Jokowi Dicurigai Punya Agenda Tersembunyi

Senin, 10 September 2012 – 19:03 WIB
JAKARTA -- Dosen Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik, Universitas Indonesia (UI), Rissalwan Habdy Lubis, menilai, sebenarnya DKI Jakarta tidak perlu pemimpin yang hebat. Namun, menurut dia, DKI Jakarta membutuhkan pemimpin yang mampu mengakomodir kepentingan politik yang sangat banyak di ibukota ini.

Menurutnya, omong kosong bila secara politik pemimpin dapat mengendalikan kekuatan ekonomi. "Bukan pemimpin yang mengendalikan ekonomi, tapi politik yang mengendalikan dan menginginkan ekonomi melalui seorang pemimpin," kata Rissalwan, saat Diskusi Pemilukada bertajuk "Melihat Pembangunan Berkelanjutan Pasca Pemilukada" yang digelar Mitra Indonesia di Universitas Sahid, Jakarta, Senin (10/9).

Rissalwan mengatakan, bila pemimpin dikendalikan politisi, maka masa depan ibukota akan menjadi terombang-ambing. "Karena pemimpinnya saja bisa di kendalikan atau diakomodir oleh politisi atau partai politik, bukannya pemimpin yang mengendalikan atau mengakomodir politik," katanya.

Rissalwan merasa lebih khawatir bila calon tersebut berasal dari seorang pengusaha bukan dari birokrat. "Karena cara berpikir pengusaha dengan birokrat sangat berbeda," ungkap Rissalwan.

Dia pun tak setuju ada calon yang belum selesai memimpin di daerah lalu beralih ke Jakarta. Menurutnya, memang calon tersebut tidak bisa disalahkan karena belum ada undang-undang yang mengaturnya. "Namun bila kita lihat secara etika moral, hal tersebut merupakan satu sikap yang tidak patut dan tidak santun," ujarnya.

Lebih lanjut dia menilai, calon yang seperti itu mencerminkan sikap seorang pemimpin yang bisa dikendalikan oleh politik. "Bukan pemimpin tersebut yang mengontrol politik," ungkapnya.

Wakil Rektor III Usahid Jakarta, Bernard Hasibuan, mengatakan sebagai ibukota tentunya pasti banyak kepentingan yang masuk di Jakarta. Baik kepentingan dari luar Indonesia maupun luar daerah.

Dia menyatakan, bila ada calon pemimpin yang datang dari luar untuk memimpin Jakarta, maka kemungkinan ada kepentingan yang tersembunyi di balik niatnya untuk memimpin ibukota.

Kendati demikian, Bernard menegaskan,  kedua calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta yang akan bertarung di putaran kedua, 20 September nanti masing-masing memiliki keunggulan dan kekurangan.

Ia menyatakan, untuk incumbent Foke, nilai tambahnya sistematis. Artinya, lanjut dia, sudah tahu apa yang harus diperbaiki dari tahun lalu.  Sedangkan nilai minusnya, Bernard menilai, incumbent cukup birokratis. "Sehingga kurang mampu berkomunikasi dengan baik," jelas dia.

Sedangkan untuk Jokowi, itu menyatakan nilai tambahnya banyak yang menyatakan Wali Kota Solo itu merakyat dan memiliki rekam jejak yang bagus.  "Hal itu sudah ditunjukkan. Namun Jokowi menunjukkan untuk skala seperti Solo," ungkapnya.

Sedangkan untuk minusnya, kata Bernard, Wali Kota Solo itu berpikir bila di Jakarta rakyatnya bisa dipengaruhi. "Padahal, sebenarnya masyarakat Jakarta tidak semudah itu dipengaruhi," tuntasnya. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Irmadi Lubis Resmi Gantikan Panda Nababan

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler