Jimly: Interpelasi, Biarin Saja

Permudah Dewan Tanya Kebijakan Dahlan Iskan

Selasa, 17 April 2012 – 05:30 WIB

JAKARTA - Heboh hak interpelasi yang diajukan sejumlah anggota DPR atas sejumlah kebijakan pemangkasan birokrasi yang dilakukan Menteri BUMN Dahlan Iskan masih terasa panas di Senayan. Hak tersebut dinilai tidak perlu dibikin polemik dan biarkan anggota DPR mempertanyakan sejumlah kebijakan eksekutif yang tidak disukai atau dipertanyakan dewan.
   
Menurut Guru Besar Tata Negara Universitas Indonesia, Jimly Asshidiqie, interpelasi yang digalang DPR untuk Menteri BUMN Dahlan Iskan adalah persoalan biasa. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini menyebut interpelasi adalah hak DPR yang jika digunakan menjadi tanda wakil rakyat tengah bekerja. Sebaliknya, eksekutif yang menghadapi interpelasi juga tak perlu panik.
   
"Tak perlulah grasak-grusuk soal interpelasi, orang namanya cuma pertanyaan. Biarin saja," kata Jimly kepada INDOPOS (JPNN Group), Senin (16/4). Dia menegaskan interpelasi adalah hak bertanya dari wakil rakyat. Di pihak lain, eksekutif yang menerima interpelasi hanya perlu menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan tersebut. Pria berkacamata ini menegaskan, interpelasi adalah hak bertanya secara individual maupun lembaga bagi DPR.
   
"Interpelasi dari kata interpelanta. Artinya bertanya. Interpelasi berisi pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab. Biasanya terkait dengan soal pengawasan. Jika jawabannya memuaskan, selesai. Kalau tidak, dia (DPR, Red) akan nanya lagi," sambung Jimly.

Interpelasi yang selama ini diidentikan sebagai jalan untuk mendongkel seseorang dari jabatannya Jimly nilai sebagai pemahaman tidak tepat. Menurutnya, dengan sistem presidensial di Indonesia, sebuah impeachment kepada presiden pun tidak secara otomatis berbuah pemecatan karena masih ada MK di atas keputusan politik dari Senayan.
   
"Presiden Indonesia, siapa pun dia, tidak bisa dijatuhkan dengan impeachment. Apalagi cuma interpelasi," tegas Jimly. Berdasarkan mekanisme di DPR, interpelasi secara kelembagaan termasuk tak mudah dilakukan. Harus ada persetujuan anggota dewan dalam jumlah tertentu dan harus melewati forum paripurna terlebih dahulu. Jimly justru menyarankan mekanisme mengajukan interpelasi semacam itu seharusnya dipermudah.
   
"Kan belum tentu pertanyaannya juga bener. Bisa saja ada kepentingan politik dan lain-lain. Itu tanda demokrasi tengah berjalan," lanjut dia. Jimly menegaskan interpelasi sebagai hak bertanya DPR adalah salah satu mekanisme biasa dalam tatanan kehidupan politik.
   
Seperti diketahui, kasus interpelasi bermula ketika Dahlan Iskan mengeluarkan Keputusan Menteri Negara BUMN No. KEP-236/MBU/2011 tentang pendelegasian sebagian kewenangan dan atau pemberian kuasa Menteri Negara BUMN sebagai wakil pemerintah-selaku pemegang saham RUPS--kepada perusahaan perseroan (persero) dan perseroan terbatas.
   
Dahlan memangkas birokrasi dengan mendelegasikan 22 jenis kewenangan Menteri BUMN kepada pejabat eselon satu. Dia juga melimpahkan 14 kewenangan kepada dewan komisaris dan dua kewenangan kepada direksi BUMN.
   
Sebelumnya, sebanyak 38 anggota DPR dipimpin Wakil Ketua Komisi VI dari Fraksi PDI Perjuangan, Aria Bima, mengajukan hak interpelasi ke pimpinan DPR untuk mendapat penjelasan dari pemerintah atas kebijakan Dahlan menerbitkan keputusan tersebut. Mereka menilai, kebijakan tersebut menabrak aturan dan bisa membuat BUMN rawan penjualan aset oleh direksi BUMN.
   
Di tempat terpisah, pengamat politik dari LIPI Siti Zuhro menyebut DPR tidak perlu reaksioner dengan menggunakan hak interpelasinya kepada Dahlan Iskan. "Kecuali pak Dahlan itu mengambil uang negara. Kalau karena melakukan kebijakan yang sifatnya terobosan, why not?" tandas Siti. Dia justru menilai saat ini butuh banyak terobosan-terobosan pada tataran kebijakan agar Indonesia menjadi semakin lebih baik.
   
"Jika interpelasi diajukan karena dianggap ada pelanggaran undang-undang, itu berarti masuk pada ranah hukum. Selesaikan secara hukum, pasal mana yang tak sesuai dengan undang-undang. Kalau di Senayan, itu urusan politik," kata Siti. Menurutnya, pelanggaran hukum bisa saja berbuah interpelasi dalam ranah politik. Namun, harus dilihat seberapa parah dampak dan bobot pelanggarannya terlebih dahulu.
   
"Saya percaya yang dilakukan pak dahlan sudah disampaikan kepada presiden karena kita menganut sistem presidensial. Negara ini perlu terobosan," tegasnya. Siti menyarankan para wakil rakyat tidak   perlu capek menggalang interpelasi jika yang diinterpelasi adaklah sebuah terobosan kebijakan.
   
Sekertaris Jenderal (Sekjen) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Imam Nachrowi menilai, hak interpelasi pada Dahlan Iskan yang diajukan oleh sejumlah Anggota Dewan, sangatlah tidak tepat dan penuh dengan aroma politis. Pasalnya, masih banyak agenda DPR yang lebih penting dan langsung bersentuhan dengan masyarakat dibanding mempersoalkan Menteri BUMN yang meneken Keputusan Menteri BUMN No.236/MBU/2011.

“Partai PKB maupun fraksi PKB di DPR, punya penilaian lain dan cara pandang berbeda. Kami menganggap hak interpelasi  itu jalan terakhir. Jadi kalau persoalan masih bisa dibicarakan dalam forum resmi lain, jadi kenapa harus interpelasi. Kenapa juga harus soal Dahlan Iskan, bukanya masih banyak persoalan lain yang lebih penting dan bisa diinterpelasi di DPR,” ujar Imam kepada INDOPOS.
   
Imam mengatakan, bahwa pada saatnya masyarakat akan tahu, bahwa siapa yang memainkan soal interpelasi ini. Ada apa di balik, gegap gempitanya para anggoat dewan mengajukan interpelasi pada Dahlan Iskan. “Sudah menjadi rahasia umum lah kalau banyak oknum parpol yang memanfaatkan BUMN sebagai ‘atm’ atau pundi-pundi pribadi dan partainya. Jadi sangat mungkin kalau ada pemain lama yang tersinggung atau merasa tidak nyaman dengan gaya reformasi birokrasi Dahlan Iskan,” tegasnya. (tir/dms/dri)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Siapkan Shelter Vertikal di Kawasan Rawan Tsunami


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler