Penumpang Angkutan Umum Turun Tiga Persen Pertahun

Jumat, 22 Juni 2012 – 09:20 WIB

JAKARTA - Pengusaha angkutan umum nampaknya harus khawatir dengan tingginya pembelian kendaraan bermotor baik mobil maupun motor dalam beberapa tahun belakangan ini. Sebab berdasarkan survei Kementerian Perhubungan, jumlah penumpang angkutan umum dikota -kota besar telah merosot 1-3 persen setiap tahun.

"Kita tidak bisa menunggu atau baru beraksi setelah punya uang yang cukup untuk mengembangkan transportasi di perkotaan. Pengambangan transportsi umum yang disukai masyarakat harus segera direalisasikan sebab kalau tidak kemacetan akan semakin tidak terkendali," ujar Wakil Menteri Perhubungan, Bambang Soesantono kemarin. Tingginya penjualan mobil pribadi atau motor bisa jadi merupakan salah satu indikasi kurang disukainya angkutan umum sebagai sarana transportasi di perkotaan."

Hal itu mengakibatkan, persentase pengguna angkutan umum khususnya perkotaan di Indonesia terus mengalami penurunan persentasi, rata-rata satu persen per tahun bahkan di kota Jakarta diperkirakan mencapai tiga persen per tahun. Disisi lain, kepemilikan kendaraan pribadi baik mobil maupun sepeda motor terus meningkat. "Kebutuhan yang dinikmati penggunanya memberi kontribusi kenaikan jumlah tersebut," sebutnya.

Menurut Bambang, kota-kota besar dalam menyelesaikan persoalan transportasi perkotaan tidak bisa melakukan sendiri-sendiri melainkan harus melakukan koordinasi dengan kota-kota penyangga di sekitarnya. "Dibutuhkan koordinasi yang intensif antara kota besar dengan kota-kota penyangga lainnya. Disamping itu juga harus sering berkomunikasi untuk mengimplementasikan kebijakan menjadi realisasi," lanjutnya.

Dicontohkan oleh Wamenhub, sumber kemacetan di kota Jakarta misalnya, disebabkan pesatnya pembangunan perumahan dan pemukiman di sekitar Jakarta, seperti Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi. Mereka tinggal di kota-kota penyangga sementara bekerja di Jakarta. Persoalan yang sama terjadi di kota-kota besar lainnya."Kota-kota besar lainnya seperti Surabaya, Medan, Makasar mulai sekarang harus merumuskan kebijakan transportasi perkotaan dengan baik," sarannya.

Pemerintah di kota-kota besar itu harus bisa bekerjasama dengan kota-kota di sekitarnya sementara pemerintah memberikan stimulan pendanaan. Sinergi antara pemerinntah pusat dengan pemerintah daerah dan juga para stakeholder di sektor transportasi darat diharapkan bisa membuat solusi yang tepat untuk mengurai kemacetan di kota-kota besar. "Harus direalisasikan bukan hanya dalam tataran kebijakan dan ide saja," kata Bambang.

Sebagai contoh, Kemenhub telah memberikan dukungan kepada pemerintah kota yang ingin mengembangkan transportasi perkotaan seperti Bus Rapid Transit (BRT). Di Jogja misalnya ada Trans Jogja, di Solo ada Batik Solo Trans, di Bali ada Sarbagita di Palembang ada Trans Musi dan di Menado ada Kawanua. Diperkirakan kedepan akan lebih banyak lagi kota yang memiliki sistim transportsi semacam itu."Setidaknya sekarang sudah ada 17 kota yang memiliki BRT," lanjutnya.

Pengembangan Bus Rapid Transit (BRT) ini menurut Wamenhub akan cukup bisa mengurai kemacetan sebelum kota-kota tersebut memiliki sistem transportasi perkotaan yang lebih baik lagi. Sebab armada yang digunakan dalam BRT umumnya lebih baik dibandingkan dengan angkutan umum yang biasa. Dengan begitu masyarakat akan kembali menyukai angkutan umum daripada menggunakan kendaraan pribadi. "Kita harus buat penumpang angkutan umum senyaman mungkin sehingga mereka tidak berfikiri dua kali sebelum naik," tukasnya.

Sementara itu Ketua Ikatan Alumni Ahli Lalu Lintas Angkutan Jalan (IKAALL) Edi Nursalam mengatakan, banyak pemerintah kota yang tidak peduli pada perlunya mengembangkan manajemen transportasi perkotaan dan menyediakan transportasi masal yang baik. Beberapa contoh kota yang tidak peduli adalah Medan, Makasar dan Surabaya. Penyebabnya adalah tidak adanya kemauan politik kepala daerah. "Padahal jika kita sudah mengawali, bantuan dari luar negeri pasti datang," jelasnya (wir)

BACA ARTIKEL LAINNYA... DPR Dorong Tiga BUMN Farmasi Dimerger


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler