Jika MK Kabulkan Gugatan Yusril, UU Pileg dan Pilpres Diubah

Rabu, 15 Januari 2014 – 15:28 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Ketua Fraksi PDI Perjuangan di MPR RI, Yasonna H. Laoly, mencemaskan langkah Pengujian Undang-Undang (PUU) Nomor 42 Tahun 2008, tentang Pemilihan Umum (Pemilu) Presiden dan Wakil Presiden yang diajukan Pakar Hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra.

Pasalnya, jika Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya mengabulkan PUU tersebut dalam waktu dekat, maka pelaksanaan pemilihan legislatif yang semula dijadwalkan 9 April 2014, dan pelaksanaan pemilihan Presiden 9 Juli 2014, akan tertunda.

BACA JUGA: Sejumlah Tahapan Pemilu Sudah Molor

Akibatnya, pelantikan anggota DPR, DPD dan Presiden juga diprediksi akan molor dari jadwal yang ditentukan. Di sinilah menurut Laoly potensi pelanggaran konstitusi terjadi. Karena jabatan anggota DPR, DPD dan Presiden hanya 5 (lima) tahun, sebagaimana ditentukan dalam konstitusi.

"Kita jangan menganggap sepele soal ini. Saya minta Hakim MK memperhatikan secara serius potensi kegaduhan yang mungkin saja menjurus ke konflik politik," ujar Yassona di Jakarta, Rabu (15/1).

BACA JUGA: PPP Harapkan Dukungan Keluarga Gus Dur

Laoly juga mengingatkan, pemilihan legislatif dan pemilihan presiden saat ini diatur dalam dua undang-undang yang berbeda, dengan tahapan yang berbeda pula.

Sehingga ketika ada pemikiran menggabungkan pelaksanaan keduanya, maka harus diatur dalam satu undang-undang, dengan rangkaian tahapan Pileg dan Pilpres juga tentunya menjadi satu kesatuan.

BACA JUGA: Anggaran Pemilu Ngadat, Kinerja KPU Terhambat

“Bila ada wacana pelaksaan Pileg dan Pilpres disatukan secara serentak, maka harus ada sinkronisasi antara UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pileg dan UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pilpres. Jadi jika MK mengabulkan gugatan Yusril, maka akan ada perubahan UU dan tentu saja tensi politik akan langsung naik pada titik didih," tandasnya.

Alasan lain, tahapan Pileg saat ini menurut Laoly, juga sudah berjalan dengan baik. Artinya ketika proses tersebut dihentikan hanya karena ada penggabungan pelaksanaan pileg dan pilpres, maka jelas akan melanggar UU Nomor 8 Tahun 2012.

"Jadi kalau mau membuat Pileg dan Pilpres serentak, tunggu saja pemilu 2019. Kita siapkan undang-undangnya untuk itu dalam satu paket," ujarnya. (gir/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Optimis Demokrat DKI di Posisi Kedua


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler