jpnn.com, JAKARTA - Kalangan pelaku industri rokok yang tergabung dalam Gapero (Gabungan Pabrik Rokok) menduga adanya pihak-pihak tertentu yang mempermasalahkan pemberlakuan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.156 tahun 2018 pengganti PMK No. 146 tahun 2017, sebagai pihak yang mendukung diterapkannya simplifikasi penarikan cukai.
Menurut Gapero, dengan dalih tidak mengoptimalkan penarikan cukai dan tidak mengakomodir persaingan yang berkeadilan, pendukung simplifikasi cukai menggiring industri rokok di tanah air dikuasai oleh satu kelompok industri rokok besar yang bermodal kuat.
BACA JUGA: GEBRAK! Ajak Masyarakat Kurangi Asap Rokok
Jika dibiarkan, dalam jangka panjang akan menciptakan monopoli industri rokok di dalam negeri. Gapero mendesak agar kebijakan Presiden Jokowi yang sudah baik dan melindungi industri rokok secara adil, tidak dirusak oleh kebijakan simplifikasi cukai yang berbau monopoli.
“Saya melihat adanya pihak-pihak tertentu yang memaksakan simplifikasi. Diakui atau tidak, arahnya adalah monopli di industri rokok. Karerna itu, wacana penerapan simplifikasi penarikan cukai harusnya kembali ditolak Presiden dan komisi pengawas persaingan usaha (KPPU),” kata Ketua Gabungan Pabrik Rokok Surabaya (Gapero), Sulami Bahar.
BACA JUGA: Polusi Udara Sama Buruknya dengan Merokok 20 Batang Sehari
Pasalnya, jika simplifikasi rokok jadi diterapkan, cepat atau lambat akan mematikan pabrik-pabrik rokok skala menengah dan kecil. Jika mayoritas pabrik rokok di Indonesia mati, pabrik rokok besar yang memiliki modal yang sangat kuat akan menguasai industri rokok di tanah air, yang kemudian mengakibatkan terjadinya monopoli.
Dijelaskan Sulami, jika wacana simplifikasi dilakukan, bukan hanya akan merugikan dan mematikan industri rokok rakyat dan menutup ribuan kesempatan kerja yang berakibat ribuan bahkan ratusan ribu anggota masyarakat usia produktif di seluruh Indonesia kehilangan kesempatan kerja, tapi juga mematikan ekonomi rakyat sekaligus merugikan pereokonomian daerah setempat. Hal ini akan mengakibatkan kondisi ekonomi yang sudah sulit saat ini akan semakin sulit.
BACA JUGA: Diskon Rokok Sebabkan Omzet Pabrikan Berkurang, Setoran PPh Badan tak Optimal
Lebih lanjut, Sulami Bahar menegaskan, Gapero menolak anggapan, PMK NO. 156/2018 sebagai pengganti dari dibatalkannya PMK No.146/2017, menerapkan sistem ketidakadilan dalam berusaha di industri rokok. Justru yang terjadi adalah kebalikannya.
Jika PMK No.146/2017 jadi diterapkan, akan mengarah pada pemberlakuan simplifikasi penarikan cukai. Simplifikasi penarikan cukai merugikan mayoritas atau 70 persen dari 400 pabrikan industri rokok ditanah air. Mayoritas pabrik rokok yang sebagian besar berskala kecil dan menengah justru menolak pemberlakuan simplifikasi penarikan cukai. Sebab, jika simplifikasi jadi diterapkan, selain memberatkan para pabrikan rokok menengah dan kecil lambat laun pabrikan rokok tersebut akan mati.
“Kami menolak penerapan simplifikasi karena jika simplifikasi itu diberlakukan hanya akan menguntungkan satu perusahaan rokok besar. Sementara yang akan menjadi korban dari pemberlakuan simplifikasi cukai sangat banyak. Dampak dari simplifikasi sangat membahayakan industri rokok terutama industri rokok kecil.
Sulami menambahkan, simplifikasi cukai adalah penyederhanaan penarikan cukai rokok. Yang semula terdiri dari 10 lier penarikan cukai dibuat menjadi 5 lier. Yang semula terdapat golongan I A dan IB, digabung menjadi Golongan I.
Otomatis, yang semula produsen rokok yang berada di golongan I B membayar cukai rokok IB ditarik menjadi golongan I dan membayar golongan I. Otomatis bayar cukainya lebih tinggi.
Demikian juga dengan golongan III ditarik menjadi golongan II. Otomatis perusahaan rokok kecil yang semula membayar cukai di golongan III dipaksa ditarik ke atas, membayar cukai golongan II yang lebih tinggi. Dan ini memberatkan pelaku usaha rakyat yang pabrikan kecil, karena diharuskan membayar cukai dua kali lebih tinggi.
Ketua Gapero ini juga menepis adanya anggapan bahwa jika simplifikasi dilakukan akan mampu mengendalikan peredaran dan pengendalian konsumsi rokok.
Menurut Sulami, yang terjadi justru kondisi sebaliknya. Jika Simplifikasi jadi dilaksanakan, pabrik-pabrik rokok pada mati. Hal ini akan dimanfaatkan rokok-rokok illegal baik produk lokal maupun import yang sulit dikendalikan. Akibatnya konsumsi rokok pun menjadi sulit dikendalikan.(chi/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Rokok Elektrik Ancaman bagi Petani Tembakau di NTB, Begini Pandangan Ketua PWNU
Redaktur & Reporter : Yessy