Jelang Ramadan, Konsumsi Mamin Naik Pesat

Senin, 17 Juni 2013 – 01:22 WIB
SURABAYA- Menjelang Ramadan, industri makanan minuman (mamin) mulai panen pesanan. Mereka telah menambah kapasitas produksi untuk menyuplai kebutuhan selama bulan puasa dan hari raya. Biasanya, permintaan produk mamin bisa meningkat hingga dua kali lipat dibandingkan kondisi normal.

Ketua Gabungan Pengusaha Makanan Minuman Jatim Yapto Willy Sinatra mengatakan, industri mamin sudah mempersiapkan kebutuhan musiman tersebut jauh-jauh hari. Berdasarkan tren tahun-tahun lalu, lonjakan permintaannya cukup signifikan. "Biasanya, permintaan makanan naik hingga 60 persen, sedangkan minuman malah bisa 100 persen dari kondisi normal," katanya kemarin (16/6).

Industri mamin mulai meningkatkan produksi pada awal puasa, sehingga bisa segera didistribusikan menjelang Ramadan. "Selain itu, produsen tidak mau stok di gudang masing-masing, karena terkait kedaluwarsa. Karena itu, langsung didistribusikan," urainya.

Kenaikan permintaan makin tinggi terutama pada H-2 Lebaran. Makanya, kegiatan produksi terus berlangsung untuk menggenjot suplai ke distributor. Oleh karena kendaraan besar dilarang melintas ketika H-7, maka kegiatan distribusi dimaksimalkan pada dua minggu sebelum hari raya. "Jadi, ketika momen permintaan meningkat, stok mamin di tingkat konsumen aman," tuturnya.

Di tengah tingginya permintaan domestik, industri mamin masih kesulitan mendatangkan bahan baku impor. Yapto menjelaskan, aturan pemerintah mengenai Angka Pengenal Impor (API) yang baru, malah menyulitkan proses memasukkan bahan baku ke dalam negeri. "Misalnya, untuk industri minuman seperti bahan baku pewarna, serta industri makanan seperti pengembang. Sebagai alternatif, industri memilih menggunakan bahan baku lokal," ujarnya. Industri juga mengikuti ketentuan bahan baku yang diperbolehkan masuk berdasar ketentuan BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan).

 Selain itu, industri mamin juga harus menghadapi derasnya mamin impor. Saat ini, porsi impor sekitar 15-20 persen dari pangsa mamin. Yapto mengatakan, karena ketentuan yang ketat, impor mamin dapat ditekan. Tahun 2009 lalu, porsi impor bisa mencapai 40-50 persen dari keseluruhan market domestik. "Tapi idealnya porsi impor 10 persen sudah cukup. Sebab, kalau kurang dari 5 persen juga tidak bagus bagi industri domestik, karena para pemain di sektor mamin tidak mengetahui perkembangan industri mamin di berbagai negara," katanya. (res/sof)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Jelang Tahun Ajaran Baru juga Jadi Alasan

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler