jpnn.com, JAKARTA - Ketua Presidium Perhimpunan Masyarakat Madani (Prima) Sya'roni menyatakan, perbedaan presidential threshold (PT) untuk Pemilu Presiden (Pilpres) 2014 dengan 2019 patut dicermati. Sebab, meski angkanya sama, tapi ada perbedaan yang sangat mendasar.
Merujuk Rancangan Undang-undang Pemilihan Umum (RUU Pemilu) yang baru saja disetujui pemerintah dan DPR, angka PT untuk Pilpres 2019 adalah 20 persen jumlah kursi di DPR atau 25 persen suara sah hasil pemilu legislatif. Angka itu sudah diterapkan dalam Pilpres 2014.
BACA JUGA: Begini Respons Demokrat atas Ajakan Boikot Pilpres dari Gerindra
Tapi, kata Sya’roni, esensinya sangat berbeda karena Pilpres dan Pemilu Legislatif 2019 digelar bersamaan. "Pilpres 2014, komposisi pengusung capres baru diketahui setelah pengumuman hasil pileg," katanya, Sabtu (22/7).
Untuk Pilpres 2014, sambung Sya’roni, jangka waktu pendaftarannya sangat mepet karena hanya 10 hari. Sedangkan untuk Pilpres 2019, PT yang digunakan tetap hasil Pileg 2014.
BACA JUGA: Satu Kaki Jokowi Sudah di Periode Kedua, Ini Tantangan untuk Gerindra
Karena itu, banyak pihak menentang hasil Pileg 2014 sebagai acuan untuk Pilpres 2019. Sebab, esensinya sangat berbeda.
Sya'roni pun menyebut PT untuk Pilpres 2019 yang mengacu hasil Pileg 2014 hanya akal-akalan untuk mengganjal calon presiden yang berpotensi menjadi pesaing Joko Widodo. "Dan jelas sekali esensi PT 20-25 di pilpres 2019 hanya untuk menjegal lawan politik karena komposisinya sudah diketahui jauh sebelum pileg dan pilpres dimulai," ungkap Sya'roni.(boy/jpnn)
BACA JUGA: Aksi Walkout PAN Bikin Golkar Tidak Nyaman
BACA ARTIKEL LAINNYA... Serukan Boikot Pilpres 2019, Gerindra Seperti Menyerah Sebelum Bertanding
Redaktur : Tim Redaksi