Jika Menantu Presiden Jokowi Sampai Kalah, Artinya Rakyat Sudah Marah

Kamis, 01 Oktober 2020 – 12:30 WIB
Bobby Nasution dan Kahiyang Ayu anak Presiden Jokowi. Foto: Instagram

jpnn.com, JAKARTA - Pengamat politik Ujang Komarudin menilai, sangat wajar partai-partai pengusung pasangan calon wali kota dan wakil wali kota Medan Bobby Nasution-Aulia Rahman, menurunkan tokoh nasional untuk membantu pemenangan.

Pasalnya, meski hanya pemilihan tingkat wali kota, namun ada nama besar yang dipertaruhkan pada pertarungan tersebut.

BACA JUGA: Pesaing Menantu Jokowi Balik Bertanya kepada Najwa Shihab: Kesalahan yang Mana?

Yaitu nama Presiden Joko Widodo, mengingat Bobby merupakan menantu mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut.

Dua nama tokoh nasional yang turun membantu Bobby-Aulia, mantan calon wakil presiden Sandiaga Salahudin Uno dan mantan gubernur DKI Jakarta yang juga mantan calon gubernur Sumatera Utara Djarot Saiful Hidayat.

BACA JUGA: Masa Iya, Anak dan Menantu Jokowi Kalah di Pilkada 2020? 

"Ya, keluarga RI-1 harus menang. Karena jika tak menang, mungkin bakal timbul kesan nama baik keluarga Jokowi dipermalukan," ujar Ujang kepada jpnn.com, Kamis (1/10).

Menurut dosen di Universitas Al Azhar Indonesia ini, membawa nama besar seorang kepala negara memang cukup berat.

BACA JUGA: Gibran bin Jokowi dan Menantu Wapres Dapat Jabatan Penting di Karang Taruna

Pasalnya, jika kalah maka tidak tertutup kemungkinan bakal menjadi bahan cibiran bagi sebagian kalangan.

"Bisa jadi ada yang akan mencibir jika menantu presiden kalah. Makanya harus menang," ucapnya.

Direktur eksekutif Indonesia Political Review (IPR) ini juga menilai, sebagian kalangan bisa juga mengartikan simbol perlawanan rakyat terhadap elite, jika menantu presiden nantinya kalah.

"Jika kalah, bisa diartikan rakyat sedang melakukan perlawanan terhadap elite dan yang punya kekuasaan. Bisa diartikan sebagai simbol rakyat sudah muak dengan kelakuan elite. Makanya sekali lagi, penting untuk menang," katanya.

Ujang secara khusus juga menyoroti kebijakan pemerintah yang tetap menggelar Pilkada serentak di 270 daerah, di tengah pandemi virus Corona (COVID-19). Menurutnya, kebijakan tersebut hanya akan mengorbankan rakyat.

"Kenapa tetap digelar, mungkin karena politik. Bisa saja karena ada tekanan dari partai atau mungkin dari para cukong yang telah membiayai calon kepala daerah. Jika diundur akan semakin banyak rupiah yang akan dikeluarkan," pungkas Ujang.(gir/jpnn)

Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?


Redaktur & Reporter : Ken Girsang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler