jpnn.com - Suksesi politik Indonesia masih akan berlangsung dua tahun lagi, yakni pada 2024.
Akan tetapi, kondisi politik nasional sudah makin hangat dengan bermunculannya jago-jago yang bakal bertarung pada palagan pemilihan presiden.
BACA JUGA: NII Pengin Lengserkan Jokowi Sebelum 2024, Stanislaus Tak Percaya, Oh Golok
Perhelatan Pilpres 2024 bisa diibaratkan sebagai arena adu kekuatan para jago-jago politik.
Siapa yang menjadi pemenang dialah yang berhak menduduki takhta kepresidenan Indonesia.
BACA JUGA: Jokowi Kunjungi Pura di Bali, Lihat Siapa yang Mendampingi
Presiden Jokowi sudah waktunya lengser keprabon, dan dia harus memilih suksesor yang tepat untuk mengamankan berbagai kebijakan besar yang belum bisa diselesaikan.
Jokowi pun mau tidak mau harus sudah mulai mengelus-elus jago untuk dipertandingkan pada palagan pilpres.
BACA JUGA: Lihat Gaya Jokowi Bersama Cucu Berwisata, Sempat Mendekati Harimau
Ibaratnya, palagan pilpres nanti akan menjadi ajang ‘’Jokowi Adu Jago’’. Jokowi harus memilih jago terbaik dan terkuat untuk bisa memenangkan pertandingan yang keras dan berat itu.
Dalam tradisi pewayangan ada kisah ‘’Kangsa Adu Jago’’ yang sangat populer di kalangan penggemar wayang.
semua dalang terkenal di Indonesia pernah memainkan kisah ini. Mulai dari dalang legend seperti Ki Narto Sabdo, Ki Anom Suroto, Ki Manteb Sudarsono, sampai dalang generasi yang lebih muda seperti Ki Seno Nugroho dan Ki Warseno Slank, semua pernah memainkan lakon ini.
Lakon ini populer karena kisahnya menarik dan penuh intrik politik yang rumit dan penuh tipu muslihat dalam memperebutkan kekuasaan di istana kerajaan Mandura.
Prabu Basudewa sebagai penguasa istana harus memilih calon penerusnya untuk menyelamatkan kekuasaannya.
Karena persaingan politik yang sangat keras di lingkungan dalam istana, akhirnya diambil keputusan untuk mengadakan adu jago untuk memilih siapa yang berhak menjadi raja.
Jago yang diadu bukanlah ayam, tetapi manusia yang diadu di arena palagan terbuka sampai mati seperti kisah para gladiator Romawi.
Prabu Basudewa dikenal juga sebagai Prabu Baladewa dalam tradisi pakem pewayangan Jawa Timur.
Dia menguasai wilayah Mandura yang menjadi sekutu politik kerajaan Hastinapura.
Mandura kemudian menjadi sekutu Pandawa setelah Hastinapura pecah menjadi Korawa dan Pandawa.
Negara Mandura sering disebut juga sebagai negara ‘’Madura’’, karena itu ada juga dalang di Jawa Timur yang menampilkan dialog Prabu Baladewa dengan logat Madura.
Prabu Baladewa digambarkan sebagai raja yang tampan dengan kulit putih bersih mirip bule.
Baladewa punya saudara bernama Kresna raja Dwarawati yang berkulit hitam.
Kresna merupakan keturunan Batara Wisnu, yang menjadi penasihat politik Pandawa yang paling terpercaya.
Prabu Basudewa berada pada posisi terjepit karena anaknya yang bernama Prabu Kangsadewa melakukan kudeta dengan menyerang secara tiba-tiba dan menahan dan memenjarakan para pemimpin Mandura, termasuk Prabu Basudewa.
Kudeta ini tidak terduga sebelumnya karena Kangsadewa sudah diberi wilayah kekuasaan sendiri oleh Basudewa.
Akan tetapi, ternyata diam-diam Kangsadewa merencanakan plot untuk menggulingkan kerajaan Mandura dan sekaligus akan membunuh Basudewa.
Terungkaplah bahwa Kangsadewa yang wajahnya mirip raksasa itu bukan anak kandung Basudewa. Dia memang lahir dari Dewi Mahera, istri Basudewa, tetapi bapaknya adalah seorang raksasa bernama Gorawangsa dari kerajaan Sangkapura.
Ketika Basudewa sedang berburu ke hutan, Gorawangsa menyamar menjadi Basudewa dan menggauli Dewi Mahera.
Gorawangsa kemudian dibunuh atas perintah Basudewa dan Dewi Mahera diusir ke hutan. Dewi Mahera meninggal setelah melahirkan Kangsadewa.
Kangsa diasuh oleh seorang pandita raksasa yang sakti, dan setelah dewasa diberi tahu supaya menuntut haknya sebagai anak raja Basudewa.
Kangsa kemudian diberi konsesi sebuah kerajaan di luar Mandura. Akan tetapi, Kangsa yang memendam dendam karena ibu dan ayah kandungnya terbunuh atas perintah Basudewa, melakukan kudeta dan menghukum mati Basudewa.
Sebelum membunuh Basudewa, Kangsa ingin agar seluruh keturunan Basudewa dihabisi.
Ada tiga anak Basudewa yang dididik di padepokan Widarakandang. Mereka adalah Narayana, Kakrasana, dan Rara Ireng.
Tiga anak kandung Basudewa ini kemudian dipancing supaya mau keluar dari pertapaan dan mengikuti sayembara adu jago.
Basudewa setuju diadakan sayembara adu jago dengan harapan anak-anaknya bisa mengalahkan Kangsa yang punya jago sangat sakti.
Ketiga anak Basudewa pun turun ke palagan, tetapi mereka mengalami kesulitan untuk mengalahkan Kangsadewa karena punya kesaktian yang hebat.
Pengapesan Kangsadewa terlihat ketika ia kesengsem oleh kecantikan Rara Ireng dan ingin menikahinya.
Kesempatan ini dimanfaatkan untuk menjebak Kangsadewa. Ketika Kangsadewa mendekati Rara Ireng, Narayana melepaskan panah saktinya yang kemudian menembus dada Kangsa sampai tewas.
Basudewa selamat dari hukuman mati Kangsadewa dan kerajaan Mandura diserahkannya kepada anak-anak yang memang dia persiapkan untuk menjadi putra mahkota.
Meskipun penuh dengan intrik dan tipu daya, kisah ini berakhir dengan happy ending. Lanskap politik Indonesia sering diperbandingkan dengan kisah-kisah pewayangan.
Para politisi Indonesia juga banyak yang mengambil filosofi politiknya dari kisah-kisah pewayangan.
Banyak juga yang mengidolakan tokoh-tokoh wayang sebagai panutan.
Meskipun tokoh-tokoh wayang adalah fiksi tapi banyak yang menjadikannya sebagai idola seperti tokoh historis yang nyata.
Kisah Kangsa Adu Jago bisa saja terjadi dalam politik Indonesia dengan versi yang berbeda. Saat ini Jokowi sedang menimbang-nimbang untuk memilih jago terbaik.
Sudah muncul beberapa jago dari kalangan istana yang sekarang menjabat sebagai menteri; Prabowo Subianto, Airlangga Hartarto, Erick Thohir, dan Sandiaga Uno.
Jokowi kabarnya memantau perkembangan para menterinya itu dengan melihat elektabilitas dan popularitasnya setiap saat.
Politikus senior Panda Nababan bercerita kepada media bahwa Jokowi sudah bertanya kepada empat menteri itu mengenai rencana maju pada Pilpres 2024.
Menurut Nababan, para menteri itu sudah menyatakan akan maju pada pilpres mendatang.
Jokowi perlu bertanya langsung kepada para menteri supaya bisa melakukan monitor dan deteksi sejak dini.
Jokowi tidak ingin mengalami masalah seperti Megawati yang merasa dikhianati oleh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Pada 2009, Megawati yang ketika itu menjadi presiden ingin menggandeng SBY sebagai calon wakil presiden.
SBY menolak dan mengatakan akan berkonsentrasi pada tugas sebagai menteri koordinator politik dan keamanan.
Akan tetapi, ternyata diam-diam SBY menyiapkan partai politik yang menjadi kendaraannya untuk menyapres.
SBY yang maju pilpres bersama pasangan Jusuf Kalla kemudian bisa mengalahkan Megawati yang berpasangan dengan Prabowo Subianto.
Megawati merasa ditelikung dan dikhianati oleh SBY. Sakit hati itu menjadikan kedua tokoh itu berseteru sampai sekarang.
Jokowi ingin mengantisipasi hal itu dan memastikan tidak ada yang berkhianat dan menelikung.
Jokowi tentu ingin agar suksesornya bisa mengamankan berbagai program besar yang sudah diprakarsai oleh Jokowi.
Selain memantau para menterinya, Jokowi juga memantau perkembangan Ketua DPR Puan Maharani.
Meskipun secara elektabilitas Puan masih rendah, tetapi Puan mempunya tiket dari PDIP. Karena itu, Puan diprediksi akan menjadi salah satu jago yang bertarung pada 2024.
Jokowi tentu juga harus memantau jago-jago dari luar istana. Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, dan Ridwan Kamil adalah jago-jago yang layak dielus-elus untuk maju dalam palagan 2024.
Sebagaimana kisah ‘’Kangsa Adu Jago’’ Jokowi harus berhati-hati terhadap gerakan dari dalam yang berpotensi menelikungnya.
Prabu Basudewa mencari jago dari luar istana dengan mendatangkan Narayana dan kawan-kawan dari Padepokan Widarakandang.
Jokowi juga bisa mengambil langkah yang sama dengan mengambil jago dari Padepokan DKI, Jawa Tengah, dan Jawa Barat.
Siapa yang akan menjadi Narayana yang memenangkan sayembara ‘’Jokowi Adu Jago’’? Tunggu tanggal mainnya. (*)
Video Terpopuler Hari ini:
Redaktur : M. Kusdharmadi
Reporter : Cak Abror