Perdana Menteri dan Kaisar Jepang diharapkan mau meminta maaf atas agresi yang dilakukan Jepang sebelum dan selama Perang Dunia II. Salah satu kejahatan yang dilakukan oleh Jepang adalah peristiwa yang terjadi di Nanjing, China. Reporter ABC mencoba mengunjungi salah satu korban selamat dalam peristiwa tersebut.
Bagi banyak orang, Perang Dunia II adalah titik balik penting dari abad ke-20, sebagai momen penting dalam sejarah untuk dipelajari dan diingat.
Tapi antara Beijing dan Tokyo, perang dunia II tetap meninggalkan luka yang akan kembali 'dibuka' pada pekan ini, yang diperingati sebagai akhir dari Perang Dunia II.
BACA JUGA: Inisiatif Baru Untuk Bantu Mereka yang Tidak Mampu Berbelanja Makanan
Jepang dan China, dua mitra terbesar Australia, keduanya masih memiliki rasa dendam dan ketidakpercayaan satu sama lain.
Perasaan mendalam kebencian dan ketidakpercayaan mencegah dua mitra dagang terbesar Australia dari memiliki hubungan yang normal bahkan hari ini.
Setiap buku sejarah di Jepang mengurangi kisah-kisah agreasi yang dilakukan Jepang, terlebih yang mendapat kecaman di Cina. Setiap kunjungan pemimpin Jepang ke Kuil Yasukuni, yang menghormati para kriminal, menyebabkan keretakan dalam hubungan politik.
Jepang sebenarnya telah resmi meminta maaf sebelumnya, dan akan melakukannya lagi dalam beberapa hari mendatang.
Tapi permintaan maafnya tidak pernah cukup bagi China dan pemerintah China seolah akan menganalisis setiap kata yang diucapkan oleh Perdana Menteri Shinzo Abe.
BACA JUGA: Pertama Kali Tahun Ini, Salju Jatuh di Pusat Kota Canberra
Pasukan kekaisaran Jepang saat Perang Dunia II berlangsung banyak melakukan kekejaman di China, seperti misalnya di kawasan China timur laut.
Jepang menguji senjata kimia dan biologi terhadap warga sipil di kawasan tersebut.
BACA JUGA: Indonesia Masuk 5 Besar Penghasil Emisi Karbondioksida Terbesar Dunia
Tapi mungkin apa yang paling dikenal adalah peristiwa pembantaian dan pemerkosaan terhadao penduduk kota Nanjing.
Ketika pasukan Jepang tiba di Nanjing, diduga mereka membunuh ratusan ribu orang.
Stephen McDonell mengunjungi kota Nanjing dan bertemu dengan Xia Shuqin, salah satu korban selamat dalam peristiwa pembantaian Nanjing.
Saat pasukan Jepang tiba di rumahnya, Shuqin adalah seorang anak perempuan berusia delapan tahun.Photo hasil karya fotografer Damien Parer yang merekam Perang Dunia II. Foto: Australian War Memorial, Damien Parer.
"Mereka membawa senapan, ayah saya ditembak mati setelah ia membuka pintu rumah. Mereka membunuhnya tanpa mengucapkan sepatah kata pun," ujar Shuqin.
"Mereka juga membunuh tetangga dan paman saya. Ibu saya berada di bawah meja dengan adik saya. Mereka menyeretnya keluar. Kemudian mereka mengambil bayi dan membunuhnya dengan membantingnya ke lantai."
Ada 15 anggota keluarga dan tetangga di rumahnya saat pasukan Jepang datang. Kakeknya menyuruhnya untuk bersembunyi.
"Tentara Jepang menusuk ibu saya. Mereka bahkan memukul tubuhnya dengan senapan. Mereka menarik salah satu saudara saya ke meja dan menyayatnya dengan pedang," kata Shuqin.
"Mereka kemudian hendak mengambil saudara perempuan saya yang lain. Saat mereka menyeretnya, saya mencoba untuk menariknya, tapi mereka menikam saya tiga kali. Lalu saya pingsan."
Xia Shuqin dan adiknya selamat. Kini, Xia Shuqin, yang pernah mengunjungi Jepang enam kali, merasa warga Jepang dan China harus bersatu bersama-sama, tidak lagi saling membenci.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Commonwealth Bank Bukukan Laba Bersih $9,06 Miliar