Jokowi dan SBY Perang Komentar di Media Sosial

Sabtu, 29 November 2014 – 20:41 WIB
Jokowi dan SBY Perang Komentar di Media Sosial. Foto: dok/JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA - Presiden Joko Widodo dan mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono berbalas tanggapan di media sosial. Kicauan SBY di twitter soal kepemimpinan pada Kamis (27/11), dijawab Jokowi di facebooknya, Jumat (28/11).

SBY 'berkicau', dalam dunia politik, kekuasaan menjadi yang utama. "Raihlah kekuasaan itu dengan cara yang benar & gunakan pula secara benar," tulis SBY.

BACA JUGA: Pimpinan Komisi III Minta KPK Rangkul Jaksa Agung

"Kekuasaan juga menggoda. Karenanya, gunakanlah secara tepat & bijak. Jangan sewenang-wenang & jangan melampaui kewenangannya. Nenek moyang kita mengingatkan, hendaknya kekuasaan tidak digunakan bak: "Besar hendak melanda, panjang hendak melindih,"

"Tidakkah Allah SWT memberikan kekuasaan kepada yg dikehendaki, dan mencabut kekuasaan itu dari siapa yg dikehendaki. Kebenaran mutlak adalah milik Tuhan. Karenanya, janganlah selalu membenarkan yang kuat, tetapi perkuatlah kebenaran. Petik pelajaran di dunia. Pemimpin yg selalu dibenarkan apapun perkataan & tindakannya, tak disadari bisa menjadi diktator atau tiran,"

BACA JUGA: Nurul Arifin: Munas Golkar Tetap Diselenggarakan 30 November

SBY kemudian menyinggung soal kediktatoran dan tirani. "Setiap pemimpin pastilah ingin berbuat yg terbaik. Tidak ingin jadi diktator atau tiran & kemudian harus jatuh, spt yg kerap terjadi. Karenanya, dgn tetap menghormati pemimpin, rakyat bisa menyampaikan kritik & sarannya. Pemimpin mesti sabar mendengarkan," kicau SBY.

SBY menulis, kritik itu laksana obat. "Jika dosis & cara meminumnya tepat, badan menjadi sehat. Mengkritik pemimpin haruslah beretika & patut. Dlm politik, pencitraan itu biasa. Tapi, jika sangat berlebihan bisa menurunkan kepercayaan rakyat. "Angkuh terbawa, tampan tertinggal. Diam itu emas, jika tidak perlu bicara, diamlah. Bicara itu perak, jika harus bicara, bicaralah. Tetapi bermutu & bermanfaat," tulis SBY berperibahasa.

BACA JUGA: Jelang Munas Golkar di Bali, AMPG Solid Dipimpin Ahmad Doli

"Tong kosong nyaring bunyinya. Akan lebih bijak jika tong yang masih kosong diisi dulu. Isilah dengan pengetahuan & pengalaman. Permasalahan hidup, juga negara, terus datang & pergi. Yang diperlukan adalah solusi. Dapatkan solusi itu & kemudian jalankan. Tugas pemimpin: mengatasi masalah. Pimpinlah, tmsk bekerja sama & bermusyawarah utk mengatasi masalah. Apalagi masalah yg serius," tutup kicauan SBY.

Seakan membaca kicauan SBY, sehari setelahnya Jokowi juga menulis terkait kepemimpinan. Berbicara soal tirani, sama seperti kicauan SBY, dan menegaskan seperti apa karakter kepemimpinan yang akan dia jalankan.

"Basis kepemimpinan dalam demokrasi adalah kepercayaan, dan kepercayaan itu dibangun diantaranya oleh rekam jejak, ketulusan hati dan kesungguhan dalam bekerja. Beda antara kepemimpinan yang dipercaya dengan kepemimpinan tirani, kepemimpinan yang dipercaya diperoleh melalui kesadaran rakyat atas tujuan tujuan negara, sementara kepemimpinan tirani adalah membungkam kesadaran rakyat bisa itu dengan bayonet atau pencitraan tanpa kerja," beber Jokowi.

Jokowi menilai, kepemimpinan harus dilandasi kepercayaan dari yang rakyat. "Dan dalam kepemimpinan saya hal paling penting adalah membangun kepercayaan rakyat dengan kesadaran penuh bahwa ada tujuan-tujuan besar negara ini menuju kemakmuran Indonesia Raya," pungkasnya. (adk/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... BKN Ingin Tuntaskan NIP Honorer K2 Secepatnya


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler