Jawa Tengah Ingin Terapkan Metode Penanganan Stunting Tim RSCM di Pandeglang

Kamis, 03 Oktober 2019 – 13:22 WIB
Sosialisasi Inovasi Intervensi Aksi Cegah Stunting terus dilakukan. Foto dok pribadi

jpnn.com, JAWA TENGAH - Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT) di bawah Koordinasi Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) terus melakukan sosialisasi inovasi intervensi Aksi Cegah Stunting.

Kegiatan ini dihadiri oleh pemerintah propinsi, dinas terkait, perwakilan 17 Kabupaten serta Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo.

BACA JUGA: Cegah Stunting, Wakil Bupati Minta Desa Siapkan Anggaran

Dalam sosialisasi ini, dipaparkan hasil pilot project Aksi Cegah Stunting kerjasama Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT), Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi dengan Tim Dokter Spesialis Anak RSUPN Cipto Mangunkusumo.

Di bawah koordinasi Kemenko PMK, program uji coba yang dilakukan di sebuah desa dengan prevalensi stunting tinggi di Kabupaten Pandeglang, Banten ini berhasil menunjukkan penurunan prevalensi stunting sebesar 8,4% dalam 6 (enam) bulan dari 41,5% menjadi 33,1% atau mencapai 4,3 kali lipat dari target tahunan WHO2.

BACA JUGA: Lewat Ganbest 2019, Kemenkominfo Ajak Generasi Milenial Cegah Stunting

Meida Octarina, Asisten Deputi Bidang Ketahanan Gizi, Kesehatan Ibu dan Anak, dan Kesehatan Lingkungan Kemenko PMK menyampaikan, upaya percepatan dalam pencegahan stunting adalah agenda besar pemerintah ke depan dan menjadi salah satu prioritas Presiden dalam mendorong pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas.

"Melalui sosialisasi ini kami ingin menekankan bahwa model kerjasama multipihak seperti yang dilakukan di Pandeglang dengan hasil yang menggembirakan ini patut menjadi acuan dan stimulan bagi pemangku kepentingan di masing-masing daerah untuk menata kembali strategi dalam pencegahan stunting secara efektif," katanya.

Sebelumnya, sosialisasi ‘Aksi Cegah Stunting’ telah dilaksanakan di Jawa Timur. Di Jawa Tengah, sosialisasi juga membahas rencana replikasi dan komitmen dari masing-masing kepala daerah dan dinas terkait, termasuk dalam pemanfaatan APBD dan Dana Desa secara efektif dalam penanganan stunting di masing-masing daerah.

“Dalam 5 tahun ke depan pemerintah telah menganggarkan Dana Desa sebesar 400 Triliyun. Dari anggaran ini, seharusnya setiap desa dapat mengalokasikan dana yang cukup untuk upaya pencegahan stunting secara strategis dan tepat sasaran, terutama untuk program intervensi gizi spesifik," ujar Samsul Widodo, Direktur Jenderal Pembangunan Daerah Tertinggal, Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi.

Aksi Cegah Stunting juga berkoordinasi dengan Tim Percepatan Pencegahan Anak Kerdil (TP2AK) di bawah koordinasi Sekretariat Wakil Presiden RI dan mendapatkan dukungan penuh.

Prof. Dr Damayanti Rusli Sjarif Dokter Spesialis Anak Penyakit Metabolik menjelaskan bahwa stunting mengakibatkan penurunan kualitas kesehatan dan intelegensi yang sulit diperbaiki jika anak sudah melewati usia dua tahun. 

“Stunting terjadi karena kurangnya asupan nutrisi yang adekuat. Untuk itu, salah satu kunci dari pencegahan stunting adalah untuk memantau berat badan dan tinggi badan anak dan memenuhi kebutuhan gizi dalam masa 1000 Hari Pertama Kehidupan mereka yaitu dari masa kehamilan hingga anak berusia dua tahun," jelasnya.

Dalam pilot project di Pandeglang, dilakukan pendekatan melalui intervensi gizi spesifik yang berfokus pada pemantauan berat badan dan tinggi badan balita secara teratur di posyandu dan konseling nutrisi, pelatihan tenaga kesehatan, perbaikan sistem rujukan, hingga pemenuhan kebutuhan protein hewani seperti telur, ikan, ayam dan susu.

Sistem rujukan berjenjang perlu dilakukan apabila ditemukan gangguan pertumbuhan atau weight faltering. Pertama-tama, tinggi badan (TB), berat badan (BB) diukur dan disesuaikan dengan grafik tumbuh kembang sesuai usia di Posyandu oleh Bidan Desa dan Kader. Apabila ditemukan kejanggalan, akan dirujuk ke Puskesmas untuk penentuan status gizi oleh Dokter Umum, Bidan Desa, dan Tenaga Gizi.

"Selanjutnya, akan dilakukan evaluasi penyebab stunting, diagnosis penyakit penyerta, dan apabila diperlukan pasien akan disertai dengan preskripsi Pangan Olahan untuk Keperluan Medis Khusus (PKMK) oleh Dokter Spesialis Anak di RSUD. PKMK kini sudah dapat ditanggung pembiayaannya oleh pemerintah dan diatur dalam Permenkes, sehingga meringankan beban pasien yang membutuhkan.”, jelas Prof. Damayanti.

Menyikapi paparan Aksi Cegah Stunting, Ganjar Pranowo menyatakan komitmennya untuk mendorong replikasi intervensi gizi spesifik di daerahnya.

“Tidak perlu banyak berdiskusi, kita harus langsung bergerak melaksanakan inisiatif ini dengan segera. Melihat pentingnya masa kehamilan sebagai cikal bakal masalah stunting, saya mengarahkan agar dinas terkait, tenaga kesehatan dan pemda segera mendata jumlah ibu hamil yang bermasalah dan menyediakan intevensi gizi dan dukungan medis sesuai yang dibutuhkan agar 550.000 ibu hamil di Jawa Tengah dapat melahirkan anak yang sehat dan memberikan ASI Eksklusif," tegas Ganjar.

Tidak hanya kesehatan ibu, kesehatan anak dan status gizinya juga harus terus terpantau secara seksama sesuai dengan pendekatan intervensi gizi spesifik Aksi Cegah Stunting.(chi/jpnn)


Redaktur & Reporter : Yessy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler