Jelang Tahun Ajaran Baru juga Jadi Alasan

Sabtu, 15 Juni 2013 – 18:55 WIB
JAKARTA - Tiga Fraksi di DPR resmi menolak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, yakni Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Fraksi Partai Hanura, dan Fraksi PDI Perjuangan.

Sikap ini disampaikan saat sesi pandangan akhir mini fraksi di Badan Anggaran (Banggar) DPR soal Rancangan Undang-Undang APBN Perubahan 2013, di Senayan, Sabtu (15/6).

Pandangan ini nantinya akan dibawa ke paripurna sebagai pengambil keputusan tertinggi dan terakhir di DPR.

Dalam rapat itu setidaknya ada beberapa catatan yang mereka kemukakan. Fraksi PKS mengemukakan 13 catatan, sementara partai Hanura enam catatan dan PDIP lima catatan.

Pihak pemerintah diwakili Menteri Keuangan Chatib Basri, Menteri PPN Bappenas Armida Alisjahbanam, dan Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo.

Anggota Banggar dari fraksi PKS, Yudi Yudiana menegaskan penyesuaian harga BBM subsidi adalah kebijakan yang tidak tepat karena menjelang bulan ramadhan, tahun ajaran baru, dan lebaran Idul Fitri.

"Dalam Undang-undang APBN telah diamanahkan kepada pemerintah untuk mengamankan atau mengendalikan volume BBM subsidi lebih baik dan adil. Tapi kenyataannya selama ini pemerintah melalui program pengendalian BBM subsidi sangat lemah," papar Yudi saat mengemukakan pandangan fraksi di ruang Banggar DPR, Senayan, Jakarta, Sabtu (15/6).

Kenaikan harga BBM, kata Yudi, malah akan menambah jumlah rakyat miskin dan hampir miskin, bahkan kebijakan ini merusak perekonomian yang memang tengah mengalami perlambatan serius.

"Kenaikan harga BBM pun akan memicu inflasi yang dapat merusak sendi-sendi perekonomian, anjloknya ekspor dan terpuruknya Usaha Kecil Menengah (UKM). Sedangkan program bantuan untuk rakyat tetap diberikan tanpa kenaikan harga BBM subsidi," saut Yudi

Tanpa menyesuaikan harga BBM pun, kata dia, pemerintah masih mempunyai ruang fiskal cukup untuk mengatasi besaran subsidi. Cara yang ditawarkan PKS yaitu dengan mengendalikan kuota BBM subsidi, seperti dengan memberantas penyelundupan, dan pengelolaan ekspor dan impor BBM yang lebih baik.

Hal senada dikemukakan Anggota Banggar dari fraksi Hanura, Nurdin Tampubolon yang menolak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi beserta kompensasinya. Sebab, hal ini dapat menimbulkan inflasi dan merosotnya nilai tukar rupiah terhadap dolar.

Hanura menuding bahwa terjadinya krisis keuangan ini disebabkan karena pemerintah tak sanggup mengelola keuangan negara dengan baik, bukan karena kenaikan harga minyak dunia.

Menurut Nurdin, dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 6,3 persen masih bisa dilakukan tanpa menaikkan harga BBM.

"Caranya dengan kerja keras dan didukung pengelolaan anggaran yang tepat, khususnya belanja modal," terangnya.

Untuk terus meningkatkan ekonomi nasional, Hanura menyarankan agar pemerintah memperdayakan rakyat miskin dengan ekonomi kreatif, bukan dengan cara memberi BLSM.

Fraksi PDI Perjuangan juga  mengemukakan beberapa catatan. Anggota Banggar Sayed Muhammad berpendapat bahwa penurunan pertumbuhan ekonomi dan tekanan inflasi menjelang puasa dan lebaran timbul akibat ulah pemerintah sendiri. Sehingga menurut dia, tak pantas jika beban itu dilimpahkan pada masyarakat.

"Inflansi timbul akibat ketidakpastian pemerintah dalam kebijakan BBM, maka perlu dilakukan upaya stimulus aktifitas ekonomi kerakyatan berbasis desa. Kami juga usulkan program padat karya yang dapat menjangkau 28 ribu desa sebagai stimulus perekonomian masyarakat melawan inflansi," tuturnya.

PDIP lanjutnya, memiliki postur APBN tanpa kenaikan harga sebagai bagian tak terpisahkan dalam pembahasan dan pengambilan keputusan RAPBNP 2013.

"Sehingga pemerintah gak perlu menaikkan harga BBM yang justru malah membebankan masyarakat kecil," tutupnya. (chi/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Amerika Selidiki Produk Sawit Indonesia

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler