jpnn.com - JAKARTA - Pengamat politik Rocky Gerung mengatakan politik di Indonesia secara antropologi berbasiskan dendam.
Di awali ketika Ken Arok menjadi Raja, hingga fenomena antarpresiden di Indonesia.
BACA JUGA: SBY Sudah Diperingatkan Temannya soal Anies Baswedan, Sekarang Baru Sadar
Misalnya, dijatuhkannya Presiden Gus Dur, hingga inharmonisasi hubungan politik Megawati dengan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Karena itu, ketika Jokowi tidak lagi menjabat sebagai presiden nantinya, bisa jadi mendapatkan serangan dari presiden terpilih.
BACA JUGA: Jokowi Jadwalkan 13 Pertemuan Bilateral Selama KTT ASEAN
Misalnya, jika Anies Baswedan yang terpilih menjadi presiden, bisa saja serangan itu datang.
Meski demikian, Rocky menilai tidak perlu terlalu dikhawatirkan.
BACA JUGA: Kopi Hajirocker Muncul di Rakernas HIPMI XVIII, Kementan Siap Kembangkan Kopi Lokal
“Perisainya apa? Ada perisai hukum, hingga culture tersedia, tetapi perisai yang paling tangguh adalah batin presiden sendiri,” ujar Rocky di Jakarta, Jumat (1/9).
Dia mengatakan hal tersebut saat menjadi pembicara di acara diskusi publik bertajuk 'Harkat, Martabat dan Keselamatan Seorang Mantan Presiden', di Bakoel Koffie, Cikini, Jakarta, Jumat (1/9).
Cuma masalahnya, kata Rocky, perisai batin Presiden Jokowi terkesan retak.
Berbeda dengan SBY, lebih stabil karena memiliki kendaraan politik yang melindungi, yaitu Partai Demokrat.
“Anda bayangkan, Jokowi, tidak punya partai. Kecemasan tiba-tiba hilang kekuasaan,” katanya.
Nah, Rocky lantas berkelakar dengan menyebut sosok yang bisa menjadi perisai hukum Jokowi adalah pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra.
Yusril juga merupakan Ketua Umum DPP Partai Bulan Bintang (PBB) yang kini mendukung kandidat presiden Prabowo Subianto.
Cara lain agar Presiden Jokowi mendarat mulus di ujung kepemimpinannya adalah dengan mengubah presidential threshold menjadi nol persen.
“Seharusnya Pak Jokowi ajak Prof Yusril menjadi calon presiden atau cawapres, karena Prof Yusril bisa menyelamatkan Pak Jokowi."
"Sebab enggak ada orang lain yang tahu, Prof Yusril yang hanya bisa menjadi tameng Presiden Jokowi dan yang paham seluk-beluk penyelamatan,” kelakar Rocky.
Pernyataan Rocky Gerung pun langsung disahut oleh Pangi Syarwi Chaniago sebagai pengamat politik.
“Jadi Prabowo-Yusril cocok ya?” ujar Pangi.
Dalam kesempatan ini Pangi juga berperan sebagai narasumber bersama Fahri Bachmid, Bivitri Susanti, Rocky Gerung dan dimoderatori Titi Anggraeni.
Ahli Hukum Tata Negara Bivitri Susanti juga mengamini kelihaian Yusril terhadap Presiden Soeharto.
Ceritanya begini, Yusril diamininya sebagai pembuat teks pidato Soeharto ketika meninggalkan jabatannya.
Di pidato itu, Soeharto menyebutkan bukan mengundurkan diri sebagai presiden, melainkan berhenti.
Secara hukum, makna mengundurkan diri dan berhenti itu memiliki arti yang berbeda.
Nah di sinilah kelihaian seorang Yusril menjaga wibawa Presiden Soeharto kala itu.
“Pidato Soeharto itu bukan mengundurkan diri, tetapi berhenti. Itu yang bikin Pak Yusril."
"Kalau mundur, artinya sudah tidak sanggup. Berhenti ya berhenti, karena tidak mendapatkan lagi mandat rakyat,” kata Bivitri.
Sementara, Pakar Hukum Pakar Hukum Tata Negara Fahri Bachmid mengusulkan pentingnya dibentuk regulasi berupa Undang Undang Transisi Kekuasaan Presiden.
Isinya, mengatur kekuasaan untuk menjaga marwah mantan Presiden dan Wakil Presiden.
Baginya, itu adalah hal positif menjaga stabilitas nasional.
“Jangan hukum menjadi alat gebuk. Tradisi ini harus dihentikan,” katanya.
Pengalaman tidak baik yang terjadi kepada Soekarno seusai menjabat, termasuk Soeharto, hingga Gus Dur.
Harapannya, ke depan ada pengaturan baik dalam hukum positif agar dilakukan secara beradab.
“Transisi bisa memberikan kepastian dan kesinambungan. Jangan menjadi ajang balas dendam,” kata Fachri. (gir/jpnn)
Yuk, Simak Juga Video ini!
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jokowi Mengeklaim tak Bahas Rencana Duet Anies-Cak Imin saat Bertemu Surya Paloh
Redaktur & Reporter : Kennorton Girsang