JK Anggap Para Pejabat Tak Bisa jadi Contoh

Kamis, 19 Januari 2012 – 21:42 WIB
Jusuf Kalla, Ketua PP Muhammadiyah Din Syamsuddin, Ketua DPD Irman Gusman dan tokoh-tokoh lain dalam diskusi di PP Muhammadiyah, Kamis (19/1). Foto : Arundono W/JPNN

JAKARTA - Mantan Wakil Presiden, Jusuf Kalla mengungkapkan bahwa permasalahan besar dihadapi Indonesia saat ini adalah hilangnya disiplin kepatuhan sosial. Buktinya, kini marak tindakan semaunya dan selalu merasa benar.

Jika hal tersebut tetap berlanjut, lanjut mantan Ketua Umum Golkar yang karib dipanggil JK itu, dikhawatirkan akan mengarah pada hukum rimba di dalam kehidupan sosial masyarakat di Indonesia. "Titik awalnya, pada kejadian di Tanjung Priok (Peristiwa tahun 1983). Semuanya saling memukul dan membunuh. Tanpa ada yang dihukum dan menghukum. Sudah saatnya perlu ada ketegasan hukum," jelas JK di dalam yang dihadiri sejumlah tokoh di Kantor PP Muhammadiyah, Jakarta, Kamis (19/1).

Kondisi tersebut, terang JK,menunjukkan adanya pergeseran nilai dan pola kehidupan bermasyarakat. Maka dari itu, ke depannya harus ada perbaikan dan ketegasan hukum. Sehingga, rakyat juga patuh terhadap hukum.

"Kenapa sekarang rakyat susah patuh terhadap hukum? Karena tidak ada yang dijadikan tauladan bagi mereka. Para pemimpin di negara ini tidak memberikan contoh bagi rakyatnya. Semua harus dimulai dari pimpinannya," ujarnya.

Sedangkan mantan ketua Mahkamah Konstitusi, Jimly Asshidique menyatakan, meski reformasi sudah berjalan 10 tahun lebuh namun ternyata sistem yang dibangun belum maksimal secara penuh. Menurutnya, penerapan hukum di Indonesia masih bersifat coba-coba.

"Di  masa pancaroba dan masa transisi ini, ternyata masih banyak masalah yang kadang-kadang kita pun juga merasa tak sabar ingin menyelesaikannya. Meskipun memang juga cukup banyak kemajuan yang harus disyukuri," ungkapnya.

Parahnya, kata Jimly, pejabat pemerintahan saat ini hanya  berpegang pada optimisme dan pujian-pujian saja. "Seharusnya tidak seperti itu.  Kita harus bergaul pada realitas. Jujur saja, ada dua kelompok orang. Pertama, orang yang hanya melihat optimis. Kedua, orang-orang yang berada di luar istana yang berpikir dan berpendapat masing-masing. Nah, seharusnya harus ada komunikasi antara dua kelompok ini dan saling mendengarkan. Ini masalah serius," tandasnya.

Ia pun mengusulkan pembenahan hukum untuk menjamin kepastian hukum. Kalaupun saat ini ada pembenahan aturan hukum, Jimly menilai berjalan lambat.

Oleh karena itu Jimly menyarankan agar ada revolusi hukum dan perubahan besar-besaran. "Penyelesaian kasus di Indonesia terlalu rumit dan cenderung membuang-buang waktu atau tidak efisien," cetusnya.(cha/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ipar Malinda Divonis 3 Tahun 8 Bulan Penjara


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler