jpnn.com, NEW YORK CITY - Duta Besar Jepang untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Kimihiro Ishikane menjanjikan upaya terbaik agar Dewan Keamanan PBB dapat mencapai konsensus atas program senjata dan isu-isu kontroversial lainnya terkait Korea Utara.
Janji itu disampaikan oleh Ishikane sebagai ketua bergilir Dewan Keamanan bulan ini.
BACA JUGA: Taliban Sudah Kelewatan, Seluruh Anggota DK PBB Kompak Bela Perempuan Afghanistan
"Apa yang ingin saya lakukan adalah mengupayakan Dewan Keamanan mencapai suara yang bulat dan bersatu sehingga suara itu dapat berdampak terhadap Korea Utara," kata Kimihiro Ishikane dalam konferensi pers.
"Dewan Keamanan PBB belum berhasil menyampaikan pesan dalam satu suara tentang Korea Utara, semuanya tidak berjalan dengan baik," ujar Ishikane.
BACA JUGA: Jepang Kembali Jadi Anggota Tidak Tetap DK PBB
Korea Utara meluncurkan rudal balistik dengan rekor 37 kali pada tahun lalu. Tindakan Korut itu bertentangan dengan resolusi-resolusi Dewan Keamanan yang sudah ada sejak lama.
Pada Harti Tahun Baru 2023 saja, Pyongyang sudah menembakkan rudal balistiknya yang pertama.
BACA JUGA: DK PBB Desak Myanmar Bebaskan Aung San Suu Kyi
Dewan Keamanan PBB selama ini gagal mencapai kesepakatan tentang sanksi tambahan terhadap Korea Utara terutama akibat keengganan Rusia dan China, dua anggota tetap Dewan Keamanan yang memiliki hak veto.
Ishikane berkata, "Saya ingin menyampaikan suara Jepang, suara dari warga Jepang yang menghadapi hal ini ... bahaya yang mengancam datang dari lingkungan sekitar kami."
Jepang merupakan salah satu dari lima anggota tidak tetap di antara 15 negara Dewan Keamanan PBB yang bertugas selama dua tahun hingga akhir 2024.
Empat negara anggota lainnya yang juga akan bertugas hingga akhir 2024 adalah Ekuador, Malta, Mozambik, dan Swiss.
Ishikane mengatakan Menteri Luar Negeri Jepang Yoshimasa Hayashi pada 12 Januari di New York akan menjadi tuan rumah pertemuan tingkat menteri tentang prinsip supremasi hukum dalam pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional.
Invasi Rusia ke Ukraina, yang dimulai pada Februari 2022, juga akan menjadi topik pembicaraan tingkat menteri itu, kata Ishikane.
Namun, dia menambahkan bahwa topik pembahasan tidak akan terbatas pada isu Rusia-Ukraina.
Walaupun Ishikane tidak memberi keterangan terperinci, sejumlah pejabat Jepang mengungkapkan bahwa prinsip aturan hukum juga akan dibicarakan saat pertemuan tersebut membahas perilaku agresif China di laut China Timur dan Selatan. (ant/dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif