jpnn.com - JAKARTA - Calon presiden yang diusung PDI-Perjuangan, Joko Widodo semakin percaya diri menghadapi Pilpres 9 Juli mendatang. Istilahnya, rawe-rawe rantas malang-malang tuntas! Gubernur DKI Jakarta ini tidak mau ada istilah koalisi, karena publik berkonotasi negatif pada kata-kata “koalisi” itu.
“Kesannya, hanya bagi-bagi jatah wapres dan menteri saja,” ucap Jokowi, sebutan akrab Joko Widodo di hadapan Forum Pemred di Restoran Horapa, Jalan Tengku Cik Ditiro, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (15/4) malam.
BACA JUGA: Pertemuan Cikeas Putuskan Konvensi Diteruskan
“Istilah kami adalah: Kerjasama! Bukan koalisi. Karena itu, kalau kerjasama itu melihat platform ke depan, serta visi-misi. Kalau sesuai, ya ayo, datang ke sini, kondisi negara itu seperti ini lho, ayo bekerja sama. Kalau nggak juga nggak apa-apa, terserah aja. Jangan minta-minta! (baca: minta jatah wapres atau menteri, red),” kata mantan Wali Kota Solo itu dengan logat Jawa Tengah yang khas. Seluruh Pemred dari berbagai media nasional pun tepuk tangan dengan pernyataan itu.
Bahkan, lanjut Jokowi, jikapun hanya satu partai –Nasional Demokrat (Nasdem)— yang mau bekerjasama, dirinya tidak terlalu risau. “Kalaupun kerjasama dengan Nasdem saja, satu partai, saya kira sudah cukup! Nggak ada masalah. Saya harus ngomong apa adanya. Pak Surya Paloh ketemu, juga tidak berbicara soal pembagian wapres atau menteri. Yang lain, kalau mau bergabung silakan. Mau satu partai, dua partai, atau sepuluh partai, silakan saja. Mau saya, semua bisa kerjasama. Tapi sekali lagi, jangan minta-minta! Buat apa kalau hanya minta-minta? Hanya merepotkan saja!” kata Jokowi, yang diulang-ulang seolah menegaskan bahwa dirinya betul-betul ingin bekerja untuk memperbaiki negeri ini.
BACA JUGA: Diperiksa KPK, Dirut Pelindo II Harapkan Apresiasi
Karena itu, Jokowi menyebut Kabinet 2014-2019 nanti adalah Kabinet Kerja! Bukan Kabinet Politik! “Kita harus berani, buat apa kalau kabinet hanya mengurus partainya? Hanya mengurus golongannya? Saya pilih tarung saja kalau begitu. Saya nggak mau seperti itu lagi,” tegas Jokowi, yang lagi-lagi disambut tepuk tangan riuh.
Suasana pertemuan dengan Forum Pemred itu pun menjadi sangat cair. Pernyataan Jokowi itu sangat kuat, untuk memilah parpol-parpol yang hanya menjadi kursi wapres maupun menteri. Dengan begitu, diharapkan struktur “Kabinet Kerja” Jokowi mendatang betul-betul didominasi olah orang-orang yang kompeten, the right man/woman, on the right place. Tidak disusupi oleh kepentingan parpol, politik dagang sapi, yang ke depan tidak bisa mengubah taraf hidup dan kesejahteraan bangsa.
BACA JUGA: Dahlan Iskan Sesalkan Kendala Perizinan untuk Mobil Listrik
Mengapa Jokowi sangat pede dengan sikap tegas itu? Dia sudah punya pengalaman bertarung di wilayah politik kelas tinggi dan sukses. Di Solo, Jokowi terpilih dua kali sebagai walikota, dengan modal partai yang tidak signifikan. Di Pilgub DKI juga sama, suara PDIP hanya 11 persen, ditambah Gerindra 7 persen. “Lawannya, 82 persen, dan saya bisa menang. Kalau didukung rakyat dan media, saya akan tetap jalan,” paparnya.
Bagaimana dengan kinerja di DKI Jakarta? Itu juga hal penting bagi Jokowi. Di forum ini pula Jokowi menjelaskan bahwa 60 persen problem utama di Jakarta itu kewenangan Pemerintah Pusat. Dia mencontohkan soal problem banjir, yang tidak kunjung tuntas. “Bagaimana Pemprov DKI bisa menuntaskan, yang kita urus itu hanya selokan-selokan dan drainase kota yang kecil-kecil. Bagian besarnya, seperti soal sudetan Sungai Ciliwung di Kab Bogor sana, di luar wilayah DKI. Saya tidak mungkin sampai ke sana,” ujar penggemar musik rock ini.
Juga soal macet, yang tak kunjung selesai. Malah kesannya semakin stagnan saja lalulintas di jalan-jalan Jakarta. “Bagaimana mungkin saya selesaikan semua? Yang bikin macet itu bukan hanya Jakarta, tapi Jakarta-Bekasi, Jakarta Depok, Jakarta-Bogor, Jakarta-Tangerang. Kita sudah punya Jabodetabek Authority, semacam otoritas transportasi –seperti di Singapore-- yang sudah terbentuk selama 1,5 tahun. Lembaga inilah yang memiliki kewenangan penuh untuk mengatur lalulintas. Tapi investor pun kesulitan, karena lintas daerah,” kata dia.
Soal Pertanian, misalnya. Menanggapi pertanyaan salah satu pemred media, Jokowi melihat Indonesia ini malu-malu untuk menempatkan diri sebagai Negara agraris atau Negara pertanian. “Persoalan di pertanian ini adalah ketidakberanian kita menyebut diri sebagai Negara pertanian, dalam hal ini termasuk kelautan. Akibatnya, semua infrastruktur, sumber daya manusia, manajemen yang hebat tidak di arahkan ke sana. Perguruan Tinggi yang memiliki Fakultas Pertanian juga harus memperoleh prioritas dan support dana yang besar, agar bisa mengembangkan dunia pertanian,” pemikiran Jokowi.
Riset juga begitu. Kata dia, harus diarahkan untuk menciptakan teknologi pertanian, pengolahan hasil budidaya pertanian. Saat ini tidak kelihatan bahwa arah pembangunan itu ke sana, padahal ini sangat mendasar untuk ketahanan pangan dan kedaulatan pangan. “Di bidang energi juga sama. Tidak menuju pada upaya yang serius membangun ketahanan energi dan kedaulatan energi,” katanya.
Hampir semua komentar, saran dan usulan Forum Pemred itu sama bahasanya. Mereka mengapresiasi positif pikiran-pikiran Jokowi yang disampaikan sambil makan malam santai di restoran yang menyajikan masakan khas Thailand itu. Puluhan reporter, kameraman, fotografer juga menunggu dengan sabar diskusi dengan para Pemred itu. (dk)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Puan Pegang Kendali, Jokowi Tetap Ingin Bentuk Tim Sukses Sendiri
Redaktur : Tim Redaksi