau pengguna,” kata dia.
Arief Yahya sudah membicarakan skema ini ke Menteri PU PR dan Presiden Joko Widodo. Mereka setuju dengan pola ini, karena bisa menjadi terobosan yang terasa dampaknya buat masyarakat. Distribusi perumahan untuk rakyat juga mencapai target. “Semua harus menggunakan pendekatan bisnis. Dengan begitu kita akan mengajarkan kepada masyarakat bagaimana mengelola homestay, teknis perawatan, standart menerima dan menjamu tamu, dan sebagainya,” kata dia.
Tidak harus berada di objek Borobudur, tetapi bisa disebar ke banyak destinasi lain, agar semua pihak merasakan dampak ekonomisnya. Juga destinasi lain, selain Borobudur juga tetap nyaman dikunjungi karena homestay-nya standar, dan toilet bersihnya juga standar.
“Saya setujui, usulan Pak Gubernur Jateng, untuk membangun destinasi Semarang-Karimunjawa, Solo-Sangiran, Jogja-Borobudur, dan Dieng. Kita akan kembangkan, karena itu kami minga critical success factor, yang jika problem itu diselesaikan, akan menuntaskan banyak persoalan yang membelit di belakangnya,” jelas dia.
Semarang Great Sale 2016 dan Night Carnival 2016 ini juga bisa dijadikan ajang untuk memperkenalkan objek-objek wisata di Semarang lainnya, selain mal, pusat jajanan dan pusat perbelanjaan. Tetapi bisa juga mempromosikan Kota Lama, Lawang Sewu, SamPoo Kong, Pantai Marina, Simpang Lima, Masjid Agung Jawa Tengah, dan lainnya. Tahun 2016 ini ditargetkan terjadi transaksi sebesar Rp 150 M, naik dari tahun lalu yang hanya menembus Rp 125 M saja.(dkk/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Triwulan I, Arus Barang Pelabuhan Tanjung Perak Meningkat
Redaktur : Tim Redaksi