jpnn.com - SURABAYA – Polemik mengenai rencana pembelian helikopter untuk presiden dan wakil presiden oleh TNI Angkatan Udara (TNI-AU) belum mereda. Giliran Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menyampaikan kritikannya.
Menurut JK, rencana pembelian 9 unit helikopter AgustaWestland (AW) 101 oleh TNI AU yang 3 di antaranya untuk kendaraan khusus presiden, wakil presiden, dan tamu negara tersebut harus dievaluasi.
BACA JUGA: WADUH: Ada Pejabat Terkena HIV/AIDS
Sebab, saat ini TNI-AU masih memiliki lima unit helikopter VVIP jenis Super Puma produksi PT DI yang kondisinya masih bagus. Padahal, helikopter VVIP itu jarang digunakan presiden dan wakil presiden.
”Seperti kata Pak Jokowi, naik helikopter itu paling sebulan sekali. Saya malah sudah tiga bulan tidak naik helikopter. Jadi kalau mau beli tambahan (helikopter VVIP) lagi, itu berlebihan,” ujarnya seusai melantik pengurus PMI Jatim di Gedung Grahadi, Surabaya, kemarin (30/11).
BACA JUGA: Rudy Ajak Pemuda Solo Pengagum Bung Karno Gabung ke Organisasi Sayap PDIP
JK mengatakan, dalam penggunaan helikopter, ada dua hal yang harus dilihat, yakni jam terbang dan tahun pembuatan. Untuk jam terbang, jelas tidak terlalu banyak karena jarang digunakan. Adapun untuk tahun pembuatan, JK membantah jika helilopter Super Puma sudah tua. “Helikopter yang sekarang itu buatan 2012, masih sangat bagus,” katanya.
Selain alasan di atas, JK juga mewanti-wanti agar jangan sampai pembelian helikopter AW 101 oleh TNI AU nanti malah menjadi skandal besar seperti yang terjadi di India. “Harganya terlalu mahal, dianggap korupsi, menterinya, panglima (tentara)-nya, direktur utama perusahaannya, semua kena masuk penjara,” sebutnya.
BACA JUGA: Pasca Teror Paris, Akhir Tahun Keamanan Diperketat
Kasus pembelian helikopter AW 101 oleh Angkatan Udara India (Indian Air Force) memang menjadi isu besar di Negeri Sungai Gangga itu. Sebab, kasus korupsi yang di India dikenal dengan sebutan chopper gate atau skandal helikopter ini memang menyeret nama-nama petinggi parlemen hingga Kepala Angkatan Udara India.
Kasus itu bermula dari ditandatanganinya kontrak pembelian 12 unit helikopter AW 101 senilai USD 540 juta oleh Angkatan Udara India pada 2010. Rencananya, helikopter VVIP itu akan digunakan untuk menunjang kegiatan perdana menteri, presiden, dan pejabat tinggi India lainnya.
Namun pada Februari 2013, kontrak pembelian helikopter itu menjadi heboh lantaran ditangkapnya Giuseppe Orsi, CEO Finmeccanica, perusahaan induk AgustaWestland oleh otoritas hukum Italia. Tuduhannya, menyuap pejabat India untuk memuluskan kontrak penjualan 12 unit helikopter AW 101.
Penangkapan itu ditindaklanjuti parlemen India untuk memulai investigasi pada Maret 2013. Apalagi, muncul pernyataan resmi Kementerian Pertahanan India yang mengakui telah terjadi korupsi dan penyuapan dalam pembelian helikopter tersebut. India akhirnya membatalkan kontrak pembelian helikopter AW 101 pada Januari 2014.
Berkaca dari kasus tersebut, JK meminta agar rencana pembelian sembilan unit helikopter AW 101 yang masing-masing seharga USD 55 juta (sekitar Rp 700 miliar) itu dievaluasi lebih hati-hati. Apalagi, melibatkan anggaran dalam jumlah besar. ”Kami khawatir, helikopter buangan dari India itu yang mau dibeli Indonesia,” ujarnya. (owi/end)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Di Paris, Jokowi Tegaskan Islam Ajarkan Perdamaian
Redaktur : Tim Redaksi