Jejak Santoso Makin Dekat

Densus Dikritik Tembak Orang Habis Salat Subuh

Minggu, 04 November 2012 – 06:18 WIB
JAKARTA--- Perburuan Densus 88 terhadap kelompok teroris jaringan Santoso di Poso terus berlanjut. Kemarin pagi, mereka melakukan penangkapan di kawasan Kayamaya, Poso Kota.

”Satu orang tewas tertembak,” ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri Brigjen Boy Rafli Amar kemarin (03/11).

Mantan anggota Satgas Bom itu menyebut terduga yang ditangkap bernama Ustad Yasin. ”Tentu penyidik punya bukti permulaan yang cukup untuk memeriksa yang bersangkutan,” katanya.

Turut meninggal dalam penangkapan itu seseorang bernama Khalid yang berprofesi sebagai PNS Dinas Kehutanan. ”Yang bersangkutan adalah polisi hutan. Diduga ikut terlibat dalam kelompok yang melakukan latihan di Gunung Biru dan hutan Tamanjeka,”katanya.

Mengapa harus ditembak ? Menurut Boy, polisi yang menyergap mendapatkan perlawanan. ”Anggota di lapangan dilempari bom pipa,” katanya.  Dua orang itu memang menjadi TO (target operasi) Densus 88 Polri. ”Mereka mata rantai untuk sampai ke pimpinannya, Santoso,” kata Boy.

Tim anti teror memang menganalisis Santoso adalah orang yang paling bertanggungjawab dengan situasi keamanan Poso yang kritis. Santoso yang disebut-sebut sebagai qo’id (pimpinan) laskar mujahidin Indonesia Timur  itu diduga kuat bersembunyi di perkotaan Poso.

Namun, ada fakta lain yang mengiringi penangkapan itu. Koordinator Indonesian Crime Analyst Forum  Musthofa Nahrawardaya  mendapatkan informasi langsung dari Poso bahwa Kholid yang ditembak tidak melawan.

”Dia baru pulang dari salat subuh berjamaah di masjid. Tiba-tiba ditembak mati oleh Densus,” kata Mustofa. Hal ini sudah dikonfirmasikan ke keluarga Kholid. ”Tadi sempat ada kericuhan karena keluarga tersinggung. Akhirnya Densus mengembalikan jenazah ke keluarga,” katanya.

Langkah-langkah semacam itu menurut Mustofa hanya akan menambah kebencian terhadap Densus 88. ”Akibatnya, terorisme tidak akan selesai. Sebaliknya, muncul benih-benih permusuhan baru pada polisi yang terkesan menzalimi umat Islam, katanya.

Mustofa yang juga salah satu pengurus PP Muhammadiyah itu juga menyebutkan berbagai kasus salah tangkap yang dilakukan Densus 88 semakin memperumit situasi. ”Yang di Jakarta, ada tiga orang tak bersalah ikut diciduk. Bagaimana kita bisa menyebut Densus profesional,” katanya.

Tiga orang yang dimaksud Mustofa adalah Davit Ashari, Herman Setyono, dan Sunarto Sofyan. Ketiganya ikut dibekuk pekan lalu karena diduga ikut dalam jaringan teroris Hasmi (harakah suni untuk masyarakat Indonesia).    

Keluarga mereka memprotes keras Densus 88 dan menganggap mereka hanya dijebak oleh seorang bernama Basir (JP 31/10). Rupanya, hal itu benar. Ketiganya sekarang sudah dibebaskan Densus 88 dan dinyatakan bebas murni.

”Mereka masih di rumah saya, masih sedikit trauma,” ujar pengacara TPM (Tim Pengacara Muslim) Achmad Michdan kemarin. Selama pemeriksaan, ketiganya mengaku diperlakukan secara wajar. ”Yang jelas ini merupakan stigmatisasi yang sangat buruk karena ketiganya aktivis masjid,” katanya.

Mereka juga ditangkap saat sedang menjadi panitia Idul Adha. “Akan muncul citra bahwa orang yang aktif di masjid dekat dengan terorisme. Padahal, jelas – jelas mereka tak bersalah,” katanya. (rdl/ttg)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kerusuhan Dinilai Akibat Negara Lalai

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler