jpnn.com, JAKARTA - Dua tokoh nasional, Jenderal (purn) Gatot Nurmantyo (GN) dan Sandiaga Salahudin Uno (SSU) disebut sangat potensial menjadi magnet di tengah publik yang bisa mengantar Partai Persatuan Pembangun (PPP) kembali bangkit sebagai parpol besar.
Jika tak ada , PPP hanya akan menjadi kapal tua yang sebentar lagi karam.
BACA JUGA: Disarankan Gandeng Jenderal Gatot Agar Tak Karam, PPP Berminat?
Hal itu disampaikan peneliti senior Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Network Denny JA, Toto Izul Fatah kepada pers di Jakarta menanggapi masa depan partai berlambang kabah itu dalam menghadapi pertarungan politik lima tahunan Pileg 2024.
Menurut Toto yang juga Direktur Eksekutif Citra Komunikasi LSI Denny JA ini, pilihan paling penting dalam menghadapi pertarungan Pileg 2024, PPP harus mampu mencari figur ketua umum yang memiliki magnet public yang kuat.
BACA JUGA: 5 Berita Terpopuler: KAMI Tandingan Versi Mahasiswa Muncul, Firli Bahuri Diminta Mundur
Aneka program dan system organisasi yang ditawarkan partai Islam tersebut tak akan banyak membawa efek electoral jika tak ada figur moncer sebagai leader.
“Meskipun program penting, tetapi yang tak kalah penting dibutuhkan PPP saat ini adalah figur. Rentetan kasus hukum yang telah menyeret beberapa ketua umumnya masuk penjara, membuat PPP kehilangan legitimasi moral untuk jualan program sebagai daya tarik partai.” katanya.
BACA JUGA: Akrabnya Pertemuan Jenderal Andika dan Sandiaga Uno, Apa yang Dibahas?
Toto menjelaskan, perlunya figur kuat di PPP itu lebih karena partai tersebut memilih kelompok Islam sebagai captive market yang turun temurun sejak Orde Baru.
Sementara, ceruk yang sama, sekarang sudah diambil merata partai berbasis Islam yang lain seperti PAN, PKS dan PKB.
“Idealnya kekuasaan bisa seperti Golkar yang tidak tergantung pada figure ketua umum karena punya system yang relatif kokoh dengan cengkraman kuku birokrasi kekuasaan yang kuat dan merata. Namun, untuk PPP dalam kontek hari ini sangat rawan nasibnya jika tak segera memiliki figur yang punya kapasitas personal dan bermagnet electoral,” tegasnya.
Dalam pengamatan Toto, sampai saat ini belum ada figur internal yang punya potensi mengerek elektoral partai ini, kecuali harus membuka peluang masuknya tokoh dari luar partai.
“Sejauh ini, hanya Pak Gatot dan Pak Sandi yang memenuhi kriteria tersebut, baik secara intelektual, moral, electoral dan modal social,” tegasnya
Namun, Toto mengakui kemungkinan adanya resistensi dari sebagian kelompok internal partai mengingat posisi kedua figure saat ini. Y
Yaitu, Sandi yang masih berada dalam struktur kepengurusan DPP Gerindra dan Gatot yang belakangan telah memilih jalan “oposisi” sebagai salah satu deklarator KAMI (Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia).
“Ini memang pilihan pahit. Kalau bicara penyelamatan partai agar tidak makin terpuruk, dan bahkan karam, suka atau tidak, PPP butuh darah segar yang bisa memanggil pulang kandang kembali para pemilih tradisionilnya yang ideologis, tapi sekaligus membawa segmen pemilih baru,” ujarnya.
Menurut Toto, kedua figur itu bukan saja mumpuni secara personal, tapi juga memiliki potensi kesamaan ‘darah’ dengan PPP.
Gatot misalnya, selain nasionalis sebagai mantan tentara, juga dianggap agamis. Ada kombinasi dua hijau, yaitu hijau tentara dan hijau Islam.
Begitu juga dengan Sandi yang menurut data survei pernah menjadi penyumbang elektabilitas pasangan Prabowo-Sandi pada Pilpres 2019 lalu dengan segmen milenial dan emak-emak.
Karena itu, lanjutnya, posisi Sandi sebagai ketum PPP nanti sangat mungkin membawa dua segmen pemilih tadi, yaitu milenial dan emak-emak sebagai pasar baru PPP.
Sandi juga dinilai sebagai sosok santun yang sangat mungkin diterima para stakeholder yang selama ini menjadi simpul penting di partai seperti para ulama, kiai dan ustaz.
Termasuk, Sandi juga bisa menjadi figur tengah dari lima kelompok yang berfusi di partai tersebut. Yaitu, NU, MI, Parmusi, Perti dan SI. (flo/jpnn)
Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:
Redaktur & Reporter : Natalia