Jika Dibawa ke Arbitrase Internasional, Indonesia akan Dipermalukan

Minggu, 09 Juni 2013 – 16:11 WIB
JAKARTA - Anggota Komisi I DPR, Tantowi Yahya menilai wacana untuk membawa kasus dugaan korupsi frekuensi 2,1 Ghz atau 3G oleh PT Indosat-IM2 ke Arbitrase Internasional akan sangat memukul wajah hukum dan investasi di Indonesia. Menurut Tantowi, nama Indonesia akan dipermalukan di mata internasional karena dalam kasus tersebut dirinya sangat yakin Indonesia akan kalah.
 
"Itu pasti akan merugikan kita, karena pengalaman yang sudah-sudah itu, 90 persen kasus arbitrase itu dimenangkan oleh negara-negara kaya investor," kata Tantowi Yahya kepada wartawan, Minggu (9/6).

Dikatakan Tantowi, keyakinannya itu semakin besar karena langkah arbitrase tersebut dilatarbelakangi pada ketidakpercayaan para pihak terhadap sistem hukum dan praktek penyelesaian sengketa di pengadilan di Tanah Air. Yaitu, jaksa yang dalam kasus dugaan korupsi bidang telekomunikasi, namun dalam pemeriksaannya sama sekali tidak mengacu ke UU Telekomunikasi.

"Telah timbul ketidakpastian hukum, artinya industri telekomunikasi itu kan sudah diatur dalam undang-undang  tersendiri yakni UU No 36 dan 39 tentang Telekomunikasi, ini yang akan membuat bingung, UU mana yang harus dijalankan pelaku usaha," ujar Tantowi.

Santer terdengar Qatar Telecom, selaku pemegang saham mayoritas PT Indosat pernah menyurati Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ihwal kasus ini. Kuat dugaan, surat tersebut adalah dorongan Qatar untuk menyelesaikan perkara di luar pengadilan yakni melalui arbitrase. Qatar kecewa, proses pemeriksaan pengadilan di Indonesia yang tidak adil.

Sementara itu, ahli hukum korporasi, yang juga mantan arbiter di International Chamber of Commerce (ICC), Frans Hendra Winata, mengatakan, pemilihan jalur arbitrase dimungkinkan para pihak yang bersengketa jika ingin prosesnya lebih cepat dan lebih adil.
 
“Hanya memakan waktu 6 bulan, dan putusannya bersifat final dan mengikat, tidak ada banding, tidak ada kasasi dah tidak ada peninjuauan kembali (PK)," ujar pria yang pernah dinobatkan sebagai pengacara terkemuka di Asia tahun 2007 ini.

Franz melanjutkan, oleh karena kasus PT Indosat-IM2 dapat terkait dengan persoalan penanaman modal, maka kasus ini bisa dibawa ke International Center for the Settlement of Investment Disputes (ICSID) yang bermarkas di Washington DC.

Melalui ICSID, tambah Franz, bisa saja Qatar Telecom sebagai badan hukum mengguat pemerintah Indonesia sebagai badan hukum publik. Kedudukan pemerintah, dalam hal ini dianggap mengeluarkan berbagai regulasi investasi bidang telekomunikasi yang  dianggap merugikan investor.

Seperti diketahui, Indonesia pernah dipermalukan Karaha Bodas Company LLC  saat kasus investasi Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP). Dari kasus tersebut, pemerintah Indonesia melalui Pertamina dan PLN, kalah dan harus membayar USD440 juta, padahal investasi Karaha hanya USD30 juta. (fuz/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Selalu Dinasihati Agar jadi Anak Masyumi Sejati

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler