Jepang Maklumi Pajak Ekspor Mineral

Sabtu, 23 Juni 2012 – 12:01 WIB

JAKARTA - Pemerintah memberlakukan pajak ekspor tambang mulai tahun depan untuk mendongkrak pendapatan negara dan menghambat penjualan mineral mentah ke luar negeri. Sebagai salah satu importer terbesar hasil tambang Indonesia, Jepang mau menerima kebijakan itu.

"Kami mengerti bahwa kebijakan ini untuk mengembangkan industri pengolah batubara dan mineral lainnya di dalam negeri," ujar Gubernur Japan Bank for International Cooperation (JBIC) Hiroshi Okuda usai bertemu Wakil Presiden Boediono, Jumat (22/6).

JBIC merupakan salah satu badan usaha yang dibiayai penuh oleh pemerintah Jepang yang banyak memberikan bantuan pendanaan atas proyek-proyek di Indonesia. Dalam pertemuannya dengan Wapres, Okuda mengaku membahas tentang pemberlakuan UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang menyatakan bahwa dalam lima tahun setelah UU keluar, mineral mentah Indonesia tidak boleh diekspor begitu saja.

Untuk itu, Pemerintah akan menerapkan pajak ekspor mineral mentah. "Kami mendukung dan siap untuk (pemberlakuan) itu," tukasnya.

Jepang selama ini banyak mengimpor hasil tambang dari Indonesia seperti batubara dan feronikel. Penetapan pajak ekspor tambang itu diperkirakan bakal menjadi pukulan besar bagi industri Jepang. Namun, Okuda menyatakan bahwa Jepang siap bekerjasama dengan Indonesia dalam membangun pabrik pengolahan hasil tambang (smelter). "Kami siap dilibatkan dalam industry smelter di Indonesia," tegasnya."

Sementara itu, Wapres Boedino menyambut baik keinginan JBIC yang ingin terlibat dalam pembangunan pembangkit listrik tenaga panas bumi dan tenaga air di Indonesia. Sebab, dari rencana pembangunan pembangkit listrik 10.000 MW tahap II, sebanyak 4.000 MW direncanakan berasal dari panas bumi. "Sangat baik kalau ada partisipasi swasta dengan dukungan JBIC," katanya.

Selain pembangunan pembangkit listrik, Wapres juga menjelaskan bahwa kebutuhan akan pembangunan proyek-proyek dasar misalnya infrastruktur, energi dan sektor-sektor non infrastruktur masih sangat dibutuhkan di Indonesia. Untuk itu, Wapres berharap agar kerjasama pihak Indonesia dengan JBIC semakin baik.

"Pemerintah atau perusahaan Indonesia sudah sejak lama menjalin kerjasama yang sangat bagus dengan JBIC," ungkapnya.

Dalam kesempatan itu, Wapres menyatakan bahwa kekuatan Indonesia bukan hanya sumeber daya alam akan tetapi juga sektor konsumsi dan infrastruktur yang di masa mendatang masih sangat terbuka luas. Sebagai contoh, lanjut Wapres, orang Indonesia hanya mengkonsumsi tujuh kilogram daging per kapita per tahun. "Jumlah yang sangat sedikit dibandingkan dengan orang Malaysia yang menghabiskan 47 kilogram daging per kapita per tahun," terangnya.

Sementara itu, dalam bidang infrastruktur, Indonesia masih membutuhkan banyak investasi baru mengingat dengan pertumbuhan yang makin mendesak. Indonesia juga membutuhkan tambahan tenaga listrik hingga 25 ribu Megawatt pada 2020 dimana separuhnya harus datang dari energi terbarukan. "Ditambah pembangunan 10 ribu kilometer jalan dalam beberapa tahun mendatang, bandara, pelabuhan serta kereta api," jelasnya. (wir)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Penumpang Angkutan Umum Turun Tiga Persen Pertahun


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler