Jelang Mudik, Tarif Bus AC Naik

Sabtu, 11 Agustus 2012 – 17:57 WIB
BANDARLAMPUNG – Organisasi Angkutan Darat (Organda) Lampung akhirnya memutuskan tarif jasa angkutan umum naik sebesar 25 persen dari tarif normal mulai 12 Agustus. Namun, kenaikan tarif hanya berlaku untuk kendaraan antar kota dalam provinsi (AKDP) nonekonomi (AC) serta angkutan antar jemput antar provinsi dan dalam provinsi (AJAP-AJDP/travel).

Sementara, untuk tarif bus AKDP ekonomi non-AC dipastikan tak ada kenaikan. ’’Kenaikan tarif bus nonekonomi efektif berlaku sejak 12 Agustus hingga 27 Agustus mendatang. Selepas itu, tarif kendaraan nonekonomi kembali ke harga normal,’’ terang Wakil Ketua I Organda Lampung I Ketut Pasek.

Ia melanjutkan, tarif AKDP ekonomi tetap mengacu Peraturan Gubernur Nomor 03 Tahun 2009 tentang Peraturan Tarif Batas Atas dan Batas Bawah AKDP. Kenaikan 25 persen yang ditetapkan Organda Lampung diklaim merujuk pada kebijakan Organda Pusat yang menyatakan kenaikan tarif nonekonomi tak boleh melebihi angka 30 persen. Pertimbangan adanya kenaikan tarif itu didasarkan pada biaya operasional.

Menurut Ketut Pasek, jika ada bus yang melanggar tarif, maka pihak Organda akan memberikan teguran tertulis. ’’Kalau menghukum, kami tak bisa melakukannya. Tetapi, kami akan memberikan teguran tertulis. Organda juga menempatkan personelnya untuk melakukan pemantauan,’’ terang dia.
Secara lugas, Ketut Pasek menjelaskan untuk kendaraan jenis nonekonomi AC yang beroperasi pada trayek gemuk sepeti Rajabasa-Bakauheni jumlahnya mencapai 66 unit. ’’Untuk kendaraan jenis AC antar kota antar provinsi tidak boleh ada melebihi batas kapasitas. Kecuali untuk AKDP yang punya toleransi penumpang sampai 10 persen,’’ tuturnya.

Terpisah, Kementerian Perhubungan dan para operator pelabuhan saat ini tengah menyusun rute pelayaran terintegrasi dari barat ke timur Indonesia, lalu kembali lagi ke barat. Konsekuensinya, tarif bongkar-muat barang di lima pelabuhan besar yang disinggahi akan disamaratakan.

’’Kapal-kapal kontainer (mother vessel) akan singgah secara beruntun di lima pelabuhan. Mulai Pelabuhan Belawan (Medan), Pelabuhan Batu Ampar (Batam), Pelabuhan Tanjung Priok (Jakarta), Pelabuhan Soekarno-Hatta (Makassar), dan terakhir di Pelabuhan Sorong (Papua), lalu kembali lagi ke barat, begitu setiap hari,’’ ujar Wakil Menteri Perhubungan Bambang Soesantono di Jakarta kemarin.

Model pelayaran seperti itu dianggap seperti pendulum sehingga pemerintah menamakannya Nusantara Pendulum. Sistem itu dibuat untuk menjadi terobosan baru bagi penurunan biaya logistik nasional. Maklum, selama ini kapal bergerak sendiri-sendiri menuju pelabuhan-pelabuhan yang dikehendaki sehingga biayanya besar.  ’’Ini agar angkutan barang lebih efisien,’’ ujarnya.

Kapal-kapal besar tersebut akan bergerak dan berhenti di lima pelabuhan besar sesuai rute Nusantara Pendulum. Lantas, kapal-kapal kecil yang bertindak sebagai feeder dikerahkan untuk mengangkut barang ke wilayah sekitarnya. Selain itu, akan dibuat suatu sistem kepabeanan yang praktis sehingga memperkecil kontak antara pemilik barang dan pihak-pihak yang mengurus barangnya.  ’’Ini akan memperkecil biaya,’’ tuturnya.

Demikian juga soal tarif kepelabuhanan yang akan disamaratakan sehingga tercipta kepastian bagi usaha pelayaran. Untuk itu, operator pelabuhan seperti Pelindo I, II, III, dan IV akan berunding untuk mengatur masalah penarifan tersebut.  ’’Kalau sekarang, operator pelabuhan kan memiliki tarif masing-masing. Nanti diterapkan tarif yang sama, terutama di lima pelabuhan itu,’’ sebutnya.

Guna menunjang sistem Nusantara Pendulum itu, lanjut Bambang, pemerintah terlebih dahulu harus melakukan pembenahan dan pembangunan pelabuhan. Pelabuhan yang sudah ada harus diperbaiki agar bisa menjadi pelabuhan yang memadai, sementara di daerah yang belum terjangkau akan dibangun pelabuhan baru.  ’’Grand design ini sedang disiapkan pemerintah,’’ katanya.

Dia mencontohkan, untuk perluasan Pelabuhan Tanjung Priok, dibutuhkan anggaran sekitar Rp20 triliun, Pelabuhan Batu Ampar (Batam) butuh investasi Rp10 triliun, dan Pelabuhan Sorong (Papua) butuh Rp10 triliun. Jadi dibutuhkan anggaran sekitar Rp40 triliun untuk memperbaiki infrastruktur pelabuhan saja.  ’’Tetapi, kalau ini berhasil, akan memangkas sepertiga biaya logistik,’’ jelasnya.

Terkait banyaknya penumpang yang menginap di Pelabuhan Bakauheni, Wakil Gubernur Lampung Joko Umar Said mengimbau kepada para pemudik untuk melanjutkan perjalanan dan tidak menginap di pelabuhan.

Sebab, Polda Lampung dan satuan kerja pemerintah daerah telah memberikan jaminan keamanan bagi para pemudik untuk tetap melanjutkan perjalannya pada malam hari menuju Terminal Rajabasa.

Menurut Joko, pemerintah sendiri telah mempersiapkan sarana pendukung bagi para pemudik yang nantinya menginap di terminal tersebut. Sehingga para pemudik tidak perlu khawatir lagi.

’’Ya setelah kemarin meninjau di Terminal Rajabasa, sudah ada kesiapan tempat sekaligus pengawalan untuk menjaga keamanan dan kenyamanan masyarakat atau pemudik yang terpaksa menginap. Sehingga tak perlu menginap di Bakauheni yang berakibat terjadi penumpukan dan kepadatan,’’ urainya.

’’Insya Allah, aparat kepolisian kita siapkan untuk mengamankan pemudik dengan pengawalan dari Bakauheni menuju Rajabasa,’’ imbuh dia.

Ketika disinggung ketersediaan angkutan armada Bakauheni-Rajabasa, sebab tahun lalu armada yang disiapkan mengalami kekurangan, menurut Joko kekurangan yang terjadi tahun lalu bukan jumlahnya. Melainkan stagnanisasi karena terjadi penumpukan di Bakauheni.

’’Itu bukan jumlah armadanya yang kurang, namun banyak pemudik menginap, dan armada pun akhirnya menginap sehingga terjadi kekurangan,’’ katanya. (wdi/hyt/jpnn/c1/ary)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Rawan Pangan Mengancam

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler