Jelang HPN 2022, Bamsoet Dorong Penegakan Kedaulatan Digital di Indonesia

Kamis, 13 Januari 2022 – 22:07 WIB
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo alias Bamsoet menerima Penanggung Jawab HPN 2022 sekaligus Ketua Umum PWI Atal S Depari dan Ketua 1 Bidang Konvensi HPN 2022 sekaligus Anggota Dewan Pers Agus Sudibyo di Ruang Kerja Ketua MPR RI, di Jakarta, Kamis (13/1/22). Foto: Humas MPR RI

jpnn.com, JAKARTA - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengharapkan peringatan Hari Pers Nasional (HPN) 2022 di Kendari, Sulawesi Tenggara dapat menghasilkan dorongan besar bagi Indonesia dalam menegakkan kedaulatan digital (Digital Sovereignty).

Menurut Bamsoet, negara dan rakyat bisa memegang kendali penuh atas data dan aktivitas dunia digital.

BACA JUGA: Atal S Depari Ingin HPN 2022 Bermanfaat untuk Bangsa dan Negara

Seiring kemajuan teknologi informasi, kata Bamsoet, penjajahan terhadap sebuah bangsa tidak lagi dilakukan melalui serangan militer melainkan sudah menjurus kepada 'kolonialisme digital' atau 'imperialisme digital'.

“Sekitar 136 negara dunia yang tergabung dalam Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) pada Jumat (8/10/2021) telah menghasilkan terobosan besar penerapan tarif pajak minimum sebesar 15 persen terhadap perusahaan digital global dengan omset mencapai 750 juta euro,” kata Bamsoet usai menerima panitia Hari Pers Nasional 2022 di Ruang Kerja Ketua MPR RI, di Jakarta, Kamis (13/1/22).

BACA JUGA: Bahas Teknis Kegiatan HPN 2022, Auri Jaya Bertemu Menteri Siti Nurbaya

Bamsoet menyebut perusahaan seperti Facebook, Netflix, hingga Google bisa dikenakan pajak di masing-masing negara tempat mereka beroperasi, termasuk Indonesia.

Turut hadir antara lain, Penanggung Jawab HPN 2022 sekaligus Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Atal S Depari dan Ketua 1 Bidang Konvensi HPN 2022 sekaligus Anggota Dewan Pers Agus Sudibyo.

Ketua DPR RI ke-20 ini menjelaskan, sebelum adanya keputusan OECD tersebut, Indonesia termasuk sudah menjadi negara terdepan dalam mengejar pajak terhadap berbagai perusahaan digital global.

Bersama Inggris, Australia, dan India, sejak tahun 2017 Indonesia sudah berhasil mendapatkan pajak dari Google.

Sejak tahun 2020, melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 48/PMK.03/2020, Indonesia sudah mengenakan penerapan Pajak Pertambahan Nilai Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPN PMSE) sebesar 10 persen terhadap 74 perusahaan digital global, termasuk didalamnya Google, Facebook, hingga Netflix.

Bamsoet mengatakan setelah adanya keputusan OECD yang menyepakati pengenaan pajak minum sebesar 15 persen, Indonesia bisa lebih leluasa lagi mengejar berbagai jenis pajak. Tidak hanya terhadap 74 perusahaan digital global yang sudah tercatat di Direktorat Jenderal Pajak, melainkan bisa menyasar lebih banyak lagi perusahaan digital global lainnya yang telah beroperasi di Indonesia.

“Selain itu, kepemimpinan Indonesia dalam G-20 sangat dinantikan agar keputusan OECD tentang pajak minum 15 persen tersebut bisa dipatuhi oleh berbagai perusahaan digital global sehingga bisa terealisasi mulai tahun 2022 ini," jelas Bamsoet.

Kepala Badan Hubungan Penegakan Hukum, Keamanan dan Pertahanan KADIN Indonesia ini menerangkan, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mencatat penerimaan negara dari PPN PMSE yang disetorkan 74 perusahaan digital global telah mencapai Rp 3,9 triliun. Jumlah tersebut masih sangat bisa ditingkatkan, karena selain melalui PPN PMSE, masih banyak lagi potensi pajak yang bisa diambil.

“Sebagai gambaran, Direktorat Jenderal Pajak Jakarta pernah membuat kajian di tahun 2017 yang menaksir potensi berbagai jenis pajak yang bisa diambil dari Google saja bisa mencapai Rp 450 miliar per tahun. Studi Temasek pada 2019 melaporkan potensi pajak yang bisa didapatkan Indonesia dari berbagai perusahaan digital global bisa mencapai Rp 27 triliun per tahun," pungkas Bamsoet.(jpnn)


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler