Jelang Pengesahan RAPBN 2016, Kepentingan Politik Dua Kubu Lebih Dominan

Jumat, 30 Oktober 2015 – 09:43 WIB
Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. FOTO: DOK.JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA – Sebanyak 560 anggota DPR dari 10 fraksi akan mengambil keputusan terhadap Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) tahun 2016, Jumat (30/10) hari ini. Namun, tarik-menarik kepentingan dua kubu antara Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dan Koalisi Merah Putih (KMP) masih mewarnai pembahasan RAPBN 2016.

Hingga Kamis (29/10) tengah malam, pembahasan pada Tingkat Pertama belum secara bulat menyetujui draf RAPBN itu. Salah satu materi yang masih alot terkait alokasi anggaran penyertaan modal negara (PMN) ke sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Ada fraksi yang setuju, dan ada juga yang menolak terhadap usulan PMN ke BUMN tersebut.

BACA JUGA: Kabut Asap Melanda, Tahapan Pilkada Masih On The Track

Pengamat politik Universitas Paramadina Hendri Satrio, menyoroti masih adanya tarik-menarik kepentingan antara kubu Koalisi yakni Koalisi Merah Putih (KMP) dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH).

“Tarik-menarik kepentingan ini sudah saya prediksikan sejak Pilpres lalu. Banyak yang berkepentingan,” kata Hendri di Jakarta, Kamis (29/10).

BACA JUGA: 637.680 Lembar Kertas Surat Suara Pilgub Mulai Didistribusikan ke Daerah

Pada pembahasan APBN-P 2015, kata dia, dua kubu cenderung kondusif karena masih menyesuaikan program kerja dengan pemerintahan sebelumnya. Namun, memasuki 2016, program kerja pemerintahan baru seutuhnya akan tergambar realisasi atas janji-janji Jokowi-JK pada masa Pilpres 2014. Sebab itulah, dua kubu dengan berbagai pertimbangan masing-masing mengkritisi RAPBN 2016.

Hendri berpendapat, tarik menarik ini semakin jelas terlihat ketika Fraksi PDI Perjuangan di parlemen melarang anggotanya ke luar kota pekan lalu. Ia menduga larangan itu muncul karena menyangkut pembahasan RAPBN 2016 yang dikhawatirkan deadlock dan berujung pada pengambilan suara terbanyak atau voting.

BACA JUGA: Wakil Ketua MPR: Presiden Jangan Selalu Orang Jawa

Hendri menilai kubu PDI Perjuangan juga khawatir keinginan pemerintah dalam RAPBN itu tidak bisa digolkan karena sudah mendapat banyak kritikan di satu tahun pemerintahan Jokowi-JK.

“Ini semakin jelas, bahwa ada keinginan-keinginan dari pemerintah yang tidak bisa diakomodir,” imbuhnya.

Ini, kata dia, belum ditambah dengan penolakan DPR terhadap RUU Tax Amnesty dan sejumlah program dari Kementerian BUMN di RAPBN 2016 yang dianggap kontroversial. Pemerintah, kata dia, harus bersiap-siap dengan semua konsekuensi yang ada.

“RAPBN 2016 ini tarik-menariknya juga ke infrastruktur, PMN, dan memang sosok Rini Soemarno jadi sangat kontroversial saat ini. Ada beberapa proyek beliau yang dianggap kontroversial. Ini ujian pertama pemerintahan Jokowi di politik anggaran,” tandasnya.

Terpisah, Wakil Ketua Komisi XI DPR Gus Irawan Pasaribu terus melancarkan kritik terhadap usulan RAPBN 2016 dari pemerintah. Dia menilai pagu yang dianggarkan eksekutif dianggap tak masuk akal bila mengacu penerimaan tahun 2015.

Menurutnya, melihat data pendapatan negara pada Oktober ini yang baru mencapai 57,2%, maka dapat dipastikan target APBNP 2015 yang sebesar Rp1.761,64 T tidak akan tercapai. Shortfallnya akan berada diatas Rp200 triliun. Kekurangan pendapatan ini akan ditutupi dari hutang.

Karenanya, lanjut Gus Irawan, jangan heran bila utang pemerintah sampai akhir September 2015 telah membengkak menjadi Rp3.091 triliun dari Rp2.608,8 triliun pada akhir tahun 2014. Dengan data ini maka dalam 9 bulan Pemerintah telah menambah hutang sebesar Rp482,2 triliun.

“Padahal dalam APBNP 2015 pembiayaan utang itu hanya sebesar Rp 279,38 triliun," katanya di gedung DPR Jakarta, Jumat (30/10).

Wakil Ketua Fraksi Gerindra ini juga menyebut pendapatan negara didominasi pajak serta bea dan cukai. Namun, realisasi pendapatan pajak sampai dengan 26/10/2015 baru mencapai Rp750 triliun atau  57,96 persen dari target serta pendapatan bea dan cukai sampai dengan 20/10/2015 sebesar Rp 123,48 tiliun atau 63,33 persen.

Dengan begitu, pendapatan perpajakan tahun ini diprediksi hanya akan kurang lebih sama dengan tahun lalu, berarti hanya 80 an persen dari target sebesar Rp1.489,26 triliun.

“Sehingga penetapan target pendapatan perpajakan pada RAPBN 2016 yang lebih tinggi dari APBNP 2015 yakni sebesar Rp1.546,7 adalah tidak masuk akal," tegas Irawan.

Di tengah kondisi makro ekonomi tahun depan yang diprediksi tidak lebih baik dari tahun ini dan bila target ini disetujui, maka defisit tahun 2016 akan semakin membengkak. Hal itu sama saja mendorong pemerintah menambah utang yang lebih besar lagi tahun depan.

“Kami tidak rela mewariskan hutang yang begitu besar bagi generasi mendatang,” katanya.(flo/fat/fri/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pansus Asap Tinggal Paripurna Besok


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler